jpnn.com, CIREBON - Sistem zonasi penerimaan siswa baru tahun 2017, seperti diatur Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 17/2017, tidak diterapkan untuk jenjang SMA dan SMK.
Kepala Balai Wilayah V Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar), Dra Hj Dewi Nurhulaela MPd mengatakan, acuan yang digunakan ialah Peraturan Gubernur (Pergub) 16/2017 tentang pedoman penerimaan peserta didik baru (PPDB).
BACA JUGA: Plus Minus Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Baru
“Ada zonasi, tapi menggunakan sistem khusus. Aturan ini sudah kita sosialisasikan,” ujar Dewi, kepada Radar Cirebon (Jawa Pos Group), Jumat (26/5).
Dewi memastikan, SMA dan SMK, tidak menggunakan batas kelurahan. Kalaupun ada zonasi yang diatur dalam produk hukum gubernur Jabar itu, batas maksimal 17 kilometer dari sekolah.
BACA JUGA: Mendikbud Muhadjir Adopsi Sistem Zonasi Pendidikan di Jawa Timur
Begitu juga penentuan rombongan belajar dan jumlah siswa. “Disdik Jabar punya sistem khusus,” sebutnya.
Dewi menjelaskan, saat mendaftar secara online, calon peserta didik melampirkan scan KTP dan Kartu Keluarga (KK).
BACA JUGA: Tahun Ini Masuk SMK Harus Ikuti TPA dan Tes Fisik
Dari data kependudukan akan terbaca alamat calon peserta didik. Dengan sistem general positioning system (GPS), secara otomatis akan menentukan calon peserta didik terdekat dan terjauh.
Sistem khusus ini sangat rahasia. Bahkan, Disdik Jabar sendiri tidak mengetahui operasionalnya, karena dijalankan oleh tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Tujuannya, untuk mencegah kecurangan dan meminimalisasi titip menitip. Perempuan berkacamata ini optimis dengan sistem yang disebutnya canggih dan update.
“Satu detik setelah penutupan pendaftaran, nama peserta didik yang diterima otomatis langsung muncul,” tuturnya.
Dewi menjelaskan, SMAN 1 dan SMAN 2 Kota Cirebon maksimal 12 ruang kelas dengan rombel per kelas maksimal 36 orang.
Artinya, dua sekolah itu masing-masing maksimal menerima 432 siswa. Lebih dari itu, kepala sekolah bisa dikenakan sanksi.
Mengenai batas maksimal zonasi 17 kilometer, Dewi menyebutkan, tujuannya agar warga Kabupaten Cirebon tidak bersekolah di Kota Cirebon. Sebab, setiap daerah sudah memiliki sekolah.
Semangat pemerataan pendidikan dan prinsip berkeadilan berlaku. Adapun kuota zonasi, untuk SMA maksimal 40 persen. Sedangkan SMK paling banyak 60 persen dari total jumlah peserta didik.
Dari 40 dan 60 persen maksimal itu, masih terbagi lagi untuk siswa miskin dan terdekat. “Kita tidak menerapkan permendikbud, karena kita pakai pergub,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Cirebon Drs Asep Dedi MSi mengatakan, sistem zonasi dengan batas kelurahan untuk SMP dan SD, merupakan langkah baik dalam upaya pemerataan pendidikan.
Sehingga kedepan tidak ada lagi sekolah favorit. “Semua sekolah sama. Saya mendukung sistem zonasi kelurahan,” ucapnya.
Dengan adanya zonasi, Asep menilai, tidak perlu menggunakan ranking nilai. Sehingga semua siswa bisa merasakan akses pendidikan yang sama. Baginya, yang terpenting tidak ada lagi aksi titip menitip.
“Saya kira ini baik, semua sekolah akan menerima siswa sesuai rombel. Tidak ada lagi pilih-pilih dan pemaksaan kehendak,” katanya.
Asep mendesak sistem ini disosialisasikan ke orang tua. Sebab, aksi titip menitip itu kerap dilakukan karena orang tua tidak kuasa menolak keinginan anaknya yang ingin masuk ke sekolah tertentu. (ysf)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Siapkan Dua Regulasi Terbaru untuk Tahun Ajaran Baru
Redaktur & Reporter : Soetomo