BACA JUGA: Ketika Rano Karno Merindukan Dunia Seni
Berikut laporannyaMAJELIS Tarjih dan Tajdid (MTT) merupakan organ Muhammadiyah yang diberi tugas menyikapi masalah modern dan kekinian
BACA JUGA: In Memoriam Ramdan Putra Aldil Saputra
Salah satu produk dari lembaga ini adalah fatwaBACA JUGA: Gaji Besar, Penampilan Klimis dan Trendi
Banyak yang mengamini, banyak yang menolakTermasuk yang tidak "mengamini" adalah Amien Rais, mantan ketua PP Muhammadiyah"Fatwa ini berlaku berangsur-angsurTidak serta-merta," kata Prof Dr Syamsul Anwar, ketua MTT PP Muhammadiyah, dalam diskusi di Gedung Graha Pena, Surabaya, kemarin (31/3)Muhammadiyah juga memikirkan bagaimana mengonversi petani tembakau menjadi petani kentang, misalnyaSebab, banyak di antara petani tembakau itu warga Muhammadiyah juga
Selain itu, dimaklumi pula bahwa perokok, termasuk yang warga Muhammadiyah, tidak bisa langsung stop merokok setelah keluar fatwa tersebut"Kami memahami, ada proses untuk berhenti merokok," tambah dosen UIN Sunan Kalijaga ituYang penting ada kemauan untuk menyadari bahwa mudharat merokok jauh lebih banyak daripada manfaatnya (yang menjadi dasar pengharaman merokok).
Proses berhenti merokok yang tidak mudah ini juga diakui oleh Guntur PrayitnoPeserta diskusi ini mengatakan sulit melepas ketergantungan pada merokok"Saya menyadari ini haram dan berdosa. Karena itu, sedapat-dapatnya saya berusaha berbuat baik sebanyak-banyaknya di bidang lain demi menutup dosa ini," kata kepala editor bahasa Jawa Pos tersebut.
Guntur mendukung sepenuhnya fatwa haram itu dan minta Muhammadiyah tidak surut langkah. Salah satu yang dia sadari sebagai muslim yang merokok adalah tidak sejalannya antara doa dengan perbuatan"Dalam doa, saya minta kesehatan, tetapi melakukan perbuatan yang berlawanan dengan doa ituHaramnya terutama di situ itu," ujarnya.
Meskipun tidak langsung diterima, MTT yakin bahwa fatwa tersebut sejalan dengan perkembangan kontemporerPengharaman itu merupakan proses panjangTembakau, bahan dasar rokok, memang tidak disebut dalam Alquran maupun hadisTembakau sebagai bahan rokok baru ditemukan sekitar 500 tahun lalu
Sebagai sesuatu yang "baru?, kata KH Muammal Hamidy Lc dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim, waktu itu fikih menyikapi soal itu dari akibatnya"Merokok tidak apa-apa, dianggap mubahKalau bau, merokok dianggap makruhKalau jadi teler, merokok dianggap haram," kata ulama senior itu
Lama-kelamaan ditemukan mudarat tembakau dari segi kesehatan karena ilmu berkembangSangat banyak kajian ilmu kesehatan yang menyebut akibat buruk merokokDr MSaad Ibrahim, koordiator Tarjih, Tajdid, dan Tabligh PWM Jatim, menyebut data pada 1999 rakyat belanja buku dan koran Rp 1,9 triliun, tetapi belanja rokok Rp 47 triliunOrang miskin juga mengalokasikan pendapatannya untuk rokok dengan persentase sangat besar.
Kemudaratan itu makin kentara. "Maka, makin kuat dasar untuk mengharamkannya," tandas Muammal yang ayahnya pengusaha rokok ituMinimal, dengan pengharaman tersebut, perokok akan "sungkan"
Bukan hanya rokok yang diharamkan secara berangsur-angsurProf Dr Hamim Ilyas, pakar dari MTT PP Muhammadiyah, memberikan contoh opium atau canduPada 1930-an, di Kotagede, pusat pengembangan Muhammadiyah, banyak pedagang dan pengguna canduWaktu itu candu dianggap komoditas yang sah dan "tidak haram?
Kini candu dan narkoba umumnya menjadi barang ilegalUmat Islam pun mengharamkannyaMeski tidak ada dalam Alquran dan hadis, tidak ada yang menentang pengharaman ituAlasannya, salah satunya, mudarat merokok sangat besar daripada manfaatnya. Masyarakat menerima tanpa keberatan
Penerimaan masyarakat itu, kata Hamim Ilyas, akan turut menentukan bagaimana penerapan fatwa haram merokok tersebutDia mencontohkan fatwa ulama Arab Saudi Abdul Aziz bin Baz yang mengharamkan radio dan televisiFatwa itu tidak laku karena orang tidak memedulikannya"Terjadi kesenjangan antara official religion (agama baku elite, Red) dan popular religion (agama rakyat)," tandas Hamim yang guru besar UIN Sunan Kalijaga ituPenerimaan umat pula yang akan jadi ujian fatwa rokok tersebut
Bagaimana soal isu Muhammadiyah dalam hal kesenian, gender, dan pengeras suara" Baca kelanjutannya besok(sep/c1/roy/bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jatim Lebih Suka Jepang, Kelompok Medan Bule
Redaktur : Tim Redaksi