BACA JUGA: RS Omni Lebih Powerful dari Presiden?
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tanpa harus melakukan "campur tangan" terhadap kekhasan pendidikan di pondok pesantren.Upaya menghapus diskriminasi tersebut sebenarnya telah dilakukan pemerintah dengan menerbitkan PP No
BACA JUGA: Kebijakan Ekonomi yang Konyol
Hanya saja persoalannya, implementasi PP tersebut perlu disempurnakan, agar tidak mengganggu kekhasan pendidikan pesantrenSayangnya, pihak Diknas mengatur bahwa muatan wajib tersebut diselenggarakan secara terpisah, tidak integral dalam sebuah kurikulum pendidikan diniyah di pesantren, termasuk ijazah Wajar Dikdas yang pemerintah terbitkan, di samping ijazah yang diterbitkan oleh pihak pesantren
BACA JUGA: Hargai Pilihan Presiden
Pertanyaan beberapa pondok pesantren, kenapa harus ada dua ijazah bagi peserta didik di pesantren? Kenapa pemerintah tidak menganggap cukup dengan ijazah yang diterbitkan pesantren saja?Sedangkan pada pendidikan diniyah tingkat menengah, sampai saat ini pemerintah mempunyai kebijakan yang berbeda dengan format Wajar Dikdas, yaitu memberikan legalitas (pengakuan/persamaan) tanpa harus menerbitkan ijazah sendiriJadi, pemerintah menganggap cukup ijazah yang dikeluarkan pihak pesantrenBeberapa pesantren menganggap model legalitas pemerintah di tingkat pendidikan diniyah menengah ini lebih mendekati rasa keadilan.
Keinginan Departemen Agama yang akan melakukan standarisasi pendidikan pesantren perlu difokuskan pada pengakuan legalitas, peningkatan kualitas dan persamaan hakDengan demikian, standarisasi tersebut memberikan jaminan atas keragaman pondok pesantren, termasuk jaminan tidak adanya proses pendangkalan struktural.
Jakarta, 25 Januari 2010,
H.MSulthan Fatoni, M.Si
Wakil Sekretaris PP RMI-NU (Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama), peneliti, serta dosen FISIP Universitas Nasional Jakarta.
BACA ARTIKEL LAINNYA... BHD Tak Perlu Bentengi Susno Duaji
Redaktur : Tim Redaksi