jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Alvin Lie ikut mengomentari terkait mahalnya tarif tiket pesawat.
Alvin mengaku tidak setuju jika avtur selalu menjadi 'kambing hitam' atas tingginya tarif tiket pesawat.
BACA JUGA: Mulai Hari Ini Tarif Tiket Pesawat Turun 12-16 Persen
Terkait seringnya avtur menjadi kambing hitam atas tingginya harga tiket pesawat, Alvin melihat sebagai justifikasi terhadap masuknya swasta untuk pasar avtur domestik.
Menurutnya, masih ada komponen lain yang juga berpengaruh terhadap penentuan harga tiket, seperti biaya bandara yang sejak 2016 juga sudah beberapa kali mengalami kenaikan.
BACA JUGA: Kisah Nayak Ambrosius, Korban Harga Tiket Pesawat Mahal
Penyebab tingginya harga tiket pesawat merupakan inefisiensi di tubuh maskapai, seperti jumlah pesawat terlalu banyak dan utilitasnya rendah.
BACA JUGA: Tarif Batas Atas Tiket Pesawat 12-16 Persen
BACA JUGA: Soal Perhitungan Tarif Batas Atas Pesawat Jet, Menko Beri Target Kemenhub Besok
"Pada umumnya di bawah 10 jam, itu kan tidak efisien. Yang efisien, dari jumlah pesawat, terbang sedikitnya 12 kali sehari. Nah, kalau memang tidak efisien, ya kurangi jumlah pesawatnya,” kata Alvin dalam siaran persnya.
Komponen pengadaan pesawat, sambung Alvin memang sangat tinggi, karena seluruh biaya sewa pesawat mempergunakan mata uang euro atau dolar AS.
"Maskapai ini kan pesawatnya sewa semua. Nilai tukar rupiah terhadap Dolar sejak 2016 sudah turun. Ketika tarif batas atas (TBA) ditetapkan pada 2016 lalu, asumsinya kurs Dolar adalah Rp12 ribu, sekarang Rp14 ribu," tutur pria yang juga menjabat sebagai pengamat penerbangan ini.
Jika benar tidak efisien, menurut dia, pemerintah juga berhak memberikan teguran kepada maskapai yang melakukan pengadaan pesawat baru lagi, kecuali untuk peremajaan.
"Misal, pesawat yang sudah berusia delapan tahun diremajakan dengan mendatangkan yang usianya 0 tahun, itu oke saja," kata dia.
Untuk meningkatkan efisiensi, hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong maskapai untuk membuka jalur penerbangan internasional, tidak seperti sekarang, ketika airlines hanya bermain di tingkat domestik.
Kalau pun membuka jalur internasional, hanya sebatas Singapura dan Kuala Lumpur, meski sebenarnya kesempatan resiprokal dengan banyak negara, menurut Alvin sangat terbuka.
"Lihat saja maskapai Qatar terbang ke Indonesia, mengapa Indonesia tidak? Hal-hal seperti itu yang perlu kita kembangkan, jangan hanya sibuk bermain di dalam negeri," kata Alvin.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tarif Batas Atas Tiket Pesawat 12-16 Persen
Redaktur & Reporter : Yessy