Tarif Mongol Rp 5 Juta Per 8 Menit

Senin, 26 Desember 2011 – 06:15 WIB
Rony Immanuel alias Mongol Stress saat ditemui di Sarinah, Kamis (23/12/2011) lalu. Foto: M. Dinarsa Kurniawan/JAWA POS

NASIB seseorang memang kesunyian masing-masingSekelebat kesempatan tak terduga bisa dengan cepat mengubah peruntungan

BACA JUGA: Rela Bakar Piala dan Seragam Karate

Mongol Stres adalah salah satu contohnya


Syahdan, pada malam 23 Juli lalu, pria bernama asli Rony Imanuel itu kaget ketika namanya tiba-tiba dipanggil pembawa acara di Comedy Caf" yang saat itu sedang menghelat open mic

BACA JUGA: PDIP Salahkan Pimpinan Polri

Padahal, ketika itu Mongol berada di sana bersama sejumlah teman semata untuk merencanakan pesta ulang tahun seorang sahabat


Rupanya, salah seorang teman mengerjainya dengan mendaftarkan namanya untuk membawakan banyolan di panggung

BACA JUGA: Kasus Sape, Pemerintah Abaikan Kepentingan Rakyat

Open mic memang acara yang menantang pengunjung Comedy Caf" untuk menjadi comic, sebutan buat pelawak yang berkiprah di jalur stand-up comedy

Berusaha mengocok perut orang sendirian, di atas panggung untuk kali pertama, tanpa persiapan pula, jelas sebuah tantangan yang bisa membikin keder siapa sajaTapi, tidak demikian bagi MongolDengan yakin dia naik panggung Comedy Caf" dan meluncurlah lelucon-lelucon masa SMP di Manado dulu yang masih direkamnya dengan baikTak disangka, dia sukses membuat seisi Comedy Caf" tak berhenti tertawa

Tepat pada malam itulah roda nasib pria 33 tahun tersebut mulai berderap kencangComedy Caf" langsung mengundangnya tampil lagi, bahkan sampai lima kaliNamanya sebagai comic semakin berkibar setelah menerima tawaran tampil dalam program Stand-up Comedy Metro TV mulai September lalu.

Salah satu penandanya adalah akun Twitter-nya: @Mongol_StresKali pertama membuka akun tersebut, follower-nya hanya puluhanTapi, sepuluh menit setelah tampil perdana di layar televisi, para pengikutnya melonjak hingga menyentuh angka tiga ribu akun.

Job melawak pun mengalir derasHampir tiada hari dilewatkannya tanpa open mic di berbagai tempat di penjuru tanah airOtomatis, tarif Mongol juga terkerekPria kelahiran Manado, 7 Mei 1978, itu mengakui bahwa dirinya adalah comic dengan bayaran termahal di Indonesia saat iniPer 8 menit tampil, dia minta dibayar Rp 5 juta.

Walhasil, penampilan Mongol sekarang pun jauh berbeda dibanding ketika pertama mendarat di Jakarta pada pertengahan 1990-anKetika ditemui di sebuah resto cepat saji di kompleks perbelanjaan Sarinah, Thamrin, Jakarta, Kamis (22/12), dia tampil perlente.

Pengidola comic, presenter, sekaligus penyiar radio Pandji Pragiwaksono itu mengenakan kemeja batik lengan pendek yang dipadupadankan dengan celana pantalon hitamKakinya terbungkus sepasang sepatu kulit hitam yang disemir sampai mengkilat

Sama mengkilatnya dengan kalung berbandul salib dari logam yang menggantung di leherSebelum memulai pembicaraan, dia meletakkan dompet kulit besar bermerek Mont Blanc dan handphone BlackBerry tipe Torch miliknya di atas meja.

"Ah, ini semua karena malam ini saya memang diminta untuk tampil seperti pejabat atau anggota DPRBiasanya saya lebih suka pakai jins kok," kilahnya.

Wajahnya pun menjadi sangat familier di mata publikDi tengah wawancara di Sarinah itu, contohnya, sepasang kekasih mendekat dan minta berfoto bersamaMereka mengaku sebagai fans beratMongol pun dengan senang hati melayani.

Uang dan popularitasSemua itu sama sekali tak terbayangkan saat dirinya memutuskan untuk merantau ke JakartaSebab, ketika itu, tekadnya hanya satu: menjadi pendetaKebetulan, ada kenalan yang berjanji mau membiayai jebolan Sekolah Pertumbuhan Orang Percaya (SPOP) di Gereja Injil Seutuh Indonesia (GISI), Manado, tersebut masuk sekolah pendeta.

Tapi, sang kenalan ternyata ingkar janjiMongol ditelantarkan dan dititipkan kepada orang yang tak dia kenal di Tanjung Priok"Karena malu untuk pulang, saya pun bertekad bertahan di JakartaMeski, boleh dibilang, ketika itu saya hanya berbekal niat dan uang recehan di kantong," kenangnya.

Namun, tekadnya untuk menjadi pelayan Tuhan tak lunturDia pun akhirnya berkesempatan mendapat pendidikan rohani di Sekolah Orientasi Melayani (SOM) milik Gereja Bethel Indonesia (GBI) di daerah Sunter, Jakarta Timur.

Masuk pada 1998, Mongol menamatkan SOM pada 1999Sejak saat itulah dia mulai bertugas sebagai penginjil dan memberikan pelayanan di GBIKarena tidak ingin terus-menerus merepotkan pihak gereja, pada 2002, sembari tetap memberikan pelayanan, dia melamar sebagai pegawai honorer di sebuah instansi pemerintah yang tidak mau dia sebutkan dan bertahan sampai sekarang.

Sekarang, seiring dengan kepopulerannya sebagai comic, otomatis intensitasnya ke gereja untuk memberikan pelayanan berkurangKalau sebelumnya sebulan minimal lima kali, dia hanya bisa melakukannya sekali dalam dua bulan terakhirMeski, untuk urusan ibadah pada Minggu, Mongol mengaku tetap rajin melakukannya.

Pada malam Natal lalu pun, dia harus ber-open mic di MedanKembali ke Jakarta, lalu Rabu (28/12) dia terbang ke Pekanbaru untuk menghadiri acara Natal Korpri di ibu kota Provinsi Riau itu"Saya tidak bisa menolak menerima job pada malam Natal karena sudah dijadwalkan sejak lamaTidak enak kalau harus dibatalkan," terangnya

Selain persoalan keseimbangan jadwal antara menjadi comic dan pelayan Tuhan, Mongol harus menghadapi kritik jemaat karena seringnya mengambil bahan lawakan tentang gerejaMisalnya, tentang jemaat yang tertidur saat khotbah atau yang terlalu khusyuk hingga tak sadar dompetnya dicuri.

Kebanyakan lawakan Mongol memang bermain di batas sensitivitas seperti ituMulai soal etnisitas hingga homoseksualitasPria gay yang diistilahkan sebagai "Pria KW" adalah materi yang kerap dipakaiSaking seringnya, pria yang masih betah melajang itu sampai digosipkan sebagai bagian dari komunitas tersebut, meski ditepisnya.

Tapi, dia tidak ambil pusingPria yang mendapat tambahan nama "Stres" dari idolanya, Pandji Pragiwaksono, tersebut menganggap apa yang dilakukan dengan membikin orang senang melalui leluconnya adalah bentuk pelayanan juga

Bedanya, pelayanan sebagai comic tak dilakukan di gerejaNamun, dia tetap menganggap Tuhan adalah tempat pulangKarena itulah, dia masih menyimpan keinginan untuk masuk sekolah pendeta yang merupakan alasan awalnya pergi ke Jakarta.

Seiring berjalannya waktu, dia juga ingin menyeimbangkan antara pelayanan dan aktivitasnya di stand-up comedyKeinginan lainnya adalah memiliki mobilSaat ini, ke mana-mana dia memercayakan kepada taksi motor alias ojek(nar/c5/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Dituding Tak Paham Etika Hukum


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler