Struktur Cukai di Indonesia Masih Perlu Dibenahi

Rabu, 20 September 2017 – 20:49 WIB
Proses pembuatan rokok di salah satu pabrik di Jawa Timur. Foto: dokumen JawaPos.Com

jpnn.com, JAKARTA - Penerimaan cukai Agustus kemarin, masih didominasi oleh cukai pemerintah. Pasalnya, dari total penerimaan cukai senilai Rp 68,3 triliun, sebesar Rp 65,5 triliun di antaranya berasal dari cukai tembakau.

Wakil Ketua Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Hasan menilai, sebenarnya pemerintah masih bisa mengoptimalkan penerimaan cukai tembakau.

BACA JUGA: Bea Cukai Cari Formulasi Tarif yang Tepat

Abdillah menjelaskan struktur tarif cukai Indonesia yang sangat rumit menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara.

Menurutnya, penggolongan berdasarkan batas produksi 3 miliar batang tidaklah relevan karena akhirnya hanya memberikan insentif bagi perusahaan rokok untuk membayar cukai lebih rendah.

BACA JUGA: Pabrikan Hanya Setuju Cukai Rokok Naik 4,8 Persen

“Golongan produksi lebih dari 3 miliar dan di bawah 3 miliar, ini tidak relevan lagi. Misalnya saya pengusaha rokok, hal ini memberikan insentif bagi saya untuk memproduksi 2 miliar 999 juta batang sehingga cukainya lebih murah," katanya.

Senada dengan Abdillah, anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia berpendapat struktur cukai di Indonesia memang masih perlu pembenahan.

BACA JUGA: Serapan Tembakau Lokal Rendah, Sampoerna Maksimalkan IPS

Salah satunya tarif cukai untuk segmen SKT (Sigaret Kretek Tangan), di mana seharusnya tidak ada lagi tarif cukai SKT yang lebih tinggi dari tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).

“Yang menggunakan tangan manusia (SKT), itu tarifnya seyogyanya harus lebih rendah dari mesin (SKM & SPM)," terang dia.

Indah juga menjelaskan kompleksnya struktur cukai rokok sebenarnya merugikan penerimaan negara karena ada permasalahan, di mana ada perusahaan rokok yang membayar cukai Gol 2.

Dan ini juga menyebabkan persaingan yang tidak sehat karena perusahaan yang benar-benar kecil harus bersaing dengan perusahaan besar asing di Gol 2.

“Penerimaan negara menjadi tidak optimal karena ada perusahaan besar yang kesannya itu mensiasati. Ada pembatasan kalau tidak mencapai tiga miliar maka akan termasuk golongan yang bukan golongan I," terang dia.

Indah lantas memberikan masukan agar sebaiknya pemerintah menggabungkan batas volume produksi untuk rokok mesin menjadi 3 milliar batang agar persaingan yang sehat bisa tercipta di industri.

“Digabung saja jadi tiga miliar, sehingga tidak ada produsen besar yang mensiasati khususnya yang asing-asing itu akhirnya mendapatkan golongan jadi golongan II. Dengan demikian, aturan ini akan melindungi pabrikan yang benar-benar kecil di mana mereka layak menikmati tarif cukai golongan II," tandasnya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Diingatkan Jangan Selalu Menaikkan Cukai Rokok


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler