jpnn.com - MOHAMAD Aryanto Misnan, 23, merupakan salah satu WNI yang diculik kelompok militan Abu Sayaf. Kapten kapal TB Henri itu sempat dilarang pergi oleh ibunya Melati bru Ginting, berlayar ke Filipina. Karena takut anaknya menjadi korban pembajakan perompak. Seperti apa kisahnya ?
Deny Iskandar, Bekasi
BACA JUGA: Kimilsungia, Tanda Keakraban Bung Karno - Kim Il sung
Saat Indopos (Jawa Pos Group) menemui di rumahnya yang berlokasi di Komplek BTN Narogong, Jalan Garuda 6 No. 19 RT 03/22, Pengasinan, Rawalumbu, Kota Bekasi, Melati bru Ginting, 52, menjelaskan, Aryanto merupakan lulusan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Tangerang, tahun 2011.
Kali pertama kerja anaknya hanya sebagai chief officer di PT Trans Global Internasional Grahabaramukti.
BACA JUGA: Keris Bertuah dari Penjaga Makam, Ada Lambang Golkar
Lantaran saat berkiprah di tempat kerjanya dia memiliki segudang prestasi, akhirnya Aryanto Misnan dipercaya menjadi kapten di Kapal TB Hendri.
Anak ketiga dari lima bersaudara ini akhirnya dipercayakan untuk menahkodai perjalanan ke Filipina pada 15 Maret 2016. ”Padahal saya sudah larang agar tidak pergi ke Filipina. Karena sebelumnya sudah ada kapal yang dibajak,” kata Melati bru Ginting, Rabu (20/4) malam.
BACA JUGA: Makin Menggeliat, Kini Sudah Merambah Semua Lapisan
Namun, saat Rian panggilan akrab Mohamad Aryanto Misnan tetap berangkat. Melati mengaku telah mendapat pesan singkat dari anaknya agar mendoakan perjalanannya ke Filipina.
Dalam pesan tersebut, anaknya mengatakan kapal yang dinahkodai sedang mengirim Batu Bara ke Filipina itu dikawal oleh Kapal Perang Indonesia. ”Perasaan saya sedikit lega mendengar kabar itu,” jelasnya.
Tak disangka, malam harinya dia mendapat kabar dari teman Rian bernama Leo yang bekerja di bagian mesin. Leo mengungkapkan, bahwa Rian dan tiga anak buah kapal (ABK) lainnya diculik perompak.
“Awalnya saya tidak percaya Rian diculik, pas saya telepon perusahaannya. Rupanya benar dia diculik oleh militan Abu Sayyaf,” kata Melati.
Dan dia pun menyesalkan, lantaran ternyata kapal yang di nahkodai Rian hanya dikawal petugas perairan Indonesia saat keberangkatannya saja. Namun, untuk kepulangannya tidak dikawal. “Kalau pulangnya dikawal, sudah pasti anak saya tidak akan diculik seperti ini,” jelasnya.
Hingga kini, kata dia, pihak keluarga belum mengetahui perkembangan terbaru dari pemerintah Indonesia dan Filipina. Terlebih nomor ponsel Rian kini sudah tidak aktif lagi. Akan tetapi, kata dia, Kementerian Luar Negeri tengah berupaya untuk menyelamatkan Rian dan tiga ABK yang ditawan di Filipina.
Hingga kini, Melati pun tak menyangka, Rian bisa mengalami hal serupa seperti ABK kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang telah dibajak terlebih dahulu pada Maret 2016 lalu.
Melati meminta kepada pemerintah Indonesia agar bisa segera membaskan anaknya dari penyanderaan di Filipina. Apalagi, sampai sekarang pihak keluarga belum mendapat kabar kembali soal pembebasan anaknya.
”Terakhir pihak perusahaan tempat anak saya bekerja, di PT Trans Global Internasional Grahabaramukti memberi kabar pembajakan itu sudah diurus Panglima TNI. Tapi sampai sekarang sudah tidak ada kabar lagi, sejak berita pembajakan 15 April 2016,” katanya.
Melati menambahkan, saat ini, dirinya bersama keluarga masih menanti kedatangan puteranya itu. ”Saya sangat minta tolong kepada pemerintah agar segera bebaskan anak saya dari penyanderaan ini,” tandasnya. (*/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Mudah Menjadi Prajurit Kopassus
Redaktur : Tim Redaksi