jpnn.com, JAKARTA - Ahli manajemen hutan dari IPB Sudarsono Soedomo menyebut PT Duta Palma Group sudah berusaha untuk memenuhi semua ketentuan yang berlaku terkait perizinan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
“Duta Palma termasuk yang paling segera mengurus penyelesaian arealnya, yang dianggap bermasalah sesuai dengan Pasal 110A UU Cipta Kerja,” kata Sudarsono dalam keterangan kepada wartawan, Jumat (17/2).
BACA JUGA: Komisi III Minta Presiden Jokowi Turun Tangan di Kasus Bos Duta Palma
Seandainya terjadi pelanggaran, kata Sudarsono, harusnya diselesaikan secara administrasi. Atau paling berat menggunakan Pasal 110A UU Cipta Kerja yang telah dikeluarkan Perpunya oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 lalu.
“Kembalilah kepada konstitusi yang mengamanatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagai tujuan penggunaan sumber daya alam. Jangan apa-apa penjara, apa-apa pidana. Nanti dulu lah," kata dia.
BACA JUGA: Hinca Panjaitan Soroti Kasus Bos Duta Palma, Begini Kalimatnya
Dia menilai dakwaan jaksa yang menggunakan UU Tipikor kepada Surya Darmadi sangat berlebihan.
“Penggunaan kata korupsi itu membuat negatif seseorang dengan menggunakan sentimen publik yang tidak paham realitas sebenarnya seperti apa,” ujarnya.
BACA JUGA: Sadino Sebut Tidak Ada Permasalahan Hukum di Kasus Duta Palma
Sudarsono juga mengingatkan untuk melihat kasus Duta Palma dengan benar, perlu kejernihan dan keberanian Sebab, akhir-akhir ini kata korupsi itu sendiri digunakan untuk korupsi juga.
Dirinya memaparkan kasus Duta Palma ini bermula dari penggunaan lahan yang ada pada Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang konon termasuk kawasan hutan. Padahal, sangat jelas bahwa pembentukan Peta TGHK itu belum melalui proses tata batas yang merupakan syarat pembentukan suatu kawasan hutan.
Peta TGHK itu umumnya dijadikan lampiran surat keputusan penunjukan kawasan hutan. Sebelum tahun 1999, syarat pembentukan kawasan hutan dapat dilihat pada UU 5 tahun 1967 dan PP 33 tahun 1970. Setelah tahun 1999, syarat tersebut dinyatakan secara eksplisit di Pasal 15 UU 41 tahun 1999 dan PP 44 tahun 2004 yang kemudian dicabut dengan PP 23 tahun 2021.
“Bukti kepemilikan tanah pribadi itu sertifikat. Nah, bukti kawasan hutan itu adalah peta tata batas yang disertai dengan Berita Acara Tata Batas. Kalau tidak mampu menunjukkan bukti itu, maka itu klaim bodong. Sejauh tentang penggunaan lahan, kasus Duta Palma ini jauh dari kasus pidana,” papar Sudarsono.
Sebelumnya, Juniver Girsang selaku kuasa hukum Surya Darmadi dalam pleidoinya, Rabu (15/2) mengatakan semua perusahaan kliennya yang ada dalam kelompok usaha itu mengurus perizinan, membayar pajak, dan tidak menyerobot hutan. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Auditor Sebut Dividen Duta Palma Tak Sampai Rp 2 Triliun Sejak 2004
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan