JAKARTA - Pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana menilai, demokrasi di Indonesia saat ini tengah sakitSalah satu indikasi demokrasi yang tengah sakit itu, kata Tjipta, hilangnya independensi anggota DPR sebagai wakil rakyat karena dirampas oleh partai politik
BACA JUGA: 70% Pekerja Tamatan SD Berpenghasilan Rendah
"Demokrasi kita sakit, karena hak-hak anggota DPR sebagai wakil rakyat telah dirampas habis oleh kepentingan partai politik," tegas Tjipta Lesmana, saat menjadi narasumber dalam seminar nasional bertema 'Pemilu 2014 Jangan Manipulasi Suara Rakyat,' yang diselenggarakan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) di hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (1/12).
Mayoritas anggota DPR saat ini, lanjutnya, hanya sebatas memperjuangkan syahwat politik partainya di parlemen
BACA JUGA: KPK Banyak Tangani Kasus dari KWS
Selain menuding partai politik penyebab sakitnya demokrasi, Tjipta Lesmana juga menyebut Setgab parpol pendukung Presiden SBY sebagai pihak yang ikut andil dalam mengacaukan sistem demokrasiDemikian juga halnya dengan presiden dan wakil presiden
BACA JUGA: Bela DIY, Anggota DPD Kritik SBY
"Wakil Presiden Boediono dimana-mana bicara tentang perlunya peningkatan kualitas demokrasiItu bagus untuk didengarTapi prakteknya makin jauh," ujar Ketua Program Studi Magister Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) ituGaya yang sama juga dilakoni oleh Presiden SBYKata Tjipta, dimana-mana SBY ngomong soal Pilkada jangan dinodai dengan politik uang, tapi politik uang itu malah makin menjadi-jadi.Terakhir, dia juga mengkritisi soal ambang batas parpol masuk parlemen sebesar 5 persen yang didisain oleh sembilan fraksi di DPR"Itu jelas-jelas mengamputasi demokrasi dan berbahaya bagi perjalanan demokrasi bangsa ini karena ambang batas itu akan menyingkirkan orang pintar dan mendorong para pengusaha untuk masuk parlemen," ujarnya.
Di tempat yang sama, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Valina Singka memprediksi pemilu 2014 mendatang bakal lebih heboh dibanding pemilu 2009"Indikasi itu terlihat dari empat proses yang saat tengah berlangsung yakni aspek undang-undang, penyelenggara, peserta dan pemilihSemua mirip dengan proses yang terjadi menjelang pemilu 2009 lalu," ungkapnya.
Secara spesifik, Valina mempertanyakan hingga saat ini daftar pemilih sementara (DPS) yang bakal dijadikan sebagai daftar pemilih tetap (DPT) masih belum lepas dari monopoli Kementerian Dalam Negeri"DPT itu, jantungnya pemiluDi manapun negara demokrasi di dunia DPT itu di bawah pengelolaan Badan Pusat Statistik (BPS), bukan di kementerian," jelasnya.
Demikian juga halnya terhadap DPT yang kacau, harus ada pihak yang bertanggung jawab"Di Jerman dan di beberapa negara demokrasi lainnya secara efektif memberlakukan hukuman pidana bagi siapa saja yang mengacaukan DPTDi Indonesia, ancaman hukuman pidana bagi pihak-pihak yang mengacaukan DPT tidak ada," pungkasnyaBahkan Tjipta Lesmana menambahkan, ada seorang Kapolda di Jawa Timur dalam Pemilu 2009 berniat untuk menginvestigasi kekacauan DPT di Jatim"Yang terjadi, justru dia yang dicopot dari jabatannya," imbuh Tjipta Lesmana(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPI Dinilai Terlalu Dini Lapor Polisi
Redaktur : Tim Redaksi