TAKEN Gugat Hakim Konstitusi ke Dewan Etik, Begini Alasannya

Minggu, 01 Juli 2018 – 22:47 WIB
Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia (TAKEN) di Kantor Mahkamah Konstitusi. Foto: TAKEN for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia (TAKEN) akan melaporkan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ke Dewan Etik MK terkait dugaan pelanggaran atas peraturan internal MK tentang Saksi Ahli. Peraturan yang dilanggar adalah Peraturan MK Nomor: 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, pasal 22 ayat 2.

Advokat senior TAKEN, Hermawi Taslim mengatakan pelanggaran itu terjadi dalam sidang gugatan konstitusional (judicial review) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Mahkamah Konstitusi, Selasa (26/6/2018).

BACA JUGA: DPR Bersiasat Mengakali Putusan MK

Menurut Taslim, keputusan pengaduan itu diambil dalam Forum Konsultasi TAKEN setelah mempelajari jalannya sidang MK dan risalah sidang MK.

BACA JUGA: Anies Pastikan Tunduk Putusan MK soal Legalitas Ojol

Hermawi Taslim dan Sandra Nangoy

Uji materi UU BUMN diajukan oleh AM Putut Prabantoro dan Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakri, pemohon perseorangan. Dalam sidang yang terakhir itu, TAKEN sebagai tim kuasa kedua pemohon gugatan, menilai MK tidak independen karena melanggar aturannya sendiri mengingat dua saksi ahli yang diajukan pemerintah yakni Refly Harun dan Revrisond Baswir masing-masing menjabat sebagai Komisaris Utama PT Jasa Marga dan Komisari Bank BNI.

BACA JUGA: Kewenangan Panggil Paksa Hilang, DPR Hormati MK

“Kami tidak meragukan kepakaran Refly Harun sebagai pakar hukum tata negara, serta Revrisond Baswir sebagai pakar ekonomi kerakyatan. Namun aturan yang dibuat oleh MK pada tahun 2005, juga jelas koq. Ini masalah conflict of interest atau konflik kepentingan yang dalam peraturan MK sudah jelas tertulis. Kan kedudukan hukum mereka sudah jelas terjadinya konflik kepentingan. Keputusan untuk ke Dewan Etik MK ini diambil setelah kami miting dalam forum TAKEN,” ujar Hermawi Taslim, Minggu (1/7/2018).

Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, pasal 22 berbunyi:

(2) Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict of interest) dengan subjek dan/atau objek perkara yang sedang diperiksa.

(3) Pemeriksaan ahli dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat) dan riwayat hidup serta keahliannya; dan ditanyakan pula kesediaannya diambil sumpah atau janji menurut agamanya untuk memberikan sesuai dengan keahliannya.

Terkait dengan hal itu, Anggota TAKEN Sandra Nangoy menegaskan, “pemohon sudah mengajukan keberatan jika kedua komisaris itu sebagai Saksi Ahli karena jelas kok aturannya. Namun oleh Ketua Hakim Anwar Usman, keberatan dipertimbangkan dan akan dicatat. Kedua komisaris memberi keterangan setelah disumpah. Lha kalau keterangannya dicabut karena kedudukan hukum kedua komisaris sebagai Saksi Ahli diterima, apakah artinya sumpahnya juga dicabut? Siapa yang berhak mencabut? Itu khan urusan dengan agamanya kan?”

Menurut Sandra, persoalan menjadi rumit ketika Hakim Arief Hidayat membuat pernyataan yang menganggap pemohon tidak konsisten dalam kaitannya dengan kedudukan hukum dua komisaris BUMN tersebut.

“Ini sama seperti polemik yang terjadi dalam pututsan MK Februari 2018 tentang kedudukan KPK yang bertentangan dengan empat keputusan MK sebelumnya. Hal ini juga ditegaskan Mantan Ketua MK, Mahfud MD, bahwa keputusan MK yang mengatakan KPK bagian dari Eksekutif bertentangan dengan keputusan sebelumnya. KPK sendiri mengaku kecewa dengan keputusan tak konsisten MK tersebut. Jadi siapa yang tidak konsisten sebenarnya bisa diuji. Itu khan aturan MK sendiri. Patut diduga MK tidak independen dalam hal ini,” ujar Sandra Nangoy.

Lebih jauh, Sandra mempertanyakan jika keterangan dua komisaris itu tidak diterima sebagai keterangan saksi ahli maka yang menjadi persoalan adalah sidang kemarin dianggap sebagai apa?

“Apakah sebagai sidang atau sebagai rapat? Lalu, sumpah yang telah diucapkan siapa yang memiliki hak untuk mencabut? Apakah dengan demikian, rakyat perlu secara langsung memilih Hakim Konstiusi? Kami menginginkan MK yang bermartabat, bersih dan kredibel,” kata Sandra.

Selain Hermawi Taslim dan Sandra Nangoy, TAKEN terdiri dari Liona N Supriatna, Daniel T. Masiku, Gregorius Retas Daeng, Alvin Widanto Pratomo dan Bonifasius Falakhi. Gugatan terhadap UU BUMN tersebut didukung penuh oleh Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) dan Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI).(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MK Tolak Uji Materi Pihak yang Ingin JK Jadi Cawapres Lagi


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler