Tak Mau SBY Disalahkan karena Jokowi Naikkan Harga BBM

Selasa, 18 November 2014 – 22:50 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Penasihat Fraksi Partai Demokrat DPR, Agus Hermanto menyatakan, tidak ada alasan bagi siapapun menyalahkan Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas kondisi anggaran negara yang dijadikan alasan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Agus beralasan, keputusan SBY menaikkan harga BBM di masa pemerintahannya telah sesuai dengan Undang-Undang APBN.

"Kalau menyalahkan pemerintahan Pak SBY tidak beralasan. Ketika Pak SBY menaikkan harga BBM, alasannya sudah sesuai Undang-undang APBN waktu itu. Pak SBY juga meyakinkan kompensasi untuk masyarakat sudah disiapkan," kata Agus di gedung DPR Jakarta, Selasa (18/11).

BACA JUGA: Ini Tanggapan Kapolri soal Keluhan Susi Pudjiastuti

Menurutnya, kondisi di era SBY itu berbeda dengan era Presiden Jokowi. Sebab, Jokowi saat menaikkan harga BBM subsidi tidak mengacu UU APBN Perubahan. Hal itu karena pemerintah memang dimungkinkan menaikkan harga BBM tanpa meminta izin DPR asalkan memenuhi kondisi yang ditetapkan dalam undang-undang.

"Bedanya saat ini, di dalam APBNP pemerintah tidak harus meminta izin, tapi ada persyaratan khusus. (Bisa dinaikkan) Jika harga minyak dunia naik signifikan di atas USD105 per barel. Padahal sekarang turun, bisa dibayangkan, kalau dilihat detail, ini bisa dikatakan melanggar undang-undang," tegasnya.

BACA JUGA: Dirjen Otda: Otsus Bali? Riau Sudah Lama Tak Dikasih

Di sisi lain, Agus tegas menyatakan kenaikan harga BBM yang dilakukan Presiden SBY dikuti program kompensasi yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat. Misalnya dengan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), bantuan operasional sekolah (BOS) dan kompensasi lainnya.

Karenanya, kata Agus, kalaupun sekarang Jokowi mengeluarkan kompensasi dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartau Keluarga Sejahtera (KKS), maka hal itu bukan hal baru. “Memang sekarang Pak Jokowi sudah mengeluarkan tiga kartu sakti, yang kita ketahui semuanya meng-copy dari program Pak SBY," tegasnya.

BACA JUGA: MenPAN Siapkan Penghargaan untuk Instansi Hemat Anggaran

Sayangnya, kata Agus, program KIP dan KIS yang dijalankan Jokowi saat ini terindikasi melanggar undang-undang. Sebab, mata anggarannya tidak tercantum dalam APBN maupun APBNP.

“Kalau mau di-copy (program kompensasi era SBY, red) kenapa tidak diakui saja. Kalau merubah justru ada indikasi melanggar undang-undang," tandasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Peserta Banyak, Tetap Boleh Rapat di Hotel


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler