Solar-Mitan Tunggu Harga Minyak Stabil

Tarif Angkutan Tak Mau Turun

Sabtu, 08 November 2008 – 02:50 WIB
JAKARTA - Pemerintah masih menunggu harga minyak mentah dunia stabil di kisaran USD 60 per barel dalam dua bulan ke depanJika harga minyak mentah bisa bertahan pada posisi itu, harga solar dan minyak tanah (mitan) baru bisa diturunkan

BACA JUGA: BUMN Siap Gabung Northstar

’’Kira-kira yang realistis kalau (harga minyak mentah) sudah ke USD 60 per barel, pas dan stabil satu sampai dua bulan, baru diubah lagi,’’ kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta di Jakarta Jumat (7/11).

Dua hari lalu pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi jenis premium Rp 500 per liter menjadi Rp 5.500 per 1 Desember
Harga solar saat ini tetap Rp 5.500 per liter dan minyak tanah Rp 2.500 per liter.  Paskah berharap, penurunan harga premium bisa meningkatkan daya beli masyar

BACA JUGA: BI Rate Tetap, Pelaku Usaha Kecewa

’’Memang belum signifikan, tapi pasti bisa mengurangi beban ekonomi masyarakat
Sebab, daya beli mulai bertambah,’’ katanya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono berharap, penurunan harga BBM mampu meningkatkan daya beli masyarakat

BACA JUGA: Tahun Ini KAI Rugi Rp 22 Miliar

’’Itu bagus karena mengurangi biaya,’’ kata Boediono

Dirjen Perbendaharaan Depkeu Herry Purnomo mengatakan, hingga 31 Oktober, belanja subsidi BBM telah mencapai Rp 118,6 triliun atau 93,5 persen dari pagu APBN Perubahan 2008Sedangkan subsidi listrik (BBM untuk PLN) Rp 53,6 triliun atau 89 persen.

Secara terpisah, Dirjen Migas Departemen ESDM Evita HLegowo menyatakan, pihaknya kini menyusun rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidiMenurut dia, beberapa opsi, termasuk penggunaan smart card, sedang dikaji secara serius’’Ini rencana untuk tahun depan,’’ ujarnya.

Menurut Evita, mekanisme tersebut perlu dilakukan untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, baik volume maupun golongan yang berhak mengonsumsiDengan sistem distribusi terbuka seperti saat ini, premium dan solar bersubsidi justru banyak dinikmati golongan menengah atas, yakni pemilik mobilPadahal, sebetulnya yang berhak menikmati subsidi adalah masyarakat menengah bawah.

Karena itu, pihaknya berharap agar pemilik mobil baru atau yang bermesin di atas 2.000 cc tidak mengonsumsi premium atau solar bersubsidi’’Mekanismenya tengah kami matangkan bersama BPH Migas,’’ jelasnya.

Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasjim mengatakan, pihaknya bersama Ditjen Migas ESDM terus mematangkan opsi pembatasan konsumsi premium dan solar melalui smart card’’Itu terus dibahas,’’ ujarnyaAwal tahun ini sebenarnya pemerintah melalui Badan Pengatur Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) sudah berencana menerapkan sistem distribusi tertutup dengan smart card.

Namun, rencana itu gagal dijalankan karena belum mendapatkan lampu hijau dari DPRMelalui sistem tersebut, pemilik kendaraan bermotor roda dua, sebagian pemilik mobil, dan angkutan umum dijatah dengan kuota tertentuDengan begitu, saat membeli BBM di SPBU, smart card akan dipindai untuk mengetahui berapa kuota yang masih dipunyaiJika sudah habis, pemilik kendaraan tidak bisa membeli BBM bersubsidi.

Tak Turunkan Tarif

Meski harga premium turun, Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) memutuskan tidak akan menurunkan tarif angkutanArtinya, masyarakat pengguna jasa angkutan umum masih membayar dengan tarif yang berlaku sekarang.  ’’Bagaimana mau turun lha dengan tarif sekarang pengusaha angkutan kesulitan menutupi biaya operasional,’’ terang Ketua Umum DPP Organda Murphy Hutagalung di Jakarta.

 Murphy menambahkan, Organda tidak akan membuat kebijakan menurunkan tarif karena efek domino kenaikan harga BBM Mei lalu cukup tinggi’’Suku cadang naik dan ban naik tinggi hingga 200 persenJadi, tidak mungkin tarif turun,’’ katanyaSeharusnya pemerintah memberikan subsidi kepada Organda

Misalnya, BBM untuk angkutan umum tidak disamakan dengan kendaraan pribadiBBM angkutan umum harus lebih murah’’Retribusi harus dihapus, pungli harus diberantas,’’ tegasnyaPertimbangan lain Organda tidak menurunkan tarif karena sebagian besar angkutan menggunakan bahan bakar solar dan gas’’Masalahnya, solar dan gas kan tidak turun,’’ ujarnyaNamun, jika harga solar diturunkan Rp 1.000 pun, dampaknya bagi Organda masih belum signifikanIntinya, tarif angkutan umum bisa turun apabila pemerintah berpihak kepada usaha angkutan umum, khususnya pelat kuning.

Dia menghitung, penurunan harga premium Rp 500 hanya menurunkan biaya operasional kurang dari 5 persenNilai itu sulit mengimbangi kenaikan harga suku cadangApalagi, tren rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS’’Padahal, porsi BBM dalam biaya operasional angkutan maksimal 40 persenSisanya adalah biaya investasi dan operasional,’’ katanya(sof/owi/yun/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Bentuk Tim Pengawasan Barang Beredar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler