jpnn.com - JAKARTA – Surat undangan yang disebar Wakil Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi untuk peringatan HUT RI ke-70, menuai polemik. Pasalnya dalam kop surat bagian atas undangan, tidak hanya mengatasnamakan Gubernur Sumatera Utara, namun juga bertuliskan beserta istri Ny Tengku Erry Nuradi.
Padahal sebagaimana dikemukakan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono, Tengku Erry belum berstatus sebagai gubernur definitif maupun pelaksana tugas gubernur penuh karena Gubernur Sumut Gatot Pujo Nogroho belum dinonaktifkan karena baru berstatus tersangka. Erry, Ketua DPW Partai NasDem Sumut tersebut, masih berstatus sebagai wakil gubernur selaku pelaksana tugas Gubernur Sumut.
BACA JUGA: Jokowi Klaim 2,5 Bulan Lacak Rekam Jejak Menteri Baru
“Jadi (format undangan,red) tersebut sebenarnya tidak pas. Tapi mungkin hanya masalah teknis. Karena beliau kan baru dua hari menjabat, mungkin masih melakukan penyesuaian-penyesuaian,” ujar Sumarsono, Kamis (13/8).
Menurut Sumarsono, ketika kop surat hanya mengatasnamakan gubernur, sebenarnya tidak masalah. Karena hal tersebut lumrah, asalkan di bagian bawah dicantumkan secara jelas jabatan pengundang.
BACA JUGA: Tersangka Bansos Sumut Lebih dari Satu
Saat kembali disebut jika dalam undangan pada bagian bawah Tengku Erry juga hanya mencantumkan jabatan Plt Gubernur, Sumarsono juga kembali kurang tepat.
“(Kalau hanya mencantumkan,red) Plt itu juga tidak pas. Harusnya wakil gubernur selaku plt gubernur. Jadi mungkin belum ada konsolidasi sampai ke bawah. Tugas juga baru dikasih kemarin,” ujarnya.
BACA JUGA: Kejagung tak Serta Merta Ikuti Kemauan Gatot
Posisi wagub selaku Plt gubernur kata Sumarsono, sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan gubernur definitif, atau plt gubernur penuh. Karena sama-sama memiliki kewenangan untuk menjalankan roda pemerintahan di Sumut. Namun tetap ada perbedaan.
Menurut Sumarsono, posisi wagub selaku plt gubernur tetap boleh mengambil kebijakan. Hanya saja ketika kebijakan yang diambil Tengku Erry bertentangan dengan kebijakan Gubernur Sumut Gatot Pudjonugroho sebelumnya, harus memperoleh izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Jadi untuk saat ini perannya (Tengku Erry,red) ada dua. Selaku wagub dan wagub sebagai plt gubernur. Nanti kalau mas Gatot sudah menjadi terdakwa, baru kemudian dilakukan pemberhentian sementara (terhadap Gatot,red). Nah posisinya berubah, menulisnya bukan wagub selaku pelaksana tugas. Tapi langsung plt, jadi kata wakilnya hilang,” ujarnya.
Nantinya ketika putusan hukum Gatot berkekuatan hukum tetap, barulah kata Plt pada jabatan Tengku Erry, kata Sumarsono dihilangkan. Dengan demikian posisinya selaku gubernur definitif menjadi full. Artinya, Tengku Erry boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan kebijakan gubernur sebelumnya tanpa izin dari Mendagri.
Saat ditanya apakah dengan posisi saat ini Tengku Erry masih harus tetap berkomunikasi dengan Gatot yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan penyuapan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumarsono mengatakan iya. Hanya saja teknisnya tidak harus berkomunikasi setiap saat. Tapi dapat dilakukan secara berkala lewat surat menyurat.
“Dia (Tengku Erry,red) memang wajib apa yang telah dilakukan dilaporkan secara tertulis pada Gubernur (Gatot,red). Ini untuk menjaga silaturahmi dan etika pemerintahan. Sehingga Gatot mengetahui apa yang sedang berkembang. Jadi selalu ada laporan apa itu seminggu atau sebulan. Sifatnya dapat dilakukan secara berkala,” ujar Sumarsono.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Tokoh Asal Sumut Ini Terima Bintang Tanda Jasa
Redaktur : Tim Redaksi