Survei LSI Denny JA Harus Kartu Merah

Kamis, 20 Januari 2011 – 06:52 WIB

JAKARTA  - Rekor MURI yang diberikan kepada Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA kembali diprotesKali ini oleh IndoPoling, di mana dalam pilkada ulang Sumbawa NTB LSI Deny JA melakukan quick count di 25 TPS, namun dalam kenyataanya LSI Denny JA melakukan real count.

“Ada persolan dalam pemberian rekor MURI terhadap LSI Denny JA, di mana LSI tidak mengambil populasi seluruhnya

BACA JUGA: Wishtle Blower Bukan Gayus, Tapi Susno

Jika itu maka disebut real count, tapi dalam pengakuanya dia melakukan quick count,” ujar Karyono Wibowo dari IndoPoling, kepada wartawan di Jakarta, kemarin (19/1).

Karyono menuding, jika memang benar, Denny JA melakukan real count tapi yang dilaporkannya sudah melakukan quick count, maka Denni JA telah melakukan kebohongan publik
”Selisihnya nol persen dan hasilnya sama dengan KPU

BACA JUGA: Bahas RUUK Jogja, Mendagri Diminta Siaga

Jika itu benar melakukan real count tapi melaporkan ke MURI melakukan quick count, LSI Denny JA telah berbohong kepada publik,” sindir Karyono.

Disesalkan oleh Karyono, MURI harusnya beriskap hati-hati dalam memberikan penghargaan, perlu kroscek, dan metodologi apa yang digunakan Denny JA
“Sehingga di kemudian hari tidak ada masalah

BACA JUGA: Vonis Atas Gayus Jangan Hentikan Pengungkapan Kasus

Dan, harusnya MURI punya kategorisasi sebelum melakukan penghargaan,” tegasnya.

Dijelaskan, perbedaan quick count dengan real count, di mana quick count harus berdasarkan sampling“Ini tidak, LSI Denny JA melakukan kesalahan yang sangat fatalPerlu dikasih kartu merah supaya ini jadi pembelajaran bagi lembaga survei lainDia melakukan real count tapi laporannya quick countPeneliti kan syaratnya harus jujur, dan menjelaskan metodologinya,” terangnya.

Sementara itu, peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanudin Muhtadi menyesalkan apa yang dilakukan LSI Denny JANamun mengenai sanksi yang diberikan, Burhanuddin menyatakan itu tergantung dari asosiasinya“LSI Denny JA kan tergabung di AROPI, saya tidak tahu apakah Aropi punya kode etik atau tidak, tapi kalau kami yang tergabung di Persepi, kita memiliki kode etik yang menetapkan bagi setiap lembaga yang merilis hasil survei dan quick count harus menyebutkan metodeloginya dan sumber dananya," kata Burhanuddin

Kalau rujukannya ke Uapor, lanjut Burhanuddin, itu jelas harus ada penjelasan kepada public survei dan quick count menyangkut metodelogi maupun sumber dana, dalam metodolgi disebutkan juga samplingnya diambil dari populasi seperti apa, margin of erornya gimana

"Itu harus disebut, sementara kasus Sumbawa itu jelas tidak ada yang digambarkan bagaimana proses pengambilan sampelnya, apa itu quick count atau real count, dari 25 TPS itu bukan quick count tapi real countReal count itu tidak ada sample, semuanya hanya populasiJika  metodologinya disebut saya yakin tidak akan terjadi semacam ini," jelasnya

Anehnya lagi, lanjut Burhanuddin, MURI kok gegabah betul memberikan rekor"Ini jelas menjadi otokritik bagi lembaga survei untuk meningkatkan kepercayaan publikUntuk meningkatkan keprcayaan publik mereka harus jujur menyebut metodologi atau sumber dananyaKemudian kasus ini jelas mencoreng citra lembaga survei secara keseluruhan," pungkasnya(dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengungsi Maluku di Sultra Tagih Janji Mensos


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler