Soal RUU Kesehatan, Menteri Kesehatan Diminta Belajar ke Organisasi Advokat

Rabu, 10 Mei 2023 – 10:28 WIB
Demi RUU Kesehatan di Senayan, Jakarta. Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Beberapa hari terakhir ribuan tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi kesehatan yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia menggelar aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Lima organisasi profesi kesehatan tersebut menilai pembahasan RUU Kesehatan terlalu terburu-buru dan tidak menampung masukan dari organisasi kesehatan.

BACA JUGA: KRPI: RUU Kesehatan Berpotensi Melemahkan Tenaga Kesehatan

Selain itu, RUU Kesehatan berpotensi melemahkan perlindungan dan kepastian hukum serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.

Menanggapi hal itu, praktisi hukum Hendra Setiawan Boen mengakui tujuan pemerintah terutama Menteri Kesehatan dengan RUU Kesehatan sebenarnya baik.

BACA JUGA: Ratusan Perawat Gelar Demo di Kemenkopolhukam, Minta RUU Kesehatan Dicabut

Menurut dia, pemerintah pengin membuka akses masyarakat ke dokter dan dokter spesialis dengan menghilangkan hambatan-hambatan, sehingga mengurangi warga Indonesia berobat keluar.

Namun, cara dan logika berpikir pemerintah tersebut salah serta tidak cermat.

BACA JUGA: Pergerakan Advokat Menilai RUU Perampasan Aset Uji Komitmen Jokowi

Menurut pandangan Hendra, RUU Kesehatan membuka organisasi payung profesi kedokteran selain IDI.

Hal itu sangat berbahaya sebab tidak ada lagi organisasi yang menjamin kompetensi dokter di Indonesia dan menegakan etika kedokteran.

Sekarang kalau dokter yang dihukum satu organisasi profesi kedokteran karena melanggar etika maka dengan mudah dia bisa pindah organisasi atau, bahkan mendirikan organisasi sendiri.

"Akibatnya semua calon pasien akan dirugikan karena tidak ada jaminan kualitas dokter yang menjadi tumpuan dan harapannya untuk sembuh," ujar dia dalam keterangannya, Rabu.

Hal itu sudah terjadi kepada profesi advokat dan niscaya akan terjadi juga pada profesi kedokteran.

Walaupun UU Advokat mengatur hanya ada satu organisasi Advokat, tetapi sekarang organisasi advokat sudah menjamur sehingga melahirkan banyak masalah di lapangan.

Dia memberi contoh orang mengaku sebagai advokat padahal bukan atau orang memakai ijazah SH palsu, tetapi dapat diambil sumpah sebagai advokat atau advokat, tetapi dalam berpraktek kerap melanggar hukum dan etika.

Kalaupun advokat bermasalah tersebut dihukum oleh organisasi tempatnya bernaung, yang bersangkutan bisa pindah ke organisasi lain atau, bahkan mendirikan organisasi sendiri tanpa menjalani sanksi etik satu haripun.

Andaipun advokat bermasalah itu terjerat pidana maka dia akan kembali berpraktik setelah keluar dari penjara.

Dalam hal itu yang dirugikan tentu saja klien atau orang yang berhadapan dengan hukum, tetapi terjebak memilih advokat bermasalah.

Apabila itu terjadi pada profesi kedokteran maka akibat negatif akan jauh lebih besar.

Orang salah menunjuk advokat mungkin akan kehilangan materi uang atau masuk penjara. Namun, orang salah memilih dokter, kemungkinan terburuk atau mengalami gangguan kesehatan akut atau, bahkan meninggal dunia.

Kalau begitu, tujuan pemerintah terutama Menteri Kesehatan dengan RUU Kesehatan memperbaiki kualitas dokter bukan saja tidak tercapai, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas dokter-dokter Indonesia.

Kalau kualitas dokter Indonesia turun, tentu makin banyak orang Indonesia lebih memilih berobat di luar negeri daripada salah diagnosa oleh dokter spesialis hasil karbitan di Indonesia karena RUU Kesehatan mempermudah siapa saja menjadi dokter spesialis.

"Padahal dokter spesialis seharusnya adalah orang dengan keahlian khusus sehingga memang tidak bisa siapa saja jadi dokter spesialis apabila tidak memiliki kompetensi untuk itu," imbuh dia.

Terakhir, perlu juga diingatkan bahwa Indonesia baru saja melewati pandemi dan pejuang terdepan ialah para tenaga kesehatan.

Tidak sedikit dari mereka yang gugur dalam bertugas, baik karena kelelahan maupun tertular covid dari pasien.

"Bangsa ini berutang budi besar kepada profesi kesehatan. Kalaupun kita tidak bisa membalas jasa mereka, setidaknya jangan pula kita menzolimi pahlawan-pahlawan jaman modern Indonesia dengan mendegradasi profesi kesehatan Indonesia," pungkas Hendra. (rdo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Peringatan May Day 2023, Buruh Kecam RUU Kesehatan, Siap Gelar Aksi Besar


Redaktur & Reporter : M. Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler