jpnn.com - JAKARTA – Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menyebut nama Bahrun Naim, dalam rilis resmi kemarin (14/1). Jenderal polisi yang lama berdinas di satgas bom dan Densus 88 tersebut tanpa ragu-ragu menyebut Naim sebagai dalang aksi teror di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (14/1).
Siapa sebenarnya Bahrun Naim? Dia tergolong orang baru dalam dunia ikhwan jihadi. Dia merupakan rekrutan baru di Poso, bukan pentolan kelompok teror lama, Jamaah Islamiyah (JI).
BACA JUGA: Komjen BG: Kelompok Ini Mendapat Perintah dari ISIS
Namanya baru masuk pantauan setelah dia ditangkap Densus 88 pada 2010. Ketika itu Naim ditahan karena menyimpan 579 peluru dan sarung pistol dalam ranselnya. Dalam sidang, Naim divonis penjara dua tahun enam bulan saja.
Sebab, hakim tak menjeratnya dengan UU Pemberantasan Terorisme, melainkan pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12/1951 tentang kepemilikan amunisi, senjata api, dan bahan peledak.
BACA JUGA: NGERI! Masih Ada Lima Bom Aktif di Badan Pelaku yang Sudah Mampus Itu
Nama Naim di kalangan ikhwan jihadi lama kurang dikenal. ”Sepertinya dia itu Nu’aim. Bukan Bahrun Naim,” kata mantan pentolan ikhwan jihadi yang tak mau disebut namanya.
Dia menyebutkan, Naim sebenarnya sudah lama berada di Syria, bahkan dikira sudah mati. Sebab, sempat tak ada kabar tentang dirinya.
BACA JUGA: Ditangkap Densus Hingga Bawa Lari Mahasiswi ke Suriah
”Biasanya, kami seperti itu. Jika tak ada kabar beberapa lama, dianggap mati,” tuturnya. Menurut dia, orang Indonesia dikenal sebagai pejuang yang berani mati di kalangan ISIS. Karena itu, kebanyakan orang Indonesia ditempatkan oleh ISIS sebagai pejuang di garis depan. Namanya pejuang di garis depan, tentu saja mereka lebih rentan tewas duluan. ”Mereka (warga jazirah Arab, Red) biasanya justru di belakang,” imbuhnya, lantas tertawa.
Namun, ternyata Naim menjelma sebagai sosok penting. Bahkan, Tito menyebut Naim punya rivalitas dengan komandan kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, Rodulan. ”Mereka biasanya selalu bersaing satu sama lain,” ucapnya.
Rivalitas itu juga memiliki nilai politis dan strategis. Sebagai organisasi teroris yang disebut banyak badan internasional paling besar dan kaya, tentu saja aliran dana yang turun ke organisasi sayap juga besar. Itulah yang membuat Naim dan Rodulan berebut pengaruh di kawasan Asia Tenggara.
Selain punya rivalitas dengan Abu Sayyaf, Naim menjadi pendonor serta pengatur aliran uang dan manusia di Indonesia.
Dari sejumlah penangkapan mulai akhir tahun lalu, aparat menemukan bukti bahwa dia adalah penyandang dana kelompok Abu Jundi. Nama terakhir itu merupakan teroris yang tertangkap membawa bom rakitan di Solo.
”Dialah (Bahrun Naim, Red) yang membawakan uang ke Solo,” kata Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan.
Uniknya, uang itu dikirim melalui Istri Naim yang berinisial Z yang berada di Indonesia. Sayang, Z belum ditemukan. ”Semua masih ditangani,” jelasnya.
Anton juga menyebut Naim sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas pengiriman warga negara Indonesia (WNI) ke Syria. Sekaligus menjadi pengatur supaya WNI bisa bergabung di base ISIS di Syria dan Iraq.
Peran Naim semakin sentral karena ISIS kini memperkuat pesan jihad global sebagaimana yang pernah didengungkan Osama bin Laden dengan Al Qaeda-nya. Ironisnya, ISIS dan Al Qaeda sekarang adalah dua tanzhim jihadi yang justru bertarung satu sama lain.
Termasuk pula di Indonesia, terjadi ketegangan anggota JI yang berafiliasi ke Al Qaeda dengan kelompok Santoso dan simpatisan ISIS lainnya di Indonesia. Bahkan, banyak hubungan antara bapak dan anak maupun seseorang dengan keponakannya yang kemudian pecah.
Anton menambahkan, ada dugaan keterkaitan pelaku aksi teror Sarinah dengan yang telah tertangkap di Bekasi, Solo, dan Tangerang.
Sebenarnya polisi sama sekali tidak kecolongan. Sebab, upaya antisipasi dengan rangkaian penangkapan telah dilakukan. ”Kami total menangkap 16 orang yang merencanakan aksi saat Natal dan tahun baru loh,” ujarnya.
Dari penangkapan tersebut, dapat diketahui bahwa ada gabungan dari kelompok simpatisan ISIS di Indonesia. Hingga saat ini, kelompok itu masih didalami. ”Ya namanya bergabung karena sepemahaman, bisa jadi begitu,” jelasnya.
Sementara itu, mantan Ketua Mantiqi III JI Abu Tholut menyebutkan, kelompok yang berbaiat kepada ISIS sebenarnya telah bergabung dalam sebuah kelompok baru yang bernama Jamaah Anshor Khilafah Nusantara (JAKN). ”Kelompok itu yang menginginkan untuk melakukan sesuatu di Indonesia,” paparnya.
Siapa saja yang terlibat dalam kelompok JAKN? Tholut menyebutkan bahwa salah seorang anggota dewan pembinanya merupakan Ustad Abu Bakar Baasyir. ”Ya, begitu kenyataannya. Saya juga pernah diajak bergabung. Tapi, saya tidak mau,” ujarnya. (idr/JPNN/c11/ano)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Saran dari Mantan Kombatan
Redaktur : Tim Redaksi