jpnn.com, JAKARTA - Banyaknya petani yang belum bisa menjual hasil panen secara langsung membuat serapan tembakau lokal masih rendah.
PT HM Sampoerna Tbk berusaha memaksimalkan hasil panen petani melalui integrated production system (IPS).
BACA JUGA: Pemerintah Diingatkan Jangan Selalu Menaikkan Cukai Rokok
Head of Fiscal Affairs and Communications Sampoerna Elvira Lianita mengungkapkan, pihaknya mengembangkan program tersebut sejak 2012.
’’Kini sudah ada sekitar 2.700 petani binaan di Nusa Tenggara Barat dengan total lahan lima ribu hektare,’’ kata Elvira.
BACA JUGA: Kasihan, Petani Tembakau Gagal Panen Akibat Debu Proyek Tol
Lewat program IPS, petani mampu meningkatkan produktivitas hingga 25 persen. Hal itu berdampak langsung pada pendapatan petani.
Sebelum bermitra, petani hanya mampu menjual dengan harga sekitar Rp 30 ribu per kilogram.
BACA JUGA: Wacana Pembatasan Impor Tembakau Ancaman Bagi Pabrik Rokok dan Buruh
Setelah petani bermitra, harga jual tembakau di tingkat petani bisa mencapai Rp 45 ribu per kilogram.
Para petani peserta IPS juga memperoleh dukungan teknologi, termasuk teknik pembakaran menggunakan sistem rocket barn yang mampu menghemat konsumsi bahan bakar hingga 16 persen.
’’Selain itu, ada alat aplikasi penghambat tunas yang mampu menghemat waktu pengerjaan hingga lebih dari 60 persen,’’ tutur Elvira.
Hingga kini, total petani yang bergabung dalam program IPS mencapai 27.500 orang.
Selain di NTB, mereka tersebar di beberapa daerah seperti Jember, Wonogiri, Malang, Rembang, Blitar, dan Lumajang.
Mereka telah menggarap lahan tembakau seluas 24 ribu hektare persegi.
Leaf Agronomy Manager PT HM Sampoerna Tbk Bakti Kurniawan menuturkan bahwa kini Sampoerna perlahan telah meninggalkan sistem pembelian daun tembakau dari pasar bebas.
’’Kami terus meningkatkan penerapan sistem pembelian dengan kontrak langsung melalui perusahaan pemasok tembakau yang bermitra dengan petani,’’ ujarnya.
Saat ini, pembelian tembakau dari petani kontrak tumbuh secara signifikan dari 12 persen pada 2011 menjadi 70 persen.
Selain itu, 70 persen kebutuhan tembakau Sampoerna kini telah dipenuhi oleh suplai dari petani.
Menurut Bakti, kini Indonesia masih mengalami kekurangan pasokan tembakau lokal.
Hal tersebut membuat beberapa industri rokok masih harus impor.
Untuk itulah, dia berharap program IPS mampu memaksimalkan serapan tembakau dari petani lokal.
’’Secara nasional, kebutuhan tembakau untuk industri adalah 340 ribu ton. Tapi, suplai yang tersedia hanya 200 ribu ton,’’ jelasnya. (pus/c20/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembagian yang tak Jelas, Mempersulit Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau
Redaktur & Reporter : Ragil