Sungguh, Banjir Kali Ini Membuka Luka Lama

Minggu, 14 Februari 2016 – 00:56 WIB
Banjir parah di Kampar, Riau. Foto: Riau Pos/JPG

jpnn.com - RIBUAN masyarakat Kampar, Riau, menghadapi bencana banjir dahsyat yang terjadi sejak Senin malam (8/2). Padi di sawah berantakan, ternak-ternak terbawa arus, buku-buku pelajaran bercampur lumpur, seragam sekolah tak berwarna lagi, ikan-ikan keluar dari kolam dan keramba-keramba. 

Tak hanya itu, dua nyawa melayang, satu bocah sempat membiru. Kejadian ini membuka lembaran ingatan masyarakat saat kejadian serupa tahun 1978 silam.

BACA JUGA: Usia 73 Tahun, Masih Ingin Blusukan

MOLLY WAHYUNI, Bangkinang

Senin pagi (8/2), aktivitas masyarakat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar berjalan sebagaimana biasa. Anak-anak ke sekolah, para orangtua beraktivitas mencari nafkah. Sebagian ada yang duduk santai di warung-warung tepi Sungai Kampar menikmati secangkir kopi setelah selesai memberi makan ikan-ikan yang di dalam kerambah. 

BACA JUGA: Kisah Hebat Seorang Polisi

Namun menjelang siang, keadaan berubah. Aparat desa datang menyampaikan pengumuman bahwa kondisi PLTA Kotopanjang sudah di ambang batas. Keputusan dilematis harus diambil, debit air waduk mencapai 84,95 meter Diatas Permukaan Laut (DPL), manajemen PLTA harus melepas air dan membuka pintu spill way. 

Mendapatkan pengumuman tersebut, masyarakat mulai sibuk. Para petani kerambah berpacu dengan lajunya air agar peristiwa hanyutnya kerambah tak berulang.

BACA JUGA: Keren, Usia 73 Tahun Masih Dipercaya jadi Gubernur

Melihat dari banjir yang biasa terjadi, setidaknya seperti peristiwa Januari 2016 lalu, sebagian masyarakat mulai memindahkan peralatan rumah tangga ke bagian-bagian yang lebih tinggi hingga lebih kurang satu meter di dalam rumah. Tapi menjelang malam, Sungai Kampar mengalir deras dan meluap begitu cepat, tak cukup lagi waktu untuk berbenah, kepanikan terjadi. 

Kesibukan evakuasi terjadi sejak Senin malam (8/2). Tim gabungan dari Pemkab, TNI, Polri, Basarnas dan warga berusaha maksimal, berpacu dengan derasnya air sungai untuk mengevakuasi warga. Proses evakuasi diwarnai dengan jeritan ketakutan, terlebih tangisan bayi yang memilukan. 

Seperti di Desa Tanjung Rambutan, beberapa ibu rumah tangga dengan baju basah kuyup menggendong anak yang masih balita berdiri terpana di pinggir jalan, menunggu sanak keluarga untuk membantu mengantarkan ke rumah kerabat yang lain di Bangkinang. 

“Hendak kemana bu?”, Riau Pos (Jawa Pos Group) menyapa. “Mau mengungsi, rumah sudah terendam banjir,” jawab seorang ibu rumah tangga yang kemudian berlari menuju salah satu mobil pick up untuk mencari tumpangan.

Kepanikan mencapai puncaknya pada Selasa (9/2). Sejumlah akses jalan terputus, salah satunya jalan dari Kecamatan Bangkinang Kota ke Kecamatan Bangkinang yang sekaligus sebagai jalur dari Bangkinang Kota menuju Petapahan. Jalur ini selama ada PLTA Kotopanjang sudah tidak pernah lagi terendam banjir, namun kali ini hampir rata direndam banjir.  

Tim gabungan terus melakukan evakuasi, karena keterbatasan peralatan, masyarakat pun berusaha secara mandiri untuk melakukan evakuasi keluarga yang memerlukan bantuan. Perahu-perahu plastik digunakan sebagai alat evakuasi seadanya, namun ada juga yang masih memiliki sampan kayu berusaha untuk menyelamatkan anggota keluarga.

Unsur Pimpinan Pondok Pesantren Darun Nahdha Tawalib Bangkinang Ir H Abdul Gaffar MM ditemui di lokasi banjir  mengatakan bahwa mengetahui terjadi banjir, maka santri ditempatkan seluruhnya di lantai dua asrama. Seluruh guru dan karyawan Darun Nahdha Tawalib Bangkinang melakukan pengawasan ketat terhadap keselamatan santri dan secara bergotong royong menyalurkan makanan dan minuman untuk para santri.

Selasa siang (9/2), santri perempuan dijemput oleh orangtua masing-masing. Sedangkan para santri laki-laki ada beberapa orang yang masih bertahan di asrama, karena jauh dari kampung halaman. Namun aktivitas pembelajaran diliburkan hingga  banjir benar-benar berlalu. Ada dua santri perempuan yang sempat pingsan karena nekat mengarungi jalan yang masih digenangi banjir.

Namun keduanya langsung dievakuasi dan dilarikan ke posko induk di Lapangan Merdeka Bangkinang Kota. 

“Mereka sudah disuruh sabar menunggu antrian untuk evakuasi, tetapi malah nekat mencoba menempuh jalan yang airnya mengalir deras, akhirnya pingsan. Namun hal itu tidak terjadi lama, karena langsung dibawa ke posko untuk mendapatkan pertolongan medis,’’sebut Gaffar.

Dahsyat Setelah 1978

Pada 1978, banjir yang lebih dahsyat pernah melanda Kabupaten Kampar. Ketika itu, belum ada PLTA Kotopanjang, sehingga air yang datang dari Sumatera Barat ke Sungai Kampar datang begitu cepat. Masyarakat tidak sempat bersiap untuk menyelamatkan barang-barang. 

Tokoh masyarakat Kampar H Azaidun SH yang menyebutkan bahwa ketika banjir 1978 itu dia masih duduk di kelas I SMP. “Saya teringat betul banjir 1978 itu memang dahsyat, dan luas daerah yang tergenang hampir sama dengan sekarang,’’ ujarnya. 

Ketika itu ada juga yang meninggal dunia. Perbedaannya, sekarang air lebih dapat ditebak datangnya karena ada PLTA, kalau dulu mendadak begitu saja. ‘’Tetapi dahulu air bah datang lebih cepat dan cepat pula berlalunya, sedangkan sekarang bisa merendam pemukiman hingga tiga sampai empat hari,’’ ucapnya.***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konon, saat Pelangi Muncul Para Bidadari Mandi di Sini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler