Sri Mulyani Berharap Perjalanannya Difilmkan

'Curhat' Lagi, Merasa Dihakimi di Kasus Century

Rabu, 19 Mei 2010 – 16:42 WIB

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (SMI) berharap ada sutradara tanah air yang membuat film tentang perjalanannya sebagai seorang Menkeu di republik iniHal itu diungkapkannya saat menghadiri perpisahan dengan LPM UI di Salemba, Jakarta, Rabu (19/5)

BACA JUGA: Dalami Suap Innospec, KPK Gandeng SFO

Di kesempatan itu, ia pun mengaku bahwa sejak menjadi Menkeu dirinya sulit untuk tertawa.

"Mungkin, selama enam tahun menjadi Menteri Keuangan dan pejabat publik di negara ini, baru hari inilah saya bisa tertawa dengan lepas
Saya merasa ini berkah

BACA JUGA: SMI Ungkap Alasannya Pergi

Kalau tahu begini, mungkin dari dulu saya mundur," ujar Sri dengan nada bercanda, saat membuka kata sambutannya.

Suasana perpisahan sebelum keberangkatannya (untuk menjabat) sebagai Managing Director World Bank tersebut memang berlangsung penuh kekeluargaan
SMI juga sempat mendapatkan kejutan, dengan pemberian sebuah buku yang juga berfungsi sebagai voucher pijat dari Harjono, alumni Magister Manajemen FE-UI, yang selama memberikan kata sambutan membuat Sri dan hadirin tertawa lepas.

Selain mengaku tak bisa tersenyum sejak menjadi menteri, Sri mengatakan bahwa dirinya sangat ingin ada yang membuat film tentang susahnya menjadi pejabat publik yang dituntut mengambil keputusan sulit di masa yang sulit

BACA JUGA: Kain Ulap Doyo Segera Dipatenkan

"Saya ingin sekali ada sutradara yang buat film tentang orang-orang yang membuat keputusan di masa-masa yang sulitMemang sulit, apalagi kalau hati nurani saya sudah mengatakan benarTapi sering saya katakan pada anak saya di rumah, melihat sesuatu jangan dari tokohnya, tapi (dari) konflik interest yang menyertainya," kata Sri pula.

Seolah ingin membuka catatan saat harus menghadapi Pansus Century beberapa waktu lalu, Sri Mulyani pun semakin berani mengungkapkan isi hati tentang posisinya yang sulit dalam dugaan kasus megaskandal tersebutBeberapa kali dalam kata sambutan saat menghadiri acara di akhir masa jabatannya, Sri mengatakan bahwa dirinya berada di tengah-tengah kepentingan politik banyak pihak di negeri ini.

"Suasana yang kita rasakan pada minggu-minggu yang lalu, bulan-bulan yang lalu, seolah-olah persoalan negara ini disandera oleh satu orang, Sri MulyaniSedemikian pandainya proses politik itu diramu, sehingga seolah-olah persoalannya menjadi persoalan satu orangSeseorang yang pada suatu ketika (dia) harus membuat keputusan yang sungguh tidak mudah, dengan berbagai pergumulan, kejengkelan, kemarahan, kecape'an, kelelahan, namun harus tetap membuat kebijakan publik," tutur Sri lagi.

Saat berada di posisi harus membuat kebijakan publik seperti itu, Sri mengatakan bahwa dirinya telah berusaha memposisikan diri bebas dari segala macam intervensi dan kepentingan kelompok tertentuIa melalui banyak pertimbangan dan menerima banyak masukan, agar kebijakannya tidak disalahkan di kemudian hariPengambilan keputusan pun katanya, dilakukan secara terbuka dan melibatkan hampir semua pemangku kebijakan.

"Mereka ada di sana hanya untuk mengingatkan saya (tentang) berbagai rambu-rambu, berbagai pilihan, dan pilihan akhirnya dibuatDan itu dilaporkan, diaudit, dan itu kemudian dirapatkan secara terbukaDan kemudian dirapatkerjakan di DPRBagaimana mungkin (keputusan) itu, 18 bulan kemudian, dia (keputusan bailout Century) seolah-olah menjadi keputusan individu seorang Sri Mulyani? Proses itu pun berjalan dan etika pun sunyiAkal sehat tidak adaDan itu memunculkan suatu perasaan, 'Apakah pejabat publik yang sudah bertugas sesuai dengan rambu-rambu, masih bisa diintimidasi oleh sebuah proses politik?'," papar Sri Mulyani lagi mencurahkan isi hatinya.

Dengan blak-blakan pula, SMI lantas membandingkan perjalanan dua pemerintahan yang pernah dilaluinya"Kalau dulu, pergantian rezim orde lama ke orde baru, semua orang di-stigma komunisKalau ini, khusus didesain pada era reformasi dan di-stigma 'Sri Mulyani' identik dengan 'Century'Mungkin kejadiannya di satu orang saja, tapi sebetulnya analogi dan kesamaan mengenai suatu penghakiman telah terjadiDi situlah letak kita untuk mulai bertanya, apakah proses politik yang didorong, yang ditunggangi oleh suatu kepentingan, membolehkan seseorang untuk dihakimi, bahkan tanpa pengadilan? Divonis tanpa pengadilan?," ujarnya tegas, seolah mempertanyakan posisinya dalam kasus bailout Century yang tak kunjung mendapatkan kepastian hukum, hingga akhirnya menyatakan mundur dari jabatan Menkeu.

Sri pun mengatakan bahwa banyak orang menilai keputusan mundur dirinya dari jabatan Menkeu sebagai suatu kekalahanNamun katanya pula, dirinya justru merasa yakin telah menjadi pemenang"Saya menang, saya berhasilKemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya, karena tidak didikte oleh siapa pun, termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di siniSaya merasa berhasil dan saya merasa menang, karena definisi saya adalah tiga: selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri sayaMaka di situ saya menang," tegasnya(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Diminta Batasi Frekuensi Terbang Air Asia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler