BACA JUGA: Gula di Nunukan Rp 150 Ribu/Kg
Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin kepada JPNN, Minggu (10/1), menyatakan bahwa pemberlakuan CAFTA akan memukul industri manufaktur nasional yang selama ini menjadi tulang punggung nasional untuk menyerap tenaga kerja
BACA JUGA: Banyak Perda Hambat Masuki FTA
Akibatnya, angka pengangguran dan kemiskinan melonjak, karena maraknya PHK dan minimnya investasi dibidang industri manufakturKarena itu, lanjut Ade, Partai Golkar meminta pemerintah untuk menunda kesepakatan tersebut demi kepentingan nasional yang lebih besar
BACA JUGA: Masuki FTA, Stop Pungutan Liar
“Negara-negara maju juga bersikap demikian, bila kepentingan nasonalnya tergangguLihat saja sikap Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya dalam perundingan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), mereka berusaha dan sangat melindungi kepentingan nasionalnya,” ulas Ade.Menurutnya, ketidaksiapan dalam menyambut CAFTA akan meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinanSelain itu, lanjut Ade, CAFTA juga akan berdampak pada ketidakseimbangan neraca perdagangan antara Cina dan Indonesia
“Kita hanya mampu menjual bahan baku yang belum atau setengah diolah, sementara pemerintah Cina sangat agresif mendorong ekspor ke luar negeri dengan skim kebijakan yang mendorong industrinya bisa bersaing secara produktif, jadi antara ekspor dan impor kita akan timpang dengan sendirinya,” jelasnya.
Ditambahkannya, untuk tumbuh dan berkembang saja industri nasional masih terkendala dengan minimnya infrastruktur dan tingginya biaya tranportasiBelum lagi, beber Ade, jasa kepelabuhanan di Indonesia yang masih berbelit“Dengan kendala yang demikian besar, Fraksi Partai Golkar menilai tidak etis bagi pemerintah membiarkan industri manufaktur nasional 'mati' dengan sendirinya akibat diberlakukannya kesepakatan CAFTA,” ungkapnya
Ade juga memberkan hasil kajian GolkarJika CAFTA dilaksanakan maka sektor industri yang akan terpuruk adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), industri petrokimia, industri peralatan dan mesin pertanian, industri alas kaki, industri fiber sintetik, industri elektronik (termasuk kabel dan peralatan listrik), industri permesinan, industri rancang bangun serta industri baja.
“Dengan Vietnam saja produk manufaktur kita sudah kalah, apalagi dengan produk CinaKarena itu kami menyarakan kepada pemerintah untuk meneliti dan mengkaji produk-produk mana yang sudah siap untuk dilepas dalam rangka perdagangan bebas itu, dan bagi produk-produk industri yang belum mampu bersaing sebaiknya pemerintah melakukan renegoisasi kembali agar produk-produk tersebut ditunda dimasukkan dalam daftar perdagangan bebas Cina-Asean,” ulasnya.
Untuk membantu kinerja industri nasional dalam menghadapi persaingan global, FPG meminta pemerintah pusat dan daerah untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan dunia usaha“Pemerintah harus membantu dunia usaha dalam upaya meningkatkan kinerja melalui regulasi, insentif dan fasilitas yang memungkinkan dunia usaha mampu bersaing secara kompetitifPemerintah pusat dan daerah harus sinkron dalam mengambil dan menjalankan kebijakanSelama ini, kebijakan pemerintah pusat, kadang-kadang dijalankan berbeda di daerah, hal itu tercermin dengan banyaknya Perda yang tidak business friendly,” sebutnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tekstil dan Garmen Paling Terancam
Redaktur : Antoni