Susahnya Teliti Gelatin agar Tak Masuk Neraka

Jumat, 18 Desember 2009 – 01:48 WIB
PANDUAN - Dewan Penasehat LPPOM MUI Nadratuzzaman Hosen menunjukkan buku panduan menentukan halal-haram MUI. Foto: Zulham Mubarak/Jawa Pos.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) punya lembaga khusus yang bertugas meneliti halal-tidaknya sebuah produk makanan dan obat-obatan sebelum dilepas ke pasarProsesnya cukup rumit

BACA JUGA: Sakit Parah pun, Besarkan Hati Sesama Penderita Kanker

Setidaknya, demikian menurut orang-orang yang berada di lembaga tersebut.

Laporan ZULHAM MUBARAK, Jakarta

JIKA
ingin tahu bagaimana rumitnya meneliti ratusan ribu produk makanan dan obat-obatan, bertanyalah kepada Nadra
Pria bernama lengkap Muhammad Nadratuzzaman Hosen ini adalah mantan Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI

BACA JUGA: Mukjizat Darah Tali Pusar Terus Berkembang

Baru tiga bulan lalu dia lengser dari jabatannya.

Tiga tahun menjabat Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Nadra telah mengeluarkan sedikitnya 29 ribu sertifikat halal dan 250 ribu produk berlabel halal
Alumnus IPB ini memang terlibat langsung dalam setiap proses penentuan halal yang diterbitkan instansinya.

Kini, pria berusia 38 tahun itu masih tetap berkutat di LPPOM MUI

BACA JUGA: Abu Dhabi saat Diguyur Hujan Paling Deras sejak Satu Dekade Terakhir

Hanya saja, dia kini sudah menjadi anggota dewan penasehat di lembaga tersebut.

Ketika ditemui Jawa Pos di tempatnya mengajar di komplek kampus Universitas Yarsi, Jakarta, Selasa (15/12) siang lalu, Nadra menyambut ramahDia tampak bersemangat ketika ditanya seputar pengalamannya selama menjadi orang nomor satu di LPPOM MUI.

"Tak terhitung sudah kisah menarik ketika kami bekerja," ujar pria yang menempuh gelar master di University of New England (UNE) Australia ini.

Nadra pun menjelaskan secara rinci bagaimana prosedur sebuah produk hingga akhirnya dijamin kehalalannyaMula-mula katanya, setiap perusahaan (produsen) harus mendaftarkan secara langsung ke kantor LPPOM MUI, di gedung MUI lantai 4 Jl Proklamasi, JakartaSaat itu sampel produk juga harus dibawaDi sana mereka (produsen) harus mengisi formulir, lalu menjelaskan bahan dan proses pembuatan produk yang dibawa.

"Formulirnya memang tebal dan detail, karena kami tidak ingin melewatkan apa punMungkin (karena) itulah kenapa kami kerap dituduh mempersulit," cerita Nadra.

Berbekal formulir tersebut, LPPOM MUI segera menugasi para auditor untuk bekerja secara independenMereka inilah yang menelusuri proses produksi produk yang akan diujikanJawa Pos sempat diajak menyaksikan bagaimana repot dan rumitnya para auditor ketika bekerja.

Mereka yang mayoritas ahli kimia, ahli pangan dan ahli produksi obat-obatan itu, harus meneliti serta memelototi proses produksi mulai hulu hingga hilirSemua bahan produk itu diteliti secara komprehensif, baik zatnya maupun proses mendapatkan zat tersebut.

Nadra mengatakan, di awal terbentuknya LPPOM MUI sekitar 20 tahun lalu, proses tersebut berlangsung cukup lamaSebab, para auditor harus merunut asal bahan-bahan untuk menyusun sebuah produkInilah yang menyebabkan prosesnya cukup panjangSebab, tak jarang untuk keperluan itu, mereka harus berurusan dengan perusahaan-perusahaan lain.

"Mengapa kami bekerja seperti itu? Sebab, prinsip kami sesuai Alquran, yaitu zero toleranceArtinya, tidak bisa ditawarKalau halal ya halal, kalau haram ya haramSetetes barang haram bisa membuat seluruh produk haram," tegasnya.

Untungnya, sekarang prosesnya bisa jauh lebih mudahSebab sudah banyak produsen pembuat bahan-bahan penyusun produk yang diuji yang bersertifikat halal"Ini lebih memudahkan," katanya.

Yang menjadi musuh nomor satu bagi para auditor halal di LPPOM MUI, kata Nadra, adalah gelatinZat ini sering digunakan untuk memperindah dan memperhalus tekstur makananBiasanya digunakan pada bahan makanan, antara lain dalam pembuatan yogurt, permen, susu, kue, marshmallow, mentega, selai, jelly, serta puding dan kapsul.

Gelatin yang dibuat dari ekstrak tulang dan kulit hewan itu hampir tidak mungkin dideteksi sumbernya, apakah dari babi atau sapiHal itulah yang membuat auditor kerap terbentur jalan buntuMereka sulit memastikan apakah gelatin tersebut dari babi yang jelas haram, atau dari sapi.

"Di dunia ini belum ada teknologi yang dapat mengurai asal gelatinGelatin dari sapi maupun babi hampir samaKarena itu, kami bekerjasama dengan IPBKami adalah satu-satunya lembaga di dunia yang mengembangkan teknik analisis ituKini penelitian untuk merancang cara itu hampir tuntas," papar pria yang juga anak dari salah seorang tokoh MUI ini.

Nadra menambahkan, selama ini auditor halal kerap menemukan gelatin dalam pembuatan makanan atau obatKarena itu, mereka selalu menelusuri perusahaan yang memasok bahan tersebutJika perusahaan pemasok gelatin termasuk dalam daftar produsen berbahan babi, rekomendasi halal bagi produk yang memiliki gelatin dalam daftar bahan pembuatnya itu tidak diluluskan.

"Tapi, yang sulit adalah jika gelatin itu hasil eksporBiasanya, kami rekomendasikan untuk mengganti dengan bahan yang berbahan sapi atau zat lain," katanya.

Nadra pun mengenang, salah satu proses paling rumit yakni ketika yang mengajukan sertifikat halal adalah produsen essence atau rasa buatanSebab, produk itu mengandung sedikitnya 1.000-1.500 bahan kimia penyusunTuntutan zero tolerance membuat auditor bekerja hingga enam bulan lebih, untuk memastikan kategori produk tersebut halal atau haram, karena setiap zat penyusun itu harus diteliti di laboratorium.

"Kami ini diamanatkan oleh ratusan juta muslim di IndonesiaJadi, ketika mulai bekerja, kami berkomitmen harus berani masuk nerakaArtinya, kami siap bertanggung jawab kepada Allah jika dalam analisis kami terjadi kesalahan," paparnya"Tapi, Insya Allah, saya yakin bahwa selama ini kami telah bekerja semaksimal mungkin," lanjutnya.

Di bagian lain, Direktur Eksekutif LPPOM MUI Lukmanul Hakim menambahkan bahwa saat ini dirinya memiliki 75 personil auditor yang sangat profesionalSelain memiliki kemampuan teknis terkait kimia dan produksi bahan makanan, mereka telah terlatih secara ilmu fiqih untuk menganalisa halal dan haramnya sebuah zat"Kalau boleh saya katakan, personel kami ini gabungan antara ustad dan ilmuwan," kata pria berusia 35 tahun itu.

Lukman yang menggantikan posisi Nadra mengatakan, sulit menemukan sumber daya profesional yang memiliki dua sisi dalam bekerjaDua sisi dimaksud adalah ketelitian dan dedikasi profesi, serta rasa tanggung jawab dan kejujuran kepada AllahKarena itu, untuk menjaga personilnya tetap dalam peak performance, para auditor secara berkala duduk dalam majelis dan diberikan suntikan pemahaman Islam dan refreshment naluri pengetahuan ilmu terapan mereka.

"Tiap Jumat kami rapat dan bertemuSelain mengaji, di sana problem dan temuan hal-hal baru kami bahas bersama dan mencari penyelesaiannya," katanya.

Lukman menyatakan, dalam bekerja, tak jarang auditor diiming-imingi suap dan hadiah dari perusahaan yang mengajukan sertifikasi halalNamun beruntung, karena bekal agama dan profesionalisme selama ini katanya, dirinya tidak menemukan adanya pelanggaran kode etik oleh personilnya.

"Kami sering ditawari hadiah dan uangTapi, selalu kami tolak dengan tegasSebab, sekali kami salah langkah, nasib jutaan muslim akan ikut terjerumus dalam kesalahan kami," papar Lukman pula.

Orang nomor satu di LPPOM itu pun memastikan bahwa proses suap yang dilakukan perusahaan pasti tidak akan mempanSebab katanya, penentuan sertifikat halal itu tidak bergantung kepada satu-dua auditor, tetapi juga kepada timSelain itu, hasilnya akan dibawa ke rapat Dewan LPPOM dan kemudian dibahas lagi di Komisi Fatwa MUI sebelum disahkan.

Dia mengakui bahwa dari sisi kesejahteraan, para auditor pasti tidak akan terpenuhiSebab, pendapatan auditor dalam menangani setiap berkas adalah Rp 300 ribu per hariLazimnya, setiap berkas akan tuntas dalam waktu sehari atau dua hari sajaKarena itu, dia membolehkan auditor bekerja secara freelance di luar wewenang mereka menjadi tim MUI.

"Apalagi, karena sekarang bahan baku yang mereka gunakan sudah bersertifikat, jadi proses pengecekan dan auditnya tidak lama," terangnya pula.

Lalu, bagaimana cara mengawal proses produksi di perusahaan tersebut pasca sertifikasi? Setelah menerbitkan sertifikasi halal, Lukman mengatakan, MUI mewajibkan perusahan menunjuk salah seorang karyawan mereka untuk menjadi internal auditorSelanjutnya, dia yang akan memiliki link ke MUI untuk memantau proses produksi dalam perusahaan tersebut.

"Sertifikasi halal ini juga kami bikin masa expiredJadi, akan ada proses audit berkala minimal setahun sekali bagi mereka," terangnya.

Data terbaru menyebutkan bahwa tingkat perhatian publik terhadap produk halal semakin meningkat tiap tahunSaat ini dipastikan hampir 70 persen umat Islam di Indonesia selalu memperhatikan label halal sebelum memastikan membeli sebuah produkOleh karena itu, tuntutan profesionalitas kinerja mereka (LPPOM MUI) menjadi ujung tombak bagi bahan makanan yang akan dikonsumsi muslim Indonesia.

"Kami beryukur bisa diberikan amanat ini oleh para ulama dan muslim IndonesiaKarena itu, kami akan jaga sebaik mungkin," tutur Lukman memastikan(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Dapat PR Menjawab Pertanyaan Dana Rp 6,7 T


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler