Semua Pihak Harus Bersinergi untuk Atasi Stunting

Jumat, 27 April 2018 – 00:51 WIB
Suasana di salah satu Posyandu di Provinsi Riau. Foto Riau Pos/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Data World Health Organization (WHO) menunjukkan 7,8 juta dari 23 juta balita di Indonesia mengalami stunting akibat gizi buruk.

Angka itu menempatkan Indonesia di posisi lima besar negara dengan jumlah stunting terbanyak di dunia.

BACA JUGA: Perlu Kampanye Masif Tentang Bahaya Susu Kental Manis

Dalam rencana pembangunan menengah nasional (RPJMN), pemeritah menargetkan penurunan dari prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen menjadi 28 persen pada 2019.

Bahkan, Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas bersama menteri dan jajaran terkait lainnya seirus membahas penanganan stunting.

BACA JUGA: Lihat, Dua Anak Suku Asmat Anteng Digendong Jokowi

Jokowi meminta rencana aksi yang lebih terpadu dan memiliki dampak yang lebih konkret.

Mulai intervensi pada pola makan, pola asuh, dan juga yang berkaitan dengan sanitasi untuk menangani permasalahan stunting ini.

BACA JUGA: Susu Kental Manis Bukan untuk Anak-Anak

Sejumlah langkah yang akan dan telah dijalankan pemerintah untuk mencegah stunting di lingkungan masyarakat adalah dengan lebih memfokuskan program pemberian makanan tambahan di daerah-daerah yang memiliki angka stunting yang tinggi.

"Sebetulnya ini sudah dimulai dari tiga tahun lalu dengan pemberian makanan tambahan. Untuk tahun ini kita akan lebih menyasar dan fokus. Tahun ini kita akan fokus kepada desa-desa yang sudah kita tentukan. Tidak semuanya. Kita hanya fokus kepada 100 kabupaten dan kota," kata Jokowi belum lama ini.

Beberapa kabupaten yang dijadikan prioritas itu merupakan daerah yang mempunyai angka balita stunting tertinggi seperti di Sulawesi Tengah, NTT, Bali, hingga Papua.

Jokowi menambahkan, pogram tersebut juga melibatkan PKK dan posyandu daerah setempat.

Tujuannya untuk menggencarkan sosialisasi pola hidup sehat dan menambah asupan makanan yang diberikan.

“Melalui program pemberian makanan tambahan yang dijalankan pemerintah pusat baik berupa telur, ikan, kacang hijau, susu, juga tambahan biskuit seperti kemarin. Intinya makanan lokal akan lebih didahulukan,” ungkap Jokowi.

Anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Damayanti Rusli S mengatakan, pengentasan stunting yang krusial di Indonesia sekarang ini dapat dilakukan dengan cara menekan peningkatan kasus stunting, memantau pertumbuhan bayi dan balita, hingga melakukan terapi untuk bayi yang membutuhkan.

Menurut Damayanti, untuk mengatasi stunting harus dilakukan secara terstruktur.

Dia berharap Jokowi dapat mendorong gerakan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya stunting terhadap keberlanjutan generasi.

“Pemerintah juga harus menyamakan persepsi antara lembaga negara, kemudian melibatkan dan bukan mengucilkan industri. Menyatukan langkah untuk mencari solusi, termasuk mencari cara untuk mengantisipasi agar masalah ini tidak berulang,” ujar Damayanti.

Dokter anak subspesialisasi gizi metabolik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menegaskan, stunting adalah persoalan besar.

“Gizi buruk tak sekadar menjadikan bayi kuntet, IQ rendah, namun bisa menyebabkan hilangnya generasi berkualitas dan membuat daya saing bangsa menurun lantaran tak lagi memiliki generasi cerdas bermental pemimpin,” ungkap Damayanti.  

Mantan Deputi Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Kemenko PMK Rachmat Sentika mengatakan, penderita stunting memerlukan asupan yang tidak membutuhkan pencernaan dari enzim sehingga dapat pulih dalam waktu seketika. Menurut dia,  jika terjadi keadaan perlambatan pertumbuhan pada anak dan bayi, maka perlu diterapkan diet dan ketersediaan pangan khusus seperti formula 75 dan formula 100 termasuk edukasi cara membuatnya hingga kemudahan mendapatkannya di pasaran.

“Solusi yang saya sampaikan ini tidak perlu menimbulkan kontroversi dan serangan  kepada industri sebab langkah tersebut bukan untuk menggantikan peran ASI atau kebutuhan gizi balita yang alami,” kata Rachmat.

Rachmat menyambut baik keputusan Kepala BPOM Nomor 1/2018 tentang olahan pangan untuk gizi khusus yang memungkinkan intervensi racikan khusus untuk gizi buruk.

Menurut dia, keputusan tersebut merupakan terobosan besar yang memungkinkan solusi tercepat dalam hal pengatasan gizi buruk di tanah air.

“Industri pun harus diundang untuk terlibat memproduksi solusi untuk gizi buruk agar bisa mengatasi dengan segera persoalan stunting di Indonesia. Pemerintah harus mengambil kendali untuk melibatkan seluruh pihak khususnya industri agar tergerak menyelesaikan persoalan stunting,” tambahnya.

“Ketersediaan pangan khusus untuk keperluan intervensi ketika mulai terlihat faltering growth (perlambatan pertumbuhan) sudah selayaknya bisa masuk dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Sebab pangan khusus tersebut bukan semata susu formula melainkan asupan sumber pangan yang telah diracik khusus sebagaimana diatur WHO dan Codex Alimentarius,” kata Rahmat. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Minta Penurunan Angka Stunting di Indonesia


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler