jpnn.com - BELASAN orang berkerumun di depan sebuah pintu besi yang masih tertutup rapat. Sabtu (2/1) siang itu, antrean para pengunjung narapidana di Lapas Kelas II A Cibinong atau yang biasa disebut Lapas Pondok Rajeg, agak semrawut.
Mereka harus menunggu cukup lama di selasar lapas melakukan registrasi diri sebelum bertemu sanak famili yang sedang menjadi warga binaan.
BACA JUGA: WADUH! Bentrok Sesama Orang Bali Sudah Tersiar ke Pelosok Dunia
Beberapa dari pengunjung tampak sibuk menyeka dahi dan wajahnya dengan tisu. Sebagian bapak-bapak memilih menggunakan telapak tangannya. Keringat mereka mengucur begitu deras. Siang itu sengatan mentari memang terasa begitu terik. Selintas terpikir, bagaimana nasib 1.491 narapidana yang berada di dalam selnya, jika di luar saja hawa panas begitu terasa menyiksa.
Bayangan kondisi memprihatinkan itu hilang saat menyambangi blok Bravo (B). 'Barak' nya para terpidana korupsi itu jauh dari kata pengap dan panas. Berdampingan dengan Masjid At-taubah, pekarangan blok nampak asri dengan keberadaan kolam ikan dan sejumlah ayam jago yang membanjar di dalam kurungannya.
BACA JUGA: Rasain! Sindikat Sabu Bersenjata Air Soft Gun Dibekuk
Ketimbang blok Alpha (A), Charlie (C) dan Delta (D), bentuk dan kondisi bangunan blok B memang berbeda. Mereka, para koruptor, masing-masing menempati kamarnya sendiri. Tak bercampur dengan yang lain. Sebab itu, satu selnya hanya berlebar 1,5 meter dengan panjang sekitar 4-5 meter. Setiap sel juga memiliki kamar mandi dengan jamban duduk.
Para narapidana juga diperbolehkan membawa kasur sendiri. Di dua sudut blok terpampang televisi layar datar yang menempel di dinding.
BACA JUGA: Prihatin, Bekas Pangkalan Militer Tentara Sekutu Pimpinan Jenderal Douglas MacArthur
Terik mentari dan tembias hujan tak akan pernah bisa memapar langsung sel koruptor. Sebab lorong antara selasar blok tertutup auning. Fentilasi udara juga terjaga dengan baik. Tidak pengap. Suasana teduh dan bersih inilah yang membuat burung-burung peliharaan para terpidana korupsi terus bernyanyi dari sangkarnya.
“Itu peliharaan mereka. Ya mungkin bisa menjadi obat jenuh,” ujar salah satu petugas lapas yang mendampingi Radar Bogor ke dalam blok Bravo, akhir pekan lalu.
Aroma segar khas pegunungan dari pewangi ruangan sempat tercium kala melintas sel no 11-12. Kedua kamar tersebut memang tampak rapi dan berkelas. Jeruji besi mereka saja dilapisi gorden yang menawan. Spring bed keduanya pun lebih tebal dari kamar-kamar lainnya. Selain itu, si pemilik kamar juga mengecat sendiri kamarnya dengan warna jingga yang enak dipandang. Terlebih di salah satu kamar terdapat kandang kucing anggora.
Ow..Itulah kamar dari bapak-anak yang dipenjara akibat bermufakat jahat mengorupsi proyek Alquran. Ya, mereka tiada lain Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya. Saat Radar Bogor bertandang, keduanya tidak ada di tempat. Para 'tetangga' menyebut keduanya sedang salat zuhur berjamaah di masjid.
Informasi yang diterima pewarta koran ini, bapak-anak tersebut memang kerap 'raib' dari selnya.“Dia (Zulkarnaen) juga bebas keluar-masuk kalau malam. Alasannya emergency terapi, karena pengeroposan tulang,” tutur sumber Radar Bogor belum lama ini.
Dendy pun rajin menemani sang Ayah keluar lapas. Namun bukan tanpa alasan, Dendy memang masuk penjara dalam keadaan tulang kakinya patah. Luka di kaki kanannya pun mengalami pembusukan. Karenanya, dispensasi tersebut dianggap wajar di lingkungan Lapas. Hanya saja aktivitas keluar masuk lapas mereka, sambung sumber, kerap membuat napi lainnya iri.
Zulkarnaen memang disebut memiliki properti di Bogor Nirwana Residence. Asetnya dikabarkan berada di dua cluster, yakni Cendana dan Harmony. Cendana merupakan salah satu cluster dengan harga produk hunian cukup mahal, yakni berkisar antara Rp1,5-2,5 miliar.
Cluster Cendana merupakan hunian premium dengan view indah Gunung Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango. Cluster Harmony pun demikian. Lokasi dua cluster ini hanya berjarak sekitar 500 meter. Nah, agar dekat dengan rumah, maka Zulkarnaen sering minta izin berobat di Bogor Medical Center, di bilangan Pajajaran.
Dikonfirmasi soal ini, Kepala Lapas Kelas II A Cibinong, Sudjongo tegas membantah bahwa jajaranya memberikan akses keluar masuk seenaknya bagi Zulkarnaen dan anaknya. “Saya baru dua bulan di sini (Bogor). Saya pun membatasi mereka untuk berobat. Mereka hanya boleh keluar sebulan sekali, itu pun kondisinya harus anfal,” tegas mantan Kalapas Kerobokan Bali tersebut.
Sudjongo mengatakan, pengobatan di luar lapas tidak lah dilarang. Terlebih lapasnya hanya memiliki dua orang dokter. Yakni seorang dokter umum dan seorang dokter gigi. Dua dokter tersebut mesti siap melayani narapidana sebanyak 1.491 orang.
“Kami juga harus memanusiakan mereka. Semuanya memang serba terbatas. Yang menjaga keamanan untuk penjara sebesar ini pun hanya lima orang,” paparnya.
Selama keluar, Sudjongo meminta Zulkarnaen dan anaknya tetap mendapat pengawalan dari kepolisian. Keberadaan polisi, sambungnya, untuk mencegah adanya kongkalikong antara si narapidana dan anak buahnya untuk plesir ke tempat lain. “Saya pastikan tidak ada kejadian keluar masuk seminggu dua kali di sini,” paparnya.
Radar Bogor sempat bertemu Zulkarnaen saat Jumat (1/1) di areal lapas. Dia tampak segar saat berkemeja putih dengan paduan celana panjang hitam. Saat itu, dia asyik duduk di bangku panjang, tepat pelataran kantor staf Lapas. Memang, tak semua napi bisa berlaku seperti itu.
“Alhamdulillah sehat,” jawab Zul singkat, saat ditanya wartawan ini perihal kabarnya.
Selanjutnya, Zul enggan menanggapi. Dengan mimik terheran dan tegang, mantan Anggota Komisi VIII non-aktif dari partai Golkar itu pamit dan langsung meninggalkan ruangan. “Maaf,” singkatnya. (gar/azi/d/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pro dan Kontra Warnai Wacana Pemindahan Lapas Kerobokan
Redaktur : Tim Redaksi