Tahu Persis Aliran Dana Teroris

Sabtu, 28 Maret 2015 – 04:54 WIB
Wakil Ketua PPATK Agus Santoso di kantornya, Jalan Ir. H. Juanda, Nomor 35, Jakarta Pusat, Jumat, (27/3). Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com - JARINGAN ISIS sudah merambah Indonesia. Kelompok teroris ini memiliki banyak cara untuk mengumpulkan dana. Yang pasti, cara lama seperti merampok bank, sudah mulai ditinggalkan.

Aliran dana mereka sudah terdeteksi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bekerjasama secara manis dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror.

BACA JUGA: Perlawanan Golkar Daerah Bakal Makin Keras

Bagaimana pola penyebaran dana mereka? Berikut wawancara reporter JPNN Natalia Laurens dengan Wakil Ketua PPATK Agus Santoso di kantornya, Jalan Ir. H. Juanda, Nomor 35, Jakarta Pusat, Jumat, (27/3).

Apa benar dana terkait terorisme bersumber dari jaringan mereka di Australia?

BACA JUGA: Semua Berambisi untuk Menguasai Golkar

Mengenai dana dari Australia itu, harus dilihat secara lebih positif ya karena ini adalah hasil kerjasama dua negara, dua institusi. Tahun lalu PPATK bekerjasama dengan PPATK milik Australia. Kerjasama itu meliputi tiga bidang kejahatan yang dipantau. Salah satunya yaitu pendanaan terorisme tersebut. Ini juga cukup mengagetkan karena jumlahnya cukup besar. Mencapai ratusan ribu dolar Australia. Itu dari jaringan yang kami duga jaringan teroris di Australia masuk ke pihak-pihak yang diduga jaringan teroris di Indonesia.

Sejak kapan mereka bertransaksi? Apa sudah lama sebelum isu ISIS mulai mencuat?

BACA JUGA: Saya Tidak Bisa Melawan

Memang ini pekerjaan tahun lalu. Tapi biasanya kami lihat dari dua tahun sebelumnya. Katakanlah tahun 2013, 2012. Kami melihat pola many to one and one to many' Mengumpulkan dari banyak pihak kepada beberapa rekening beberapa orang. Tentu dengan sistem pencucian uang, yaitu sistem penempatan, penyamaran dan integrasi. Makanya awalnya jadi banyak kemudian menjadi tinggal dikirim beberapa orang tertentu saja.Ketika duitnya dikumpul disebut proses integrasi. Ketika ke Indonesianya disebar lagi. Jadi dari banyak ke satu orang, lalu dari satu orang itu disebar lagi di Indonesia. Prosesnya cukup panjang karena kami coba menelusurinya sampai layer ke tiga.
Dari si pengumpul, kemudian dari siapa yang menyamarkan lalu siapa yang bertugas mengirim. Sampai tiga layer itu.

Siapa orang-orang dari Australia yang mengumpulkan dana ini? Apa benar seorang ibu rumah tangga WNI? Apa pekerjaan mereka sehingga bisa kumpulkan dana itu?

Saya tidak bisa sebutkan detail satu persatu ya. Tapi kalau saya jelaskan secara umum dengan logika, namanya membuka rekening di Indonesia pasti ada keterlibatan orang Indonesia.  Lebih mudah kan kalau orang Indonesia yang mengurus ini dibanding orang asing.

Apa yang dilakukan PPATK atas hasil penelusuran ini?

Kami serahkan Laporan Hasil Analisisnya (LHA) ke Densus 88 Antiteror pada akhir tahun 2014 lalu. Ke kepolisian. Tapi kami masih juga menganalisis kasus yang lain. Kami berencana kirim staf PPATK ke Australia lagi untuk bekerja  di sana secara lebih erat untuk membuka  jaringan ini lebih luas dan lebih dalam lagi.

Orang-orang yang dimaksud ini termasuk dalam kelompok ISIS?
Iya, kan itu berkembang. Tadinya dalam negeri, lalu sekarang mereka dalam bentuk lain (ISIS).

Apa PPATK juga pantau tindaklanjut dari Densus 88?

Selama ini tentu kerjasama PPATK dan Densus sangat erat. Namun, tentu saja terorisme ini kan bergerak tidak terang-terangan. Jadi kalau kami tidak kerjasama dengan Densus, kami tidak akan pernah tahu nama-nama pendana teroris dan jaringannya mana saja. Kalau tidak dapat namanya, mana tahu kami orang yang mengirimkan duit itu jaringan terorisme. Sebaliknya Densus juga terhadap kerja PPATK jadi lebih mudah. Karena mereka tidak bisa hanya lakukan 'follow the suspect'. Setelah ditangkap, orang kan tidak akan mengaku jaringannya. Tapi dengan bantuan penelusuran aliran dari PPATK, maka terbuka jaringannya karena kami tahu persis mereka kirim uang ke mana saja.

Tidak hanya itu, kami juga bisa lakukan 'maping'. Si A temannya dengan siapa saja. Ada kelompoknya sendiri-sendiri sehingga memudahkan pemetaan. Nanti Densus yang tindaklanjuti ke penyelidikan. Silakan tanya hasilnya ke Densus.

Orang-orang dari daerah mana saja yang menerima dana dari Australia ini?

Ada daerah-daerah yang di-spot sebagai daerah rawan, potensi rawan teroris dan ISIS. Kalau nama wilayahnya biar Densus saja yang sampaikan.

Dalam kerjasama ini, tindakan apa yang dilakukan pihak Australia atas temuan ini?

Kerjasamanya sangat erat, selain PPATK, kepolisian Indonesia juga bekerjasama dengan kepolisian Australia (AFP). Mereka tindaklanjuti. Hasil dari PPATK ini kan sistemnya dugaan, nanti tentu Densus 88 dan Bareskrim yang punya otoritas untuk lakukan penyelidikan dan penegakan hukum. BNPT yang lakukan proses deradikalisasi.

Kalau yang kami temukan ini, sumber dananya dari jaringan Australia ke Indonesia. Jadi satu arah. Uangnya digunakan untuk apa, itu kepolisian yang tahu. Kami hanya tahu, uang ini masuk ke sejumlah pihak yang nama-namanya ada di dalam daftar terduga teroris di Indonesia. Jumlahnya saya tahu, tapi saya tidak bisa sebutkan. Beda-beda jumlahnya.

Berapa layer transaksi itu terjadi?

Tipologi transaksi ini beragam. Mereka kumpulkan dan tempatkan. Ketika kirim pakai cara penyamaran. Bisa dengan menggunakan nama orang lain,  pakai bank, pakai pengiriman uang ada juga yang tukar dulu uangnya pakai mata uang lain. Atau ada juga yang dibawa secara fisik.  Ketahuannya ketika nanti mereka setor uang ke satu rekening itu kan sehingga itu mencurigakan. Yang punya rekening itu pasti orang yang mencurigakan. Kalau kami tidak curiga rekening itu, curiganya pasti ke orang-orang  yang terima duit itu, kok yang terima terduga teroris  semua.

Setiap kali ada nama yang dicurigai Densus langsung berikan ke kami. Sifat laporannya kan intelijen jadi bukan langsung dieksekusi. Densus dalami dulu, mereka harus ikuti dulu, apa betul nama-nama itu paham radikal. Kalau enggak dikasih tahu namanya ya kita enggak tahu.

Kalau di Indonesia kemudian peredaran uangnya bagaimana setelah dari Australia?

Ini kan money sent people to people. Ini dari tahun 2011 polanya begitu. Mereka biasanya tarik tunai dengan ATM. Supaya tidak terlalu dideteksi CCTV maupun tidak ketemu orang bank. Untuk menghindari itu,  mereka biasanya pengiriman dengan nominal kecil supaya ditarik dan dikumpul. Tapi akhir-akhir ini sejak tahun 2013, mereka mulai menggunakan modus lain untuk mengumpulkan uang. Modus mencari uang, memutar uang lebih banyak dengan doing bussiness. Seolah-olah uang legal.

Contohnya bisnis apa?

Bisnis jual buku, bisnis herbal dan toko kimia. Tiga bisnis ini harus diregulasi secara lebih intensif. Kelihatannya jual buku tapi bukan hanya untuk tambah income saja melainkan isi bukunya juga menyebarkan paham radikalisme. Jadi pemerintah harus lebih waspada atas penjualan buku ini.

Kalau herbal, perizinannya harus dilihat oleh Kemenkes. Apa betul obat herbal atau apa. Sama yang jualan bahan-bahan kimia. Bisa saja bahan yang dijual itu yang bisa dicampur untuk jadi bahan peledak.  Atau bisa jadi ancaman untuk masyarakat.

Jadi  tidak cukup Kementerian Perdagangan beri izin jual seperti ini. Harus dilihat tujuan dan latarbelakang orangnya baik yang jual maupun membeli. Bukan kami ingin persulit, tapi ini rentan dalam kejahatan terorisme. Bisnis-bisnis itu dimodali oleh orang-orang terduga terduga teroris lalu disebar. Kemudian hasil bisnisnya juga disebar untuk dana kegiatan teroris.

 Langkah apa yang dilakukan untuk cegah bisnis seperti ini?

Pekan depan kami buat surat edaran pada semua penyedia jasa keuangan yang isinya imbauan untuk tidak menyokong pembiayaan bisnis bagi orang-orang yang diduga teroris. Jadi kami beri nama-nama itu ke penyedia jasa keuangan untuk potong sistem keuangan mereka.

Omset dari modus bisnis ini berapa banyak?

Kalau yang bisnis cukup besar ya. Kalau yang mereka kirim-kirimin duit itu tidak dalam jumlah besar, yang  bisnis ini omsetnya lebih besar lagi, bisa sampai Rp 7 miliar. Akhir tahun lalu, kami hitung sampai segitu. Itu akumulasi omset mereka. Tapi bagi saya itu sudah sangat besar. Buat bom mungkin tidak sampai Rp 2 juta. Sisanya mereka pakai untuk pendanaan kegiatan mereka.

Yang berbahaya itu mereka masuk lewat toko kimia, herbal dan buku. Kalau obat herbalnya tidak baik, sengaja merusak kesehatan juga kita kan tidak tahu. Makanya harus waspada.

Apa pesannya untuk masyarakat atas tiga bisnis tersebut?

Harus waspada. Kalau beli buku jangan lupa lihat konten bukunya. Herbal juga begitu, lihat-lihat dulu. Namanya terorisme, kita juga tidak tahu niatnya bagaimana selain kumpulkan uang. Kalau bisnis bahan kimia, tugas otoritas pemerintah awasi. Tidak semua orang dengan mudah mendirikan usaha menjual zat-zat kimia berbahaya.

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan menghentikan transaksi dan modus-modus seperti ini?

Kita akan tingkatkan kerjasama dengan negara-negara lain untuk cegah modus seperti ini. Bukan hanya dengan Australia saja. Kami akan kumpulkan PPATK dari negara lain yang berbatasan dengan Indonesia khususnya Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina, Australia juga. Berkumpul untuk memantau dan mencegah pengiriman dana lintas batas dan pengiriman orang lintas batas.***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mereka Gunakan Berbagai Cara untuk Gabung ISIS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler