Suap Wali Kota Cilegon untuk Bangun Transmart

Minggu, 24 September 2017 – 06:42 WIB
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) bersama Penyidik menunjukan barang bukti uang hasil OTT KPK sebanyak Rp 1,15 Milyar, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (23/9). FOTO: MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Cilegon, Banten, Tubagus Iman Ariyadi dan lima orang lainnya pascaoperasi tangkap tangan di Cilegon, Jumat (22/9) sebagai tersangka suap menyuap.

"Dengan sangat berat hati hari ini kami umumkan kembali OTT terkait suap kepada seorang kepala daerah," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Sabtu (23/9) di kantornya.

BACA JUGA: Wali Kota Cilegon Ikuti Jejak Ayahnya, Ini Suap Modus Baru

Basaria menjelaskan suap menyuap itu terkait pemulusan pengurusan izin analisis masalah dampak lingkungan (amdal) pembangunan Transmart di kawasan PT KIEC pada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Cilegon. Suap menyuap ini juga melibatkan klub sepak bola Cilegon United Football Club (CUFC).

Basaria menjelaskan, KPK awalnya mengamankan tujuh orang dalam OTT di Cilegon tersebut. Yakni, Kepala BPTPM Kota Cilegon Ahmad Dita Prawira (ADP), Project Manager PT BA Bayu Dwinanto Utama (BDU), Legal Manager PT KIEV Eka Wandoro Dahlan (EKW).

BACA JUGA: KPK Gelar OTT di Cilegon, Begini Kronologisnya

Kemudian, CEO CUFC YA, bendahara CUFC W, staf YA yakni R, staf W berinisial As, staf PR KIEC inisial L dan sopir BDU berinisial AH. "Mereka diamankan di beberapa lokasi pada Jumat (22/9)," kata Basaria.

Dia mengatakan, Tugabus Iman tidak ditangkap KPK. Namun, Tubagus datang sendiri ke kantor KPK sekitar pukul 23.30, Jumat (22/9). Selain itu, pihak swasta bernama Hendri (H) kemudian datang ke KPK, Sabtu (23/9) sekitar pukul 14.00. Keduanya kemudian menjalani pemeriksaan di KPK.

BACA JUGA: Ada Transmart dan Cilegon United di Kasus Suap Wako Cilegon

Kronologis pembongkaran praktik suap menyuap ini, berawal dari informasi masyarakat. Tim KPK kemudian melakukan penyelidikan dan pengembangan. Alhasil, Jumat (22/9) sekitar pukul 15.30 tim mengamankan YA di kantor BJB cabang Cilegon, sesaat setelah melakukan penarikan uang Rp 800 juta. YA yang bersama tiga stafnya serta Rp 800 juta itu diamankan dan dibawa ke markas KPK di Jakarta.

Tim lain menuju kantor CUFC dan mengamankan Rp 352 juta yang diduga sisa dana pemberian pertama yang ditransfer dari PT KIEC kepada CUFC Rp 700 juta.

Kemudian, secara paralel tim KPK kembali bergerak. Alhasil, tim bergerak ke jalan tol Cilegon Barat dan mengamankan BDU bersama satu staf dan sopirnya. Ketiganya dibawa ke gedung KPK di Jakarta.

Tim KPK juga mengamankan EWD, di Kebon Dalem, Cilegon, dan ADP di kantor BPTPM.

Dalam OTT ini KPK mengamankan uang Rp 1,152 miliar. Uang tersebut, kata Basaria, diduga merupakan bagian dari komitmen Rp 1,5 miliar untuk TIA melalui transfer dari PT KIEC dan PT BA lewat CUFC. "Agar dikeluarkan perizinan untuk pembangunan Transmart," katanya.

Basaria memerinci pemberian dilakukan yakni 19 September 2017, dari PT KIEC ke rekening CUFC Rp 700 juta. Pada 22 September 2017 dari kontraktor PT BA ke rekening CUFC Rp 800 juta.

Setelah melakukan pemeriksaan maksimal 1 x 24 jam yang dilanjutkan gelar perkara, ditemukan bukti permulaan yang cukup. KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh TIA dan pihak lain terkait perizinan pada BPTPM Kota Cilegon tahun 2017.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan enam tersangka," kata dia.

TIA, ADP dan H disangka sebagai penerima suap. Mereka dijerat dijerat pasal 12 huruf atau b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.

Sedangkan tersangka pemberi suap yakni BDU, Direktur Utama PT KIEC Tubagus Danny Sugihmuti (TDS) dan EKW dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.

"Jadi diindikasikan pemberian suap bertujuan untuk memuluskan proses perizinan yaitu rekomendasi Amdal sebagai salah satu persyaratan perizinan pembangunan Transmart," kata Basaria.

Dalam OTT kali ini, ujar Basaria, KPK mengungkap modus baru yang diduga menggunakan saluran CSR perusahaan pada klub sepak bola daerah sebagai sarana untuk menerima suap. Yaitu, klub sepak bola CUFC diindikasi digunakan sebagai sarana untuk menyamarkan dana agar tercatat dalam pembukuan sebagai CSR atau sponsorship perusahaan. "Diduga hanya sebagian dari bantuan yang benar-benar disalurkan pada CUFC," katanya.

Basaria menjelaskan, rencananya Transmart itu akan dibuka di kawasan PT KIEC. Izin prinsip sudah dikeluarkan. Kontraktor yang akan membangun Transmart adalah PT BA. Izin dan surat perintah kerja (SPK) sudah keluar. Tapi, proses tidak jalan kalau tak ada Amdal.

Nah, Basaria berujar, hasil penyelidikan tim KPK menemukan TIA diduga meminta Rp 2,5 miliar supaya izin Amdal keluar. "Setelah tawar-menawar disepakati Rp 1,5 miliar," katanya.

Di satu sisi, perusahaan bingung harus mengeluarkan uang dalam bentuk apa. Sebab, tidak mungkin perusahaan mengeluarkan uang tanpa alasan jelas. Menurut dia, mereka pun menyepakati seolah ini menjadi CSR perusahaan itu.

"Terjadi kesepakatan Rp 700 dan Rp 800 juta dari dua perusahaan itu. Yang dipilih klub ini atas petunjuk TIA agar CUFC jadi sasaran CSR dua perusahaan. Ini masih dalam pengembangan," pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wali Kota Cilegon dan 5 Orang Lainnya Jadi Tersangka Suap


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler