JAKARTA - Seperti sudah diduga sebelumnya, pembahasan RUUK DI Jogjakarta di Komisi II DPR berlangsung panasKali ini ketegangan bukan antara pendukung dan penentang penetapan Sultan HB X sebagai Gubernur Jogjakarta, melainkan antara DPR dan DPD.
Perdebatan sengit mulai terjadi antara Ketua Komisi II Chairuman Harahap dengan beberapa tamunya dari Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
BACA JUGA: E-passport Mulai Diberlakukan
Rapat perdana pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Jogjakarta ini dihadiri pula oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebagai wakil dari pemerintahPerdebatan yang berujung panas itu berawal dari keinginan DPD untuk dilibatkan secara penuh dalam seluruh proses pembahasan RUU Jogjakarta
BACA JUGA: Atur Jumlah Penduduk, Perlu Grand Design Kependudukan
Keinginan itu disampaikan melalui Ketua Komite I DPD, Dani Anwar dalam rapat bersama Komisi II DPRDPD akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan aspirasi jika tidak dilibatkan dalam seluruh pembahasan
BACA JUGA: Pembubaran Satgas Kontra Produktif
Padahal para senator telah menjaring aspirasi warga Jogjakarta, termasuk membuat draft RUU versi sendiri yang telah disampaikan ke DPDDani merujuk Pasal 22 D Amandemen UUD 1945 tentang DPD sebagai dasar hukum harus dilibatkannya DPD dalam pembahasan.”Keputusan akhir pengesahan RUU memang ada di tangan DPR, tetapi pembahasan harus melibatkan DPDApalagi RUU ini terkait otonomi daerah,” kata Dani Anwar.
Namun keinginan DPD ini bertepuk sebelah tanganPara politisi di Komisi II tetap tidak mau melibatkan DPD dalam pembahasan RUUK DI JogjakartaSikap itu ditegaskan oleh Chairuman Harahap yang bertindak sebagai pemimpin sidangPolitisi Partai Golkar ini menyatakan tidak ada aturan yang mengatur DPD ikut pembahasan RUU, seperti ikut kunjungan ke daerah dan menyusun daftar inventaris masalah (DIM)
Karenanya DIM itu akan disusun sesuai masukan tiap fraksi di DPRSementara DPD hanya diperbolehkan menyampaikan pendapat miniChairuman mendasarkan pendapatnya pada Pasal 150 ayat 1 UU No 27/2009 tentang MPR, DPD, DPRD dan DPD.
”Ini ada persepsi yang berbeda mengenai makna pembahasan oleh DPD,” cetus Dani Anwar”Kalau memang tidak ada aturan yang mengatur, mari akita buat aturannyaArtinya, DPD ikut menyusun DIM kan tidak dilarang,” anggota DPD asal Bali, I Wayan Sudirta menimpali.
Usulan I Wayan agar sidang tersebut diskors sementara untuk menyamakan presepsi tidak digubris Chairuman”Kalau DPD ingin menyampaikan aspirasi, nanti saja diskusi menjelang penyusunan DIM,” tukas Chairuman seraya mengetukan palu tanda perdebatan harus dihentikan agar sidang bisa dilanjutkan.
Mendapat perlakuan semacam itu, para senator meradangUsai mengikuti rapat di Komisi II, mereka menggelar konferensi pers di gedung DPDDengan tekad bulat, DPD bakal mengajukan judicial review pasal 149 dan 150 UU No 27/2009 tentang MPR, DPD, DPRD dan DPD ke Mahkamah Konstitusi”UU itu jelas bertentangan dengan Pasal 22 D Amandemen UUD 1945 tentang DPD,” kata Dani Anwar.
Wayan menambahkan, selama ini para senator masih menghargai DPR yang meminta DPD tidak mengajukan judicial review UU MD3 ke MKAgar publik tidak mengesankan DPR dan DPD berhadap-hadapanUntuk mengakomodir ketidaksetujuan DPD pada pasal 149 dan 150 UU MD3, maka DPR segera melakukan revisi”Tapi dengan kejadian ini, tekad kami sudah bulat untuk mengajukan judicial review ke MK,” kata Wayan.
Prof John Pieris, anggota DPD lainnya, menuding DPR ingin memonopoli kekuasaan legislatif dengan menghalangi keterlibatan DPD”Pembahasan RUU yang mereka lakukan itu bersifat transaksional, berujung pada kepentingan uang dan kekuasaan semata,” kata John dengan nada jengkel(dri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Refly Tuding JR Saragih Tak Konsisten
Redaktur : Tim Redaksi