SIMAK! Ini Penjelasan Mantan Pentolan Gafatar

Kamis, 14 Januari 2016 – 07:16 WIB
dr Rica digandeng suami saat tiba di Polda DIJ, Senin (11/1). Foto: Rizal Setyo Nugroho/Radar Jogja

jpnn.com - JOGJA - Ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dianggap sebagai kelompok yang membawa ajaran sesat. Dianggap sesat karena salah satunya ajarannya melarang anggotanya salat dan berpuasa. Hal ini dibantah mantan Ketua DPD Gafatar DIJ Yudhistira.

Ketua Gafatar DIJ periode 2012-2015 itu mengatakan, jika organisasi yang pernah dipimpinnya tidak pernah mengajak pengikutnya untuk tidak melaksanakan salat dan puasa seperti yang diungkapkan beberapa keluarga korban hilang.

BACA JUGA: Sejak 2013 Gafatar Jogja tak Aktif

”Ini yang perlu saya klarifikasi. Di Gafatar itu anggotanya tidak hanya Islam ada pula orang Nasrani, Konghucu, juga ada etnis Tionghoa. Artinya tidak mungkin to saya melarang beribadah. Mengenai salat atau tidak itu urusannya masing-masing, bukan ranah Gafatar. Keyakinan itu masing-masing,” kata Yudhistira saat dihubungi, Selasa (12/1) malam.

Kemudian saat disinggung mengenai Ahmad Musadeq, Yudhistira mengungkapkan, setiap orang bebas menentukan idolanya masing.

BACA JUGA: Kelasss.. Brimob Bisa Tangkap Pengedar Sabu-sabu

”Sesepuh di Gafatar DIJ itu saya. Kalau nasional tidak ada kaitannya dengan Ahmad Musadeq. Tidak pernah ada nama Ahmad Musadeq dalam struktur nasional,” ucapnya.

Ditanya lebih jauh mengenai pemikiran Ahmad Musaddeq apakah mempengaruhi organisasi Gafatar. Dia menjawab secara diplomatis, dan diserahkan ke masing-masing anggota.

BACA JUGA: Jual Rumah, Sekeluarga ke Kalimantan, Gabung Gafatar?

”Banyak anggotanya. Khususnya yang lebih dahulu pernah mendapatkan penyampaian pandangan pak Ahmad Musaddeq mungkin itu hanya sekadar padangan. Apakah para sahabat itu sepakat atau tidak, itu bukan keharusan mengikuti pandangannya,” tandasnya.

Diungkapkan, Gafatar telah berada di hampir seluruh wilayah Indonesia. Mereka mengaku bergerak dalam usaha ketahanan pangan dan bakti sosial. Mantan Ketua Gafatar DIJ Yudhistira mengatakan, anggota organisasinya mencapai dua ribuan orang.

”DIJ secara resmi tidak tahu. Seingat saya dua ribuan, tepatnya lupa. Saya menjabat 2012-2015. Kalau kantor di taman kuliner itu untuk kegiatan baksos, donor darah. Kegiatan kita bertani, yang punya sisa tanah mengolah tanah atau memelihara ayam,” ujarnya kepada sejumlah wartawan.

Disinggung mengenai program eksodus ke Kalimantan, dia membantah hal tersebut menjadi konsentrasi Gafatar. Meskipun dari dokumen yang ada diketahui program eksodus sudah dirintis sejak 2014.

”Kalau yang mengajak ke Kalimantan tolong diklarifikasi dulu ke pihaknya. Opini publik yang dibangun itu karena dikaitkan Gafatar atau itu urusan rumah tangga. Diperjelas dulu, Gafatar yang mana, orang sudah bubar Agustus 2015. Saya bukan lagi ketua DPD, sudah mantan. Gimana kok baru sekarang isunya digoreng,” katanya setengah bertanya.

Sementara itu, salah seorang mantan pengurus Gafatar HD (bukan nama sebenarnya) menceritakan pengalamannya ?sebagai seorang pengurus di sebuah daerah di ujung Indonesia. Pengurus tingkat DPD ?tersebut melalui telepon selulernya mengungkapkan, Gafatar merupakan organisasi kemasyarakatan yang bersifat sosial dan mempromosikan ketahanan pangan.

”Gafatar itu organisasi yang bergerak melalui bakti sosial dan mempromosikan ketahanan pangan,” katanya melalui sambungan telepon kepada Radar Jogja, Selasa (12/1) lalu.

Menurutnya, secara resmi organisasi yang pernah dipimpinnya, sudah bubar secara nasional pada tahun 2015. Menurutnya, pembubaran Gafatar karena dianggap sesat oleh ulama di daerahnya. ”Secara nasional sudah bubar tahun 2015, dan sekarang tidak tahu,” ucapnya.

Disinggung mengenai apakah Gafatar melarang anggotanya menjalankan ibadah, seperti puasa dan salat. Dia membantah jika ibadah tersebut dilarang dalam organisasinya. ”Kalau itu harus dipisahkan dengan Gafatar, itu harus dipisahkan. Kita hanya bergerak dalam bidang ketahanan pangan dan pertanian,” tandasnya.

Dia mengaku tidak sepakat jika Gafatar dianggap aliran sesat. Menurutnya, Gafatar juga sempat besar, di mana sebelumnya sudah terdapat 24 Dewan Pengurus Daerah (DPD) tingkat provinsi.

”Di seluruh Indonesia telah ada 24 DPD Provinsi, itu terang-terangan untuk dideklarasikan. Karena larangan tersebut, kemungkinan juga ikut bubar sejak dianggap sesat tahun 2015 lalu,” tandasnya.

Sehingga saat ini jika ada gerakan ?di sekitar Kalimantan yang menjadi tujuan warga Jogjakarta dan sekitarnya yang menghilang, dia mengaku tidak tahu. ”Yang sekarang ini bukan Gafatar, tapi kalau mantan (anggota Gafatar) saya tidak tahu. Karena Gafatar sudah resmi bubar tahun lalu. Setelah dibubarkan, saya tidak tahu lagi,” katanya.

Dia mengaku, setelah dibubarkan, dia juga tidak menghubungi pengurus Gafatar nasional. Dia juga menyebut, tidak ada lagi kontak dengan para pengurus di pucuk pimpinan. ”Setelah dibubarkan, kontak saya hilang semua,” pungkasnya. (riz/ila/sam/jpnn)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ha ha ha, Markas Gafatar pun Ikut-ikut Hilang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler