JAKARTA--Peneliti Politik LIPI, Syamsudin Haris, menegaskan sejak pelaksanaan amandemen UUD 1945 pada tahun 1999, pelaksanaan pemerintahan serta obsesi penguatan presidensil tidak konsisten dilakukan.
"Substansi konstitusi hasil amandemen tidak sepenuhnya memerkuat sistem presidensil," katanya saat dialog kenegaraan bertema 'Sistem 'Presidensial Cita Rasa Parlemen', Rabu (2/11), di Jakarta.
Memang, kata dia, dalam amandemen UUD itu presiden dipilih secara langsung dan memperkuat jabatan presidenNamun, lanjut Syamsudin, kekuasaan presiden malah dibatasi
BACA JUGA: Usulan Formasi Mendesak, Mayoritas Ditolak
Sebaliknya kekuasaan DPR diperluasBACA JUGA: Disomasi, MenkumHAM Diminta Siap-Siap
Hanya saja DPD ini tidak jelasBACA JUGA: Hafiz jadi Tersangka, KPU Didesak Bentuk DK
Itu faktanya," ujarnya.Ia menambahkan, kalau skema awal amandemen memperkuat presidensil, harusnya dalam konteks presidensil makin melembaganya mekanisme saling mengawasi.
"Kalau mekanisme dilembagakan DPD tentunya memiliki wewenang legislasiSupaya, DPR yang mewakili penduduk ada yang mengoreksi mengawal, mengawasi, yakni DPDDisitulah check and balances diantara lembaga parlemen," katanya.
Tapi, tegasnya hal itu tidak dilaksanakanKalau dilaksanakan DPR tidak muncul sebagai lembaga superbody seperti yang ada kenal saat ini.
"Seperti ketika Banggar dipanggil (KPK), DPR panikSeolah-olah tidak boleh diutak-atikPadahal mereka itu bawa mewakili rakyatMereka harus tunduk pada hukum seperti semua pihak lain yang juga tunduk pada hukum," ungkapnya lagi.
Sekarang sistem presidensial malah lemah, apalagi ketika DPR memiliki hak konfirmasi untuk persetujuan hampir semua pejabat publik yang tentunya itu wewenang presidenTermasuk juga dalam pengangkatan duta besar
"Padahal, pengangkatan pejabat publik dalam skema presidensil adalah otoritas presidenDimanapun sistem presidensil dilakukan, di negara latin, Amerika Serikat, Philipina dan lain-lain pengangkatan pejabat publik itu wewenang presiden," jelasnya lagi.
Sekarang, tegasnya, presiden tidak lebih seperti tukang pos mengantar nama ke SenayanKemudian, Senayan, menentukan siapa yang akan duduk di lembaga atau komisi negaraPresiden nanti tinggal tandatangan"Padahal ini adalah pelemahan presidensial dengan adanya hak konfirmasi yang dimiliki dewan," katanya.
Menurut dia, selama ini DPR dalam melakukan pengawasan terjebak dengan hak Interplasi, Hak Menyatakan PendapatUjung dari HMP itu adalah mosi tak percaya"Ujung-ujungnya menyebabkan kabinet jatuh," tegasnya(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemberian Remisi Harus Diperketat
Redaktur : Tim Redaksi