Sembuh dari Jantungan, Emir Moeis Divonis Tiga Tahun

Senin, 14 April 2014 – 12:25 WIB
Terdakwa kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Izedrik Emir Moeis menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/4). Emir divonis 3 tahun penjara denda 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Setelah beberapa kali tertunda karena sakit jantung, hari ini terdakwa kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung pada tahun 2004, Izedrik Emir Moeis akhirnya mengikuti sidang pembacaan vonis, Senin (14/4). Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada politikus PDIP itu. 

Hakim menyatakan Emir terbukti menerima sebesar USD 357.000 dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Presiden Pacific Resources Inc Pirooz Muhammad Sarafi.

BACA JUGA: Peluang Rebut Pasar Industri Pertahanan Dunia

"‎Menjatuhkan putusan kepada terdakwa Izedrik Emir Moeis dengan pidana penjara selama tiga tahun," kata Hakim Ketua Matheus Samiaji saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/4).

Selain itu, Emir juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 150 juta. Apabila denda itu tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan. ‎ Majelis hakim menyatakan Emir terbukti melanggar dakwaan alternatif kedua yakni Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA: Siti Fadhilah Belum Segera Ditahan

Dalam memberikan putusan, majelis memberikan pertimbangan memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan Emir adalah  tidak mendukung pemberantasan korupsi dan tidak mencontohkan perilaku bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Sedangkan hal yang meringankan adalah belum pernah dihukum, masih punya tanggungan keluarga, mengidap sakit jantung, dan berbakti kepada negara dengan menjadi anggota DPR selama tiga periode. 

BACA JUGA: IDI Minta Pembagian Tarif Di JKN Jelas

Hakim anggota Sofialdi saat membacakan analisa fakta persidangan dan analisa hukum menyatakan bahwa benar pada 28 Januari 2001 Perusahaan Listrik Negara (PLN) melaksanakan pengadaan pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung, dibiayai oleh Japan Bank for International Coorporation dan pemerintah Indonesia. Saat itu, mereka membuka penawaran terhadap beberapa perusahaan yang mau membangun PLTU Tarahan dibagi dalam enam bagian.

Mendengar rencana itu, Alstom Power Inc., Marubeni Corp., dan Alstom ESI Inc., melakukan pendaftaran. Tak lama kemudian, PLN mengumumkan perusahaan yang lolos prakualifikasi lelang adalah konsorsium Alstom Power Inc., Foster Wheeler Energy, Mitsubishi Corp., Mitsui Energy and Shipping Co. Ltd. Mitsui Corp., dan lainnya.

Supaya pinjaman dari JBIC cair, konsorsium Alstom Power Inc., memerintahkan Presiden Direktur Marubeni Corp., Junji Kusunoki, melobi JBIC di Tokyo, Jepang. Kemudian, Direktur Pemasaran Regional Alstom Power Inc., David Girard Rothschild, dan anak buahnya, Eko Suyanto, menemui Emir. Mereka melobi Emir supaya mau membantu konsorsium Alstom memenangkan proyek PLTU Tarahan.

David juga mengontak Pirooz yang merupakan makelar dan punya banyak koneksi dengan para pejabat tinggi di Indonesia, termasuk PLN. Pirooz menyampaikan kepada David, dia dekat dengan Emir yang saat itu Wakil Ketua Komisi VIII, dan teman semasa SMA dengan Direktur Pemasaran PLN, Edi Widiono Suwondho. Pirooz menyarankan kepada David dapat menggunakan pengaruh Emir di Komisi VIII supaya memenangkan konsorsium Alstom Power.

Pirooz juga mengajak David dan Eko ke Gedung DPR menemui Emir dan kembali memintanya mengusahakan Alstom menang.Akhirnya, Alstom berhasil menang dalam proyek PLTU Tarahan dengan bantuan Emir. Komisi buat Emir diberikan melalui perusahaan Pirooz sebesar satu persen dari nilai kontrak. Uang itu dikirim secara bertahap oleh Pirooz melalui rekening perusahaan Emir supaya seolah-olah hal itu adalah urusan bisnis.

Buat jasanya Pirooz mendapatkan bayaran dari PT Alstom dan Marubeni Jepang sebesar USD 506.000 pada tahun 2005. Sedangkan, pada tahun 2006, Pirooz mendapatkan komisi USD 554.708. Selanjutnya, Pirooz mentransfer uang kepada Emir melalui rekening perusahaan anaknya, PT Arta Nusantara Utama di Bank Century sebesar USD 423 ribu.

‎Namun demikian, Emir hanya menerima USD 357 ribu.

Emir, kata hakim, mengetahui bahwa uang pemberian Pirooz adalah sebagai suap dalam memenangkan konsorsium Alstom Power Inc. Dia melanjutkan, perbuatan Emir yang menggunakan rekening perusahaan PT ANU buat menampung uang suap dan seolah-olah memiliki ikatan bisnis dengan Pirooz adalah melanggar tindak pidana.

"Perbuatan terdakwa yang sering menanyakan kiriman uang kepada saksi Pirooz dan meminta mentransfernya juga membuktikan terdakwa tahu maksud dan tujuan itu," kata Hakim Sofialdi.

Usai mendengar keputusan yang dibacakan majelis hakim, baik kubu Emir maupun jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pikir-pikir. ‎(gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Anggap Permintaan Anas tak Relevan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler