Tak Diatur, Atribut Kampanye Bikin Kotor

Rabu, 31 Juli 2013 – 19:27 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyayangkan belum ditetapkannya pengaturan teknis pelaksanaan kampanye. Padahal, tiga hari sejak KPU menetapkan peserta pemilu, partai politik sudah dapat langsung melakukan aktivitas kampanye.

Kampanye yang dibolehkan adalah pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran bahan kampanye dan pemasangan alat peraga di tempat umum.

BACA JUGA: Wamen Tegaskan, Mudik Gunakan Kendaraan Dinas Tabrak Aturan

Menurut Ray, kampanye ini harus sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang pelaksanaan kampanye itu
8 Januari 2013. Namun hingga saat ini, aturan kampanye masih dalam penggodokan KPU.

"Artinya sudah hampir enam bulan masa kampanye berlangsung, peraturan pedoman pelaksanaan kampanyenya tidak jelas," ujar Ray di Jakarta, Rabu (31/7).

BACA JUGA: Masih Berwatak Orba, Petani tak Percaya BPN

Dengan tidak adanya PKPU tentang pelaksanaan kampanye kata dia, membuat banyak tempat mulai marak bertaburan berbagai jenis iklan dan alat kampanye yang dipasang dengan cara sembrono nyaris tanpa mengindahkan kaedah pelaksanaan kampanye sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.

Aturan di UU itu lanjut Ray, berupa kampanye yang tidak mengganggu ketertiban umum, tidak menggunakan fasilitas negara, tidak mempergunakan ruang ibadah dan pendidikan, mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat.

BACA JUGA: Kemnakertrans Tetapkan 3 Konsorsium Asuransi TKI

"Kota-kota kita bertaburan dengan segala macam spanduk, baliho, selebaran, dan lainnya yang berisi rayuan, ungkapan, foto orang, janji-janji, dan sebagainya dengan mempergunakan ruang publik secara semena-mena. Tak ada estetika, tak ada etika, bahkan memliki kecenderungan merusak lingkungan hidup karena banyak batang pohon yang ditempel dengan berbagai selebaran," ucapnya.

Lebih lanjut, Ray mempertanyakan lambatnya kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menetapkan PKPU kampanye. Menurutnya, alasan bahwa mekanisme konsultasi dengan Komisi II DPR yang menjadi penyebab lamanya penetapan itu tidak dapat sepenuhnya dijadikan alasan.

Seharusnya kata Ray, KPU dapat mempergunakan mekanisme lain seperti mekanisme surat dan perwakilan. Sehingga tidak selalu dengan rapat tatap muka antara anggota KPU dengan anggota Komisi II.
"Mekanisme surat misalnya sudah pernah dilakukan antara Komisi II dengan KPU khususnya berkaitan dengan perubahan PKPU jadwal pemilu," katanya.

Karenanya Ray menjelaskan, LIMA mendesak KPU supaya secepatnya menetapkan PKPU tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu 2014 yang akan datang. Alasannya, PKPU itu sangat penting bukan hanya bagi peserta pemilu tetapi juga bagi masyarakat umum. Sehingga dapat menjadi pedoman apakah satu praktek kampanye dilakukan sesuai dengan semestinya atau tidak.  

"Hajat pemilu memang hajat bangsa Indonesia. Tapi kampanye yang mengotori ruang publik tetap saja bukan bagian dari pelaksanaan kampanye yang diinginkan oleh masyarakat," tutur Ray.

Dalam berbagai iklan atau alat kampanye menurut Ray, pesan yang disampaikan kepada masyarakat bukan merupakan pesan kampanye yang membangun, mencerdaskan atau
memberi gambaran tentang Indonesia ke depan. Di banyak model kampanye yang terjadi lanjutnya, isi kampanye lebih banyak bersifat pengenalan diri, nomor urut, daerah pemilihan dan nama partai. Padahal, praktek kampanye seperti ini sejatinya sudah bagian dari pelanggaran kampanye.

"Sebab sesuai ketentuan UU Pemilu, yang berhak untuk kampanye saat ini adalah partai peserta pemilu, bukan calon anggota DPR peserta pemilu," ujar Ray.

Menurutnya, angan-angan KPU yang ingin memberi bobot kualitatif dalam PKPU Pedoman Kampanye tentu layak didukung dan diapresiasi. Khususnya terkait dengan transparansi dana kampanye, mekanisme audit dana kampanye, tata cara pelaporan dana kampanye calon anggota legislatif (caleg), serta rencana pembatasan alat peraga kampanye di ruang publik.

Hanya saja lanjut Ray, jika karena ingin mengikuti semua daftar keinginan itu maka PKPU menjadi terlambat disahkan, tentu bukanlah sebuah langkah yang tepat. "Nyaris selama enam bulan pelaksanaan kampanye, peraturan pedoman pelaksanaannya malah masih menjadi wacana bukanlah tindakan yang elok. Menjangkau yang ideal di depan dengan membiarkan kekinian akan dapat merusak apa yang sudah terbangun," ucapnya.

Ray menyarankan, apa yang menjadi isyarat penting di UU Pemilu seperti memastikan bahwa semua dana caleg harus dilaporkan ke rekening kampanye partai politik harus dikuatkan. Sedangkan hal lainnya seperti pembatasan dana dan alat peraga kampanye misalnya yang tidak diatur secara tegas di UU dijadikan sebagai wacana untuk perbaikan di masa mendatang.

Secara umum menurut Ray, aspek negatif pelaksanaan pemilu di Indonesia bukanlah karena kurangnya peraturan, tetapi karena lemahnya penegakan aturan. Karena itu lanjutnya, kita seharusnya mulai sedikit menahan diri bahwa segala sesuatu harus diselesaikan dengan membuat peraturan baru. Padahal peraturan lama saja masih belum baik pelaksanaannya.

"Pemilu kita membuat banyak aturan, tetapi kemampuan menegakannya sangat lemah. Seharusnya optimalkan peraturan yang ada menuju pemilu yang lebih baik," pungkasnya. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Bisa Usut Korupsi Dari Data E-KTP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler