Surati Bu Risma, Siswa Minta Bantuan Dana Jutaan

Kamis, 26 Januari 2017 – 09:28 WIB
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

jpnn.com - jpnn.com - Masalah yang dihadapi setelah peralihan kewenangan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi di Surabaya belum juga usai.

Belum sepenuhnya tuntas urusan tenaga kontrak di SMA/SMK, kini muncul surat yang disebut-sebut berasal dari siswa SMAN 6 jurusan IPA.

BACA JUGA: Dana BOS Sudah Cukup, SPP Belum Dibahas

Surat tersebut berisi daftar kebutuhan anggaran yang harus ditanggung siswa. Siswa itu lantas mengajukan bantuan kepada Pemkot Surabaya.

Dalam surat tersebut tertulis perincian biaya yang harus dibayar.

BACA JUGA: Nasib Tenaga Outsourcing SMA/SMK Masih Mengambang

Misalnya, membayar AC kelas Rp 200 ribu, orientasi tamu ambalan Pramuka Rp 275 ribu, uang saku selama outbound Rp 200 ribu, SPP Rp 150 ribu, dan pendaftaran bimbingan belajar selama enam bulan (satu semester) Rp 7 juta.

Dengan demikian, total biaya mencapai Rp 7.825.000.

BACA JUGA: Awasi SMA/SMK, Disdik Bentuk UPTD

Kepala SMAN 6 Nurseno mengatakan, pihaknya tidak mengetahui bahwa ada siswanya yang meminta bantuan ke Pemkot Surabaya. Laporannya tidak ada.

"Siswa juga tidak berkonsultasi dengan sekolah. Yang ada, siswa meminta bantuan keringanan ke sekolah," jelasnya kemarin (25/1).

Terlepas dari hal itu, menurut Nurseno, meminta bantuan untuk pendidikan sebenarnya tidak apa-apa.

Meminta bantuan untuk pendidikan merupakan hal yang positif. Siapa pun berhak membantu.

Misalnya, pihak bank, perusahaan, partai politik, atau siapa pun.

"Kalau panjenengan kasih bantuan ke siswa juga tidak apa-apa, sah-sah saja. Kami senang kalau ada lembaga yang mau membantu," tuturnya.

Namun, jika memang ada siswa yang meminta bantuan kepada pemkot, sekolah belum mengetahui. Andai hal itu benar terjadi, sifatnya adalah pribadi.

"Kalau dari sekolah, namanya proposal," jelasnya.

Di sekolahnya, selain biaya SPP, ada biaya lain untuk mendukung kegiatan yang memerlukan dana mandiri.

"Ini harus menyusun proposal dan disosialisasikan kepada orang tua," katanya.

Jika orang tua menyebut tidak perlu, imbuh dia, tentu kegiatan tersebut tidak dilaksanakan.

Sejak biaya pendidikan masih ditanggung Pemkot Surabaya, di sekolahnya ada biaya personal.

Misalnya, untuk kegiatan ambalan Pramuka. Kegiatan itu dilakukan outdoor di bumi perkemahan.

Kegiatan tersebut tentu membutuhkan biaya seperti sewa tempat dan tenda. Besar anggarannya tidak pasti.

"Kita juga jawil orang tua yang berlebih, alumni, untuk support," tuturnya.

Kegiatan lain adalah belajar praktik kerja kreatif (BPK2) untuk kelas X dan XI.

Lokasinya berbeda-beda. Di antaranya, ada yang di Akademi Angkatan Laut (AAL), Jurusan Seni Drama Tari Musik (Sendratasik) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), atau Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya.

"Ini disosialisasikan dulu karena siswa pinter saja tidak cukup. Harus bisa punya jiwa entrepreneur untuk menghadapi masalah," ungkapnya.

Meski begitu, tidak ada biaya bimbingan belajar (bimbel) di sekolahnya. Menurut Nurseno, siswa cenderung mengikuti bimbel di luar sekolah.

"Tidak ada bimbel di sekolah," ujarnya.

Hanya, di sekolah memang ada program pengembangan dan klinis belajar.

Siswa pintar yang ingin mendapat tambahan ilmu bisa menyampaikan ke guru. Siswa yang nilainya kurang juga bilang ke guru.
"Bebas biaya, ada ruang care," tuturnya.

Berbagai kegiatan itu diberitahukan kepada wali murid saat sosialisasi SPP beberapa waktu lalu.

Baik sosialisasi program akademik maupun nonakademik. Siswa tidak mampu dari jalur mitra warga akan tetap difasilitasi.
Jumlahnya sekitar 45 siswa di seluruh jenjang. "Tapi, saya belum cek ulang," katanya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman enggan berkomentar terkait hal itu.

Namun, dia tidak yakin bahwa surat tersebut dibuat siswa. Surat permintaan bantuan itu mirip pengajuan anggaran.

"Ini tidak rasional," ujarnya.

Namun, jika siswa ingin meminta bantuan biaya pendidikan ke lembaga lain, Saiful mengatakan bahwa itu merupakan urusan masing-masing sekolah.

"Komite yang ngurusin," jelasnya. Apakah akan ada peringatan? "Ngapain? Itu menjadi tanggung jawab sekolah," tegasnya.

Polemik tersebut sudah diperkirakan akan terjadi oleh Wali Kota Tri Rismaharini.

''Aku sudah ngira akan kejadian seperti ini. Makanya kenapa aku ngotot bikin policy (SMA/SMK dipegang pemkot) itu," ungkap Risma di Balai Pemuda kemarin.

Banyaknya tarikan di sekolah saat ini, menurut Risma, tidak sesuai dengan hak-hak dasar yang dimiliki anak sekolah seperti yang tercantum dalam UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak.

Dalam kesempatan itu pula, Risma mengakui, pungutan-pungutan sekolah pernah ditemuinya secara langsung ketika masih menjadi kepala bappeko.

''Waktu itu aku memang nyamar," ungkapnya.

Risma menemukan sejumlah tarikan yang dinilai terlalu tinggi.

Dia mencontohkan, orang tua dengan penghasilan Rp 3,5 juta per bulan pasti akan berat jika harus memenuhi tarikan-tarikan tersebut.

''Aku nggak membayangkan kalau harus bayar lain-lain, bayar praktik," katanya. (puj/deb/c7/dos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Duuh, 9.000 Guru SMA/SMK Belum Gajian


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler