jpnn.com - JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso terbukti melakukan korupsi dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang.
Majelis pun menjatuhkan vonis hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan.
BACA JUGA: Mabes Polri Bilang yang Diblokir Suka Provokasi dan Mengkafirkan Orang
"Menyatakan terdakwa Machfud Suroso terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua," ucap Hakim Ketua, Sinung Hermawan membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Rasuna Said, Rabu (1/4).
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi yakni pidana penjara 7,5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.
BACA JUGA: Jokowi Bersedia Jelaskan Masalah BG pada DPR, Tapi Kapan?
Selain itu, Machfud juga divonis membayar uang pengganti sebesar Rp 36.818 miliar. Uang tersebut harus lunas dibayarkan paling lambat satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum.
"Kalau harta benda tidak cukup, akan diganti pidana dua tahun," ujar hakim Sinung.
BACA JUGA: Tjahjo dan Tedjo Ditolak, DPR Kukuh Minta Jokowi Datang
Setelah mendengarkan vonis, baik Machfud maupun jaksa KPK diberi kesempatan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun kedua pihak meminta waktu untuk mempertimbangkan dulu langkah tersebut.
Seperti diketahui, perusahaan yang dipimpin Machfud merupakan subkontraktor yang menggarap mekanikal elektrik (ME) proyek Hambalang. Uang yang diterima PT DCL untuk mengerjakan proyek tersebut adalah Rp 185 miliar. Namun, pada kenyataanya yang dipakai hanya Rp 89 miliar.
Sementara sisa uang Rp 96 miliar diberikan kepada sejumlah pihak sebagai fee. Termasuk di antaranya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, mantan Ketua Umum Anas Urbaningrum, dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.
Selain itu, pada tahun 2012, Mahfud berusaha membuat seolah-olah dalam pelaksanaan pengerjaan pihaknya mengalami kerugian. Caranya, dengan memerintahkan auditor Irfan Nur Andri membuat laporan keuangan fiktif.
Mahfud juga menyembunyikan pengeluaran senilai Rp 21 miliar ke PT Adhi Karya yang merupakan bagian realisasi fee 18 persen. Modusnya dengan membuat kwitansi seolah-olah pengeluaran tersebut adalah pinjaman dari PT DCL kepada PT Anugerah Indocoal Pratama untuk bisnis pertambangan.
Atas perbuatannya Mahfud dijerat pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Pilkada, Dorong KPU Buat Aturan Khusus Partai Berkonflik
Redaktur : Tim Redaksi