jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai gerakan Minahasa Raya Merdeka hanya reaksi spontan atas ketidakpuasan. Menurutnya, pemerintah cukup mengedepankan dialog untuk meredam Minahasa Raya Merdeka yang menuntut referendum untuk memisahkan diri dari NKRI.
"Saya kira itu lebih pada perasaan ketidakadilan. Jadi itu bentuk simpati yang diekspresikan dengan berbagai cara, bisa saja salah satunya mencetuskan Minahasa merdeka," ujar Ray kepada JPNN, Sabtu (20/5).
BACA JUGA: Presidential Threshold Nol Persen Dianggap Lebih Objektif
Ray menegaskan, Minahasa Raya Merdeka cukup didekati dengan dialog. Sebab, tidak pernah ada pihak yang menggagas kemerdekaan hanya dalam waktu hitungan hari, apalagi disampaikan secara terang-terangan.
"Minahasa merdeka itu tentu tidak dalam kerangka sesungguhnya. Mana ada mau merdeka dibuat hanya dalam waktu tiga empat hari?” ucap Direktur eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) tersebut.
BACA JUGA: Pernyataan Ridwan Kamil Kemungkinan Bukan Alasan Sebenarnya
Karenanya Ray menyarankan pemerintah menyikapinya secara bijaksana. Pemerintah, katanya, tidak perlu buru-buru mengambil tindakan yang kurang baik.
"Baca konteks itu karena diperlakukan tidak adil, jadi hadapi dengan dialog. Tak perlu proses hukum. Kita ini sekarang sedikit-sedikit dibawa ke hukum," pungkas Ray.
BACA JUGA: Sekretaris FUI Al Khaththath Sakit Keras di Rutan Mako Brimob
Sebelumnya, di tengah aksi sejuta lilin untuk mendukung Ahok di Manado, Rabu (10/5) lalu, bergema keinginan sebagian kalangan mendirikan Minahasa Raya Merdeka. Gema itu terus berlanjut di media sosial, dengan adanya ajakan mendeklarasikan referendum Minahasa Merdeka di halaman kantor Gubernur Sulawesi Utara, Senin lalu (11/5).(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Kata Masinton soal Minahasa Raya Merdeka
Redaktur : Tim Redaksi