jpnn.com, JAKARTA - Praktisi hukum Alfons Loemau mengatakan, KPK harus mengikuti hasil audit BPK dalam menyidik kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Menurut dia, hasil audit BPK 30 November 2006 menyatakan proses pemberian SKL BLBI clear alias tidak ada masalah.
BACA JUGA: Kasus BLBI Bisa Jadi Amunisi Ampuh untuk Bidik Lawan Politik
Alfons menegaskan, hasil audit itu harus menjadi acuan KPK mengingat BPK sebagai lembaga tinggi negara yang bekerja berdasarkan amanat undang-undang.
“Kalau itu tidak dijadikan acuan, buat apa ada BPK,” katanya.
BACA JUGA: KPK Periksa Menko Perekonomian Era Megawati untuk Kasus BLBI
Dia mejelaskan, pasal 23 ayat 1 UU nomor 15 tahun 2006 tentang BPK menyatakan, tugas BPK memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
Hasil pemeriksaan dilaporkan dan ditindaklanjuti lembaga perwakilan dan atau badan sesuai UU seperti Kejaksaan Agung, Polri dan KPK.
BACA JUGA: BPK Ungkap Soal Temuan Dana Desa yang Dibawa Kabur
“Hasil audit BPK adalah dokumen resmi negara yang menjadi acuan bagi siapa pun. Bukan sekadar laporan biasa,” ujar Alfons.
Dalam laporannya, kata Alfons, BPK menyatakan SKL itu layak diberikan kepada pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia.
Pemegang saham BDNI Sjamsul Nursalim telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA, serta perubahan-perubahannya dan sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam hal ini Instruksi Presiden nomor 8 tahun 2002.
Audit BPK dilakukan dalam rangka pemeriksaan atas laporan pelaksanaan tugas Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Pemeriksaan atas Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, yang bertujuan untuk menilai kepatuhan pada peraturan, kebijakan pemerintah.
Termasuk pemeriksaan perjanjian yang telah disepakati, kewajaran jumlah kewajiban pemegang saham yang telah ditetapkan, efektvitas pengalihan dan pengelolaan aset eks pemegang saham pengendali dan penyelesaian akhir PKPS.
Audit itu satu per satu atas 10 obligor yang masuk program penyehatan BPPN. Menurut Alfons, dalam proses penegaan hukum sesuai dengan pasal 184 KUHAP ada dokumen dan keterangan ahli.
Nah, kata dia, salah satu yang dimaksud salah satunya adalah dokumen resmi BPK untuk mengungkap suatu perkara pidana.
Alfons menambahkan, di dalam UU Tipikor diatur secara limitatif siapa yang memiliki kewenangan audit dan yang harus dipakai dalam menentukan kerugian negara.
“Secara lugas UU Tipikor mengamanatkan lembaga pemeriksa keuangan dalam hal ini BPK adalah yang memiliki tugas untuk menentukan besaran kerugian negara,” papar Alfons. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bu Ayin Mengaku Sakit, Baru Mau Diperiksa KPK Sebulan Lagi
Redaktur & Reporter : Boy