Semoga Tren Positif Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

Kamis, 18 April 2019 – 09:21 WIB
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Foto: Dery Ridwansah/JPC/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pada tiga bulan pertama 2019, neraca perdagangan Indonesia menunjukkan tren yang cukup positif. Pelaku usaha berharap tren tersebut terjaga sampai kuartal berikutnya.

Pengusaha menganggap pemerintah perlu waspada akan kemungkinan meningkatnya impor seiring tingginya permintaan menjelang Ramadan.

BACA JUGA: Sandi Menyoroti Defisit Neraca Perdagangan, Jokowi Jawab Begini

Secara akumulasi, neraca perdagangan memang terhitung defisit sebesar USD 193,4 juta di kuartal pertama. Namun, pemerintah berharap pelaku industri tak menyikapinya dengan pesimistis. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, besarnya impor didominasi oleh bahan baku industri. Itu berarti industri dalam negeri tengah menggeliat. '

'Defisit yang pada kuartal pertama ini, yang sekali lagi kami tidak terlalu khawatir karena impornya lebih banyak bahan baku, menunjukkan bahwa pertumbuhan industri ini meningkat,” ujar Enggar seperti diberitakan Jawa Pos.

BACA JUGA: Strategi Pemerintah Pangkas Defisit Neraca Perdagangan

Dengan situasi tersebut, lanjut Enggar, pertumbuhan industri meningkat dari sisi volume, kapasitas, maupun investasi baru. Terutama industri yang ada di Kawasan Ekonomi Khusus. Enggar menyatakan, defisit neraca perdagangan akan terjadi sesaat, namun akan meningkatkan ekspor di kemudian hari. ''Karena yang didorong, selain infrastruktur, juga banyak industri yang berorientasi ekspor,” paparnya.

BACA JUGA: Ekspor Pertanian Jayapura Meningkat Signifikan

BACA JUGA: Neraca Perdagangan Kembali Defisit

Di lain pihak, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Internasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyatakan, impor harus diimbangi dengan peningkatan ekspor jelang Ramadan.

”Pemerintah memang butuh waktu untuk pengendalian perdagangan untuk menunjukkan rapor yang positif. Saya lihat saat ini upaya pemerintah sudah berada dalam jalur yang tepat,” ujar Shinta.

Tren peningkatan permintaan domestik memang selalu terjadi pada masa Ramadan. Di berbagai sektor, peningkatan bervariasi antara 30 sampai 70 persen.

”Kebutuhannya biasanya terpusat pada makanan minuman, produk tekstil jadi, industri percetakan, dan sebagainya,” tambah Shinta.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengakui ada peningkatan produksi dari industri mamin untuk persiapan lebaran. Bahkan, tren itu terlihat sejak Maret.

Berdasarkan pantauan pihaknya, peningkatan produksi mencapai 30 persen dari rata-rata produksi industri tiap bulan. Peningkatan produksi terutama terjadi pada produk-produk mamin yang dibutuhkan masyarakat ketika memasuki Ramadan dan saat merayakan Lebaran.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, neraca perdagangan Indonesia yang saat ini surplus masih mengalami tantangan. Sebab, mayoritas ekspor hanya mengandalkan komoditas alam.

Indonesia belum termasuk sebagai negara pengekspor utama barang manufaktur atau barang-barang hasil inovasi lainnya. Di saat ekonomi global diramalkan melambat karena perang dagang AS dengan Tiongkok, ekspor Indonesia akan tertekan. Belum lagi Indonesia akan mengalami tantangan ekspor sawit dari Eropa.

Di sisi lain, Indonesia yang tahun lalu mempunyai defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) 2,98 persen diprediksi mengalami tantangan dalam upaya penurunan CAD. “CAD di atas 2,5 persen itu ibarat lampu kuning. Kita harus menekan CAD sampai di bawah 2,5 persen,” kata Piter.

Menurutnya, tantangan neraca dagang dan CAD masih akan terjadi hingga tahun 2020. Jika pemerintah atau pengusaha ingin neraca dagang surplus, maka banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan. Antara lain, memaksimalkan kebijakan yang sudah dikeluarkan sebelumnya. Seperti kebijakan B20, penurunan impor barang konsumsi lewat kenaikan pajak penghasilan (PPh) impor dan lain-lain.

Di samping itu industri dalam negeri juga harus memperbanyak penggunaan bahan dari dalam negeri agar Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) lebih maksimal. Cara lainnya, adalah dengan memanfaatkan daya beli masyarakat untuk mengonsumsi lebih banyak barang lokal.

“Keunggulan kita itu ada di konsumsi rumah tangga yang kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi paling besar. Ketika kita sulit mengekspor, maka konsumsi pasar domestik harus ditingkatkan. Itu salah satu yang bisa dilakukan,” urai Piter. (agf/rin/oni)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gebrakan Mentan Andi Amran Bikin Neraca Perdagangan Pertanian Surplus


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler