Swasta Bebas Pajak Tergantung Pemerintah

Sebagai Insentif Tanggulangi Krisis Finansial

Rabu, 26 November 2008 – 21:53 WIB
JAKARTA - Pemberian insentif pajak untuk mengantisipasi krisis merupakan kewenangan pemerintahDemikian juga soal pembebasan pajak bagi perusahaan swasta yang bukan hanya tanggung jawab Ditjen Pajak semata namun juga tanggung jawab pemerintah sepenuhnya

BACA JUGA: Perang antar Operator Mulai Anarkis



Penegasan tersebut diutarakan Dirjen Pajak Darmin Nasution, Rabu (26/11)
"Banyak yang salah persepsi

BACA JUGA: Antiklimaks, Bukit Asam Batal Beli BUMI

Dipikir hal-hal yang berkaitan dengan pajak merupakan kebijakan Ditjen Pajak
Ambil contoh soal pemberian insentif pajak dalam menanggulangi krisis, itu kan kebijakan pemerintah

BACA JUGA: Menkeu Berharap Bunga Turun, Agar Sektor Riil Bergerak

Jadi jangan hanya Ditjen Pajak yang diuber-uber," ujarnya.

Mengenai insentif bagi perusahaan swasta, menurut Darmin, pemerintah telah menyediakan fasilitas pembebasan pajakDi mana bagi  perusahaan yang melakukan merger dengan hanya membeli saham tanpa ada penyerahan barang dan jasa, maka tidak dikenakan pajak pendapatan nilai (PPN)Sedangkan pajak penghasilannya (PPh), sepanjang dilakukan sesuai nilai buku, maka tidak dikenakan pajak.

Lebih lanjut dikatakan, untuk insentif pajak dalam mengatasi krisis, pemerintah telah mencadangkan dana Rp 10 triliun dalam APBN 2009Dengan cadangan dana ini, ada ruang untuk kebijakan di bidang perpajakan, apakah itu yang namanya pajak ditanggung pemerintah (DTP) atau tidak.\

"Penggunaan dana tersebut tergantung perkembangan yang terjadiSaat ini kita belum tahu kondisi riilnya karena masih ada perubahan-perubahan," cetusnya sembari menambahkan dampak krisis finansial global pada penerimaan perpajakan terjadi akibat adanya ekspektasi negatif terhadap permintaan produksi dalam beberapa bulan ke depan, sehingga para pengusaha kemudian mengurangi impor mereka.

Sebelumnya, Darmin mengatakan, penerimaan negara non migas pada Oktober 2008 dibanding bulan yang sama tahun lalu hanya tumbuh 21,55 persen, atau lebih lambat dari pertumbuhan tahunan (year on year) pada bulan-bulan sebelumnya yang berkisar pada angka 39-40 persenKondisi ini menunjukkan kalau dampak dari krisis keuangan dunia itu sudah mulai terlihat walaupun belum signifikan"Jika dibandingkan dengan pendapatan pajak neto non migas serta PPh, yang sangat terpengaruh krisis adalah PPN impor dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)," ucapnya.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rencana Merger, Pialang dan Manajer Investasi Konsolidasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler