Si Cantik Gelisah karena Sang Panglima Belum juga Pulang

Kamis, 27 Oktober 2016 – 00:08 WIB
PENTAS. Seniman dan seniwati memainkan perannya dengan elok pada pementasan teater drama Musang Berjanggung di gedung Societeit de Harmoni, Minggu, 23 Oktober. Foto: NURHADI/ FAJAR

jpnn.com - SALAH satu karya sastra Melayu yang cukup terkenal, Musang Berjanggut. Ceritanya tentang kearifan lokal yang mampu mengatasi godaan tahta, harta, dan wanita.

EDWARD ADE SAPUTRA - Makassar

BACA JUGA: Kisah Sukses Seorang Nenek Berbisnis Susu Almond

Irama musik Melayu dengan lantunan lagu Selayang Pandang menjadi pembuka pentas Musang Berjanggut di Gedung Kesenian Sulsel Gedung Societeit de Harmoni. 

Di sela, irama musik yang lambat itu muncul seorang puteri di atas panggung. Namanya, Siti Syarifah.

BACA JUGA: Bulan Sura, Seluruh Desa Gelar Wayang Kulit

Perempuan berparas ayu ini ternyata isteri seorang panglima bernama Cik Awang. 

Dari raut wajahnya yang cantik terlihat ada perasaan yang ia pendam. 

BACA JUGA: Beginilah Nikmatnya Menaiki Sleeper Bus Pertama di Indonesia

Gelisah karena sang panglima belum juga pulang. Padahal, malam hari sudah larut.

Di tengah kegelisahannya, Cik Awang tiba-tiba muncul. Wajahnya lusuh. 

Perasaan gelisahnya pun hilang, tetapi ia tetap ingin mengetahui alasan sang suami terlambat pulang.

Cik Awang bercerita jika ia mendapat titah raja untuk menangkap seekor musang.

Mendengar cerita itu, Siti Syarifah tertawa kemudian bertanya, "Kanda takut amat, (padahal) hanya menangkap seekor musang saja?" 

Dengan nada suara yang sedikit berwibawa, sang panglima menjawab, musang yang dimaksud bukan sembarang musang, tetapi musang yang tidak pernah ada. 

Yaitu, musang berjanggut dan beruban. "Kalau tidak dapat saya akan dihukum kerat (gantung). Makanya saya pusing harus mencarinya di mana," kata Cik Awang yang berjalan mondar-mandir sambil menggaruk kepalanya.

Mendengar cerita suaminya, ia sadar jika perintah itu merupakan cara licik sang raja untuk menyingkirkan suaminya karena ingin menpersuntingnya sebagai isteri. 

Meski begitu, ia meminta Cik Awang meninggalkan rumahnya hingga beberapa waktu agar bisa menangkap musang berjanggut dan beruban.

"Kanda biarkan adinda membantumu untuk mendapatkan musang sesuai titah raja. Beri saya kepercayaan, niscaya aku akan mempertahankan hal itu," serunya. 

Tak berselang lama berselang Si Puteri mendapat informasi ada empat tamu agung akan bertandang ke rumahnya.

Empat tamu itu adalah, Datuk Hakim, Tumenggung, Datuk Bendahara, dan Sang Raja. Niatnya untuk mempersunting Siti Syarifah. 

Sadar maksud tujuan empat tamunya, ia pun memerintahkan Kolok menyambut para petinggi tersebut sesuai urutan. Mulai dari jabatan terendah hingga tertinggi.

Datuk Hakim mendapat giliran pertama. Puteri dengan dandanan yang super cantik menolak pinangan sang datuk dan memintanya bersembunyi di dalam peti karena Datuk Tumenggung akan datang. 

Datuk Tumenggung pun menyatakan niatnya meminangnya.

Alasan adalah Cik Awang akan digantung karena tidak akan menyanggupi titah raja. 

Tampang sangar Tumenggung berubah drastis setelah disampaikan Datuk Bendahara akan datang ke rumah puteri. Ia menyamar jadi patung.

Tiba dengan sekantong emas, Datuk Bendahara pun berniat meminang Siti Syarifah. Pinangannya ditolak. 

Sang puteri masih setia dengan Cik Awang. Datuk Bendahara naik pitam. 

Tetapi, kabar kedatangan sang raja juga ke rumah itu membuat nyalinya ciut. Ia bersembunyi di balik kursi.

Sang raja juga demikian. Ingin meminang Siti Syarifah. Lagi-lagi ditolak. 

Sang puteri pun menyampaikan jika suaminya sudah menangkap musang berjanggut dan beruban tersebut dalam peti.

"Kalau tidak percaya silahkan lihat sendiri," pintanya.

Tumenggung, Datuk Bendahara, dan Raja, mendekati peti dengan langkah yang pelan. 

Ketiganya silih berganti melihat isi peti. Di mana, dalam peti itu ada pria tua berjanggut dan beruban. Ia adalah Datuk Hakim. Kedoknya terbongkar.

Akan tetapi, Datuk Hakim menyampaikan jika ia berjanji akan menyebarkan perbuatan buruk ketiganya jika ia dihukum. 

Mendengar perkataan itu, sang raja langsung membenarkan yang ada dalam peti tersebut adalah musang berjanggut dan beruban. Ia pun tidak akan menghukum Cik Awang.

Sutradara Teater, Yudhistira Sukatanya menuturkan kisah tersebut merupakan gambaran sifat manusia yang selalu menggunakan kekuasan dan hartanya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. 

Akan tetapi, tidak semua orang selalu tergoda dengan silau harta dan kekuasaan.

Tetapi, mereka tetap dengan setia dengan pendirian yang dipegangnya. 

Satu lagi, kesetiaann pada pasangan akan selalu membuatnya untuk tetap teguh dalam segala hal merupakan sesuatu yang harus dilakukan hingga akhir hayat.

"Catatan yang ingin disampaikan juga adalah jangan hanya menilai orang dari luarnya saja. Pelajari segalanya. Ibarat bunga mawar yang sangat indah dan harum, tetapi di balik itu ada duri yang siap menusuk siapa saja yang ingin memetiknya," tutupnya. (*/abg/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu Desy, Menjadikan Matematika Bukan Pelajaran Horor


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler