“Sertifikasi tanah gratis ini inimal dua hektare per kepala keluarga (KK) yang akan dilaksanakan pemerintah provinsi bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota, ujar Gubernur Kalteng, ketika membuka Rakor Damang, Camat dan Dewan Adat Dayak Kalteng di Palangka Raya, Minggu (12/12).
Gubernur ATN mengemukakan, tanah adat menurut Perda Kalteng Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat Dayak, merupakan tanah beserta isinya yang berada di wilayah kedamangan, desa, kelurahan yang dikuasai berdasarkan hukum adat, baik berupa hutan maupun bukan hutan dengan luas batas yang jelas.
“Tanah adat tersebut dapat menjadi milik perorangan maupun milik bersama yang keberadaannya diakui oleh damang kepala adat setempat
BACA JUGA: Pesta Adat Berau Butuh Dukungan Pusat
“Dalam waktu dekat pemerintah provinsi akan melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi tanah-tanah warga miskin maupun tanah adat dengan luas minimal dua hektare,” ungkapnya.Inventarsasi dan identifikasi tanah, lanjutnya, akan dilakukan damang dibantu para camatDitegaskannya, untuk menghindari penyalahgunaan sertifikat yang telah diterbitkan untuk tanah-tanah adat, pemerintah daerah bersama Badan Pertanahan Nasional akan memberikan syarat khusus pada sertifikat tanah yakni tidak dapat diperjualbelikan.“Walapun demikian, sertifikat saya harap tetap dapat dijaminkan ke bank karena seringkali masyarakat membutuhkan jaminan tanah untuk mendapatkan kredit usaha perbankan,” jelas adik kandung Ketua DPRD Kalteng R Atu Narang ini.
Sebelumnya Kepala Sekretariat Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Kalimantan Tengah, Siun Jarias, mengatakan selama ini secara yuridis hampir tidak ada lagi sejengkal pun tanah adat di wilayah itu karena ketiadaan payung hukum
BACA JUGA: Pemkab Kutim Tetap Melanggar
“Hampir semua tanah-tanah adat di 14 kabupaten/kota se-Kalteng tidak tercatat dan tidak memiliki surat tanah resmi dari badan pertanahan,” beber Siun.Akibat ketiadaan payung hukum terhadap tanah adat, imbuh Siun, telah berdampak pada sebagian besar tanah adat di Kalteng mengalami sengketa pengunaan tanah antara warga dengan investor dengan jumlah kasus mencapai 100 kasus sengketa, tersebar merata di 14 kabupaten/kota.“Sengketa tanah adat umumnya dengan perusahaan perkebunan dan pertambangan, yang tidak ada penyelesaian pastinya karena masyarakat lemah di pengadilan,” beber Siun
BACA JUGA: Pemprov Tak Turuti Tuntutan Wako
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gordon ke Pilgub Sulut Bermodal PKK
Redaktur : Auri Jaya