Susun RUU Tipikor, Pemerintah Dituding Kompromi dengan Koruptor

Senin, 28 Maret 2011 – 03:53 WIB

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi langkah pemerintah yang telah menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)ICW menganggap RUU itu mengandung banyak kelemahan yang justru bakal melemahkan pemberantasan korupsi.

Peneliti Hukum ICW, Donal Fariz menyataan bahwa dilihat dari isi RUU, dokumen yang sedang berada di tangan Presiden ini sangat mengkhawatirkan bagi semangat pemberantasan korupsi

BACA JUGA: April Gaji Naik, Juni Terima Gaji ke-13

"Bahkan tidak berlebihan jika RUU Tipikor ini akan menjadi ancaman bagi upaya pemberantasan korupsi dan nyaris menghilangkan semangat extraordinary pemberantasan korupsi," ujar Donald dalam jumpa pers di kantor ICW, Minggu (27/3).

Lebih lanjut Donal yang dalam kesempatan itu didampingi peneliti ICW lainnya, Febridiansyah, menjelaskan, alasan pemerintah menyusun RUU Tipikor karena Indonesia pada 2006 telah meratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nation Against Corruption (UNCAC) tahun 2003)
Dengan demikian, hukum di Indonesia harus diselaraskan dengan ketentuan internasional.

Namun Donal menegaskan, ICW mencermati bahwa terdapat 9 hal yang akan melemahkan pemberantasan korupsi

BACA JUGA: Gaji Hakim Tipikor Daerah Segera Cair

Pertama, RUU Tipikor menghilangkan ancaman hukuman mati yang sebelumnya diatur di Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kedua, RUU itu juga menghilangkan pasal 2 UU Tipikor tentang unsur kerugian keuangan negara yang paling banyak digunakan aparat penegak hukum untuk menjerat koruptor
ICW mencatat, sepanjang tahun 2010 saja KPK menjerat 42 tersangka korupsi dengan pasal tersebut

BACA JUGA: Penyelesaikan RUU Intelejen Harus Diundur



Ketiga, ICW melihat adanya hilangnya “ancaman hukuman minimal” di sejumlah pasal RUU TipikorPadahal, kata Donal, ketentuan tentang ancaman hukuman minimal adalah salah satu ciri dari sifat extraordinary korupsi di Indonesia

Keempat, adanya penurunan “ancaman hukuman minimal” menjadi hanya 1 tahunHal ini dikhawatirkan dapat menjadi pintu masuk untuk memberikan hukuman percobaan bagi koruptor"Coba bandingkan dengan UU 31/1999 jo 20/2001 yang memiliki ancaman hukuman minimal bervariasi tergantung jenis kejahatan, yaitu satu tahun, dua, tiga dan bahkan empat tahun untuk korupsi yang melibatkan penegak hukum dan merugikan keuangan negara," ucapnya.

Kelima, melemahnya sanksi untuk pelaku Mafia Hukum seperti suap untuk aparat penegak hukumDi UU 31/1999 jo UU 20/2001 suap untuk penegak hukum seperti hakim ancaman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahunSedangkan di RUU Tipikor ancaman minimal hanya 1 tahun dan maksimal 7 tahun (ditambah 1/3) atau 9 tahun.

Keenam, ditemukan adanya pasal yang berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi pelapor kasus korupsiKetujuh, RUU Tipikor mengatur bahwa korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum. 

"Meskipun dalam klausul tersebut disebutkan pelepasan dari penuntutan hanya dilakukan setelah uang dikembalikan dan pelaku mengaku bersalah, hal ini tetap saja dapat dinilai sebagai bentuk sikap kompromi terhadap koruptor," imbuh Donal

Kedelapan, kewenangan penuntutan yang dimiliki KPK tidak disebutkan secara jelas dalam RUUPadahal, papar Donal, di pasal sebelumnya posisi KPK sebagai penyidik korupsi disebutkan secara tegas"Hal ini harus dicermati agar jangan sampai menjadi celah untuk membonsai kewenangan penuntutan KPK," tandasnya.

terakhir, dalam RUU Tipikor tidak ditemukan aturan seperti Pasal 18 UU 31/1999 dan UU 20/2001 yang mengatur tentang pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara, perampasan barang yang digunakan dan hasil untuk korupsi, maupun penutupan perusahaan yang terkait korupsi.

Karenanya, ICW dengan tegas menolak RUU Tipikor yang disusun pemerintah"Karena akan menjadi salah satu alat pelemahan pemberantasan korupsi dan kewenangan KPKPoin-poin di RUU bersi pemerintah itu menunjukkan paradigma kompromistis dan ketidak konsistenan dalam memerangi korupsi," imbuhnya.

Selain itu, ICW juga meminta pemerintah lebih fokus menuntaskan berbagai persoalan hukum dan korupsi yang penanganannya masih berlarut-larut hingga saat ini, seperti: kasus Gayus Tambunan, Rekening Gendut dan Skandal Bank Century.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hakim MK: KPK Lemah Menindak Internal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler