Sudah ya Nak, Banyak Temanmu Nanti di Sana

Selasa, 13 Februari 2018 – 00:23 WIB
Regina memeluk Intan Nurmala Sari sesaat sebelum petugas BKSDA mengevakuasinya. Foto: EDWIN AGUSTYAN/KALTIM POST/JPNN.com

jpnn.com - Habibtat orang utan semakin tergusur oleh pembukaan kebun sawit secara masif. Mereka memilih pergi agar tetap bisa bertahan hidup.

EDWIN AGUSTYAN, Bontang

BACA JUGA: Dalam 5 Tahun, KLHK Selamatkan Lebih dari 1.000 Orang Utan

SALAH satu yang berhasil selamat itu adalah Regina. Medio 2013, orang utan tersebut merangkak pelan mencari perlindungan.

Kebakaran hutan yang melanda Kelurahan Guntung, Bontang, Kaltim, kala itu membuatnya mengungsi. Terpisah dari induknya. Langkah kakinya membawanya ke permukiman warga.

BACA JUGA: Orang Utan Merintih Ditembus 130 Peluru, Kaki Kiri Hilang

Rumah panggung yang ditempati pasangan suami-istri Suparman Hendi (31) dan Intan Nurmala Sari (30) dipilih menjadi tempat persinggahan orang utan tersebut.

Suparman dan Intan lah yang akhirnya memberi nama Regina kepada kera besar tersebut. Layaknya orang yang sedang bertamu, Regina memukul-mukul daun pintu. Seperti sedang mengetuk.

BACA JUGA: Ayo Lindungi dan Selamatkan Orang Utan di Indonesia!

Intan yang melihat tubuh mungil Regina segera memeluknya. Saat itu, hewan dengan nama latin Pongo pygmaeus itu berumur sekitar 8 bulan.

Usianya tidak terpaut jauh dengan anak bungsu Intan, Meysa Riska. “Hampir sama. Saat itu anak saya baru belajar jalan,” kata Intan kemarin di kediamannya di Kelurahan Guntung, Bontang, Minggu (11/2).

Keluarga tersebut merawat Regina seperti anak sendiri. Selama enam bulan mamalia itu diberi minum susu. Tidurnya pun satu kasur dengan Riska dan Muhammad Raska, anak ketiga pasangan itu.

Kebiasaan itu berlangsung saban hari. Keakraban pun segera terjalin erat di antara mereka.

“Dia (Regina) ngamuk kalau saya seolah ingin melempar Raska. Karena memang sudah sangat dekat,” terang Suparman.

Hewan dilindungi itu diajari mengenali bagian tubuhnya. Meminta dengan tangan kanan dan tidak boleh marah.

“Kalau minta minum dia menggaruk leher. Kalau mau makan, gerakan tangan seperti minta disuap,” kata Intan.

Sehari-hari, Regina diberi makan pepaya, nanas, dan nasi. Es dan kopi pun diseruputnya. Warga sekitar juga sering membawakannya makanan. Termasuk gorengan.

Tapi, Gina, begitu Regina sering dipanggil, tak bisa makan ikan. “Bibirnya langsung bengkak,” tuturnya.

Suatu waktu, tidak ada orang di rumah Suparman. Gina yang ditempatkan di batang pohon di samping rumah kelaparan.

Dia menemukan air aki dan meminumnya. “Seharian Gina diare,” ungkapnya.

Selama ini, Intan menyebut tidak menutupi kalau keluarganya memelihara orangutan. Mereka juga tahu bila binatang dengan deoxyribonucleic acid (DNA) yang 97 persen (hasil penelitian Washington University's Genome Center) mirip manusia itu dilindungi.

Bahkan puskesmas, sebut dia, sudah dua kali melakukan vaksin terhadapnya. “Kalau tidak salah suntik rabies,” jelasnya.

Gina juga jarang dirantai. Karena sudah sangat jinak dia diberi keleluasaan bergerak. Lehernya baru diberi rantai dan diikat di pohon jika tidak ada yang menjaga. “Kami takut kalau cari makan ke kebunnya orang,” akunya.

Perempuan berjilbab itu mengaku berat untuk melepas Gina. Terlebih dua dari empat anaknya sangat dekat. Dia bahkan sudah menganggap orang utan itu anak sendiri.

Tak heran jika saat Gina dievakuasi diiringi tangisan. Terutama Riska. Namun, dia sadar bahwa orangutan itu harus diserahkan agar bisa kembali hidup di habitatnya.

“Sudah, ya, Nak. Banyak temanmu nanti di sana,” kata Intan, kepada Gina, yang sudah dalam kandang.

Suparman menyampaikan, Regina datang ke rumahnya pada 2013 bertepatan dengan pembukaan lahan sawit di sekitar Gunung Tongkat, Kutim. Lokasinya tidak jauh dari Guntung. “Dia jalan dari arah sana (Gunung Tongkat),” katanya.

Sementara itu, evakuasi Regina berawal dari sosialisasi yang dilakukan Taman Nasional Kutai (TNK). Mereka menerima aduan bahwa ada warga yang memelihara orang utan.

“Setelah kami cek, lokasinya ternyata berada di luar TNK. Jadi kami koordinasikan dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam),” kata Kepala TNK Nur Patria.

Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Kaltim Tarsis Krisdianto mengungkapkan, Regina nantinya diberikan ke pusat rehabilitasi orang utan. Mengingat, pihaknya tidak memiliki fasilitas maupun keahlian.

“Mereka (pusat rehabilitasi orangutan) juga yang berhak menerima orang utan hasil penyitaan dari masyarakat,” tuturnya.

Rehabilitasi diperlukan agar orang utan itu bisa menyesuaikan diri. Mengingat sejak bayi mamalia itu hidup jinak. (rom/k8)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Pelaku Pemenggalan Orang Utan Ditangkap, Oh Ternyata


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler