Beberapa minggu yang lalu, Angie Yen, perempuan asal Brisbane di Australia yang berusia 27 tahun mengunggah sebuah video di TikTok.

"Saya bangun dan berbicara dalam aksen Irlandia," bunyi caption videonya, "#Sendhelp" (tolong kirim bantuan).

BACA JUGA: Negara Bagian Victoria Usulkan Perbaikan Aturan Bagi Pekerja Pengantar Makanan

Ceritanya persis seperti bagaimana kedengarannya.

Sepuluh hari setelah operasi amandel, ketika sedang bernyanyi saat mandi, Angie menyadari aksen Australianya telah hilang.

BACA JUGA: Australia Dapatkan Vaksin Ketiga Moderna, AS Tawarkan Kesempatan Menang Undian Bagi yang Mau divaksinasi

Dan dia malah mulai berbicara dengan aksen Irlandia.

"Ketika pertama kali hal itu terjadi, saya benar-benar kaget," kata Angie.

BACA JUGA: Korban Tewas Bertambah Seiring Peningkatan Konflik Palestina-Israel

"Waktu itu saya sedang siap-siap untuk wawancara [kerja] yang akan berlangsung satu jam lagi. Dan pada saat itu, saya tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Karena saya tidak merasa itu adalah tubuh saya. Saya merasa seperti bangun dari mimpi aneh."

Mungkin muncul pertanyaan di benak Anda ketika membaca cerita Angie. Sebelum melanjutkan, kami membantu menjawabnya untuk Anda. Tidak, Angie tidak mengunggah video itu untuk mendapat 'likes' di TikTok. Dia mengatakan (dan juga sudah berkali-kali menjelaskan di TikTok nya). Dia hanya ingin kembali berbicara dengan aksen Australia. Ya, yang dialami Angie sudah pernah dialami orang lain, kondisi ini dinamakan sindrom aksen asing, dan kami akan menjelaskannya untuk Anda. Tidak, Angie tidak bisa kembali menggunakan aksen Australianya. Apa itu sindrom aksen asing?

Menurut Dr Karl, sindrom aksen asing adalah fenomena langka di mana seseorang mulai berbicara dengan aksen yang berbeda karena gangguan yang terjadi di bagian otak tertentu.

"[Gangguan ini] bisa dalam bentuk cedera kepala, stroke, operasi, diabetes...atau sesuatu yang bahkan tidak kita ketahui," katanya.

"Intinya, itu sebenarnya bukan soal aksen...tapi ada bagian otak yang tidak lagi bisa melakukan proses kompleks yang sangat penting untuk bisa berbicara. Kita bisa memahami perkataannya. Tapi itu bukan aksen yang sebenarnya."

Sejak kejadian beberapa minggu yang lalu itu, Angie setiap harinya merekam dirinya sendiri berbicara dengan aksen barunya di TikTok.

Dia bercerita kepada pengikutnya tentang pertemuannya dengan dokter spesialis, mencoba mabuk untuk melihat apakah aksennya akan berubah, dan mencoba mengucapkan kata-kata bahasa gaul Australia. Berduka karena kehilangan aksennya

Angie tahu ceritanya mungkin terdengar lucu, tapi menurutnya ini adalah kejadian besar dalam hidupnya yang sulit untuk dijalani.

"Saya masih menjalani lima tahap berduka. Kebanyakan orang berpikir ini lucu, beberapa malah berharap mendapatkan aksen ini saat bangun tidur," kata Angie.

"Tapi saya besar di sini [Australia], sekolah di sini, dan [sekarang] saya tidak merasa mengenal tempat ini."

Hal lain yang juga memberatkan Angie adalah dia tidak tahu apa yang akan dialaminya ke depan, atau bagaimana kondisi ini akan memengaruhi kesehatannya di masa depan.

"Ada implikasi neurologisnya. Dan sekarang, saya tidak tahu apakah ini sindrom atau gejala penyakit yang lebih parah," ujar Angie.

"Jadi saya harap saya bisa mendengar jawaban dokter spesialis dan pakar di bidang ini."

Dr Karl mengatakan perubahan aksen bukanlah hal yang sepele, cara kita berbicara berperan besar dalam menunjukkan siapa diri kita.

"Masalahnya [dengan sindrom aksen asing] adalah karena cara Anda berbicara menunjukkan sebagian identitas Anda."

Dr Karl mengatakan Angie bisa memperbaiki aksennya melalui sekolah akting, namun beberapa ahli patologi yang menghubungi program radio Hack mengatakan penanganan sindrom aksen asing hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki kapasitas.

Angie masih tidak tahu mengapa aksennya bisa berubah, apakah akan pernah hilang, atau apakah perubahan ini akan memiliki implikasi besar dalam hidupnya.

Tapi sementara itu, dia berharap untuk dapat meningkatkan kesadaran orang-orang tentang kondisinya dan tidak menghiraukan netizen yang menuduhnya berpura-pura.

"Mudah sekali untuk membantah kenyataan hidup seseorang jika tidak menghidupinya sendiri. Jadi saya berharap melalui platform TikTok, saya dapat menggugah kesadaran akan kondisi yang sangat langka dan berdampak luar biasa ini."

Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel ABC News dalam Bahasa Inggris.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengalaman Warga Indonesia Mengurus Pemakaman Anggota Keluarganya di Australia

Berita Terkait