Terkecoh Ramalan Cuaca

Catatan Dani Nur Subagiyo, Durban

Kamis, 17 Juni 2010 – 03:51 WIB
KANO - Di Durban yang hangat, aktivitas berolahraga kano di waktu pagi pun biasa terlihat di pantainya. Foto: Yuyung Abdi/Jawa Pos.

SEBELAS hari sudah saya berkutat di JohannesburgKemarin (16/6), saya berkesempatan menjajal medan baru

BACA JUGA: Matraka untuk Saingi Vuvuzela

Saya akan pergi ke Durban untuk menonton bentrok Spanyol versus Swiss di Stadion Durban (Stadion Moses Mabhida)
Lima jam sebelum kickoff, saya sudah bertolak dari Bandara Oliver Reginald (OR) Tambo di Johannesburg menuju ke Bandara King Shaka di Durban.

Berhubung hanya dua hari berada di Durban, saya merasa hanya perlu membawa satu tas

BACA JUGA: Mal Khusus Asia di Johannesburg

Itu pun isinya sangat berat, karena selain laptop dan kamera, juga berisi pakaian tebal, khususnya jaket
Ya, mengacu program ramalan cuaca di televisi lokal, cuaca di Durban diprediksi akan sangat dingin

BACA JUGA: Indonesia Ikut Pameran FIFA

Yakni, sepuluh derajat Celcius atau empat dejarat Celcius lebih dingin dibandingkan sehari sebelumnya (15/6).

Sejak awal pekan ini, cuaca di Johannesburg sangat dingin dan diiringi hembusan angin kencangSiang hari saja suhu udara berada di kisaran lima derajat CelciusPagi hari? Bisa nol derajat CelciusBelum lagi di Cape Town yang sebagian kawasannya sudah tertutup salju.

Dari ramalan cuaca di televisi, Durban sekaligus diprediksi bakal turun hujanKarena itu, selain menyiapkan beberapa pakaian tebal dan hangat, saya membeli syal dan sarung tangan untuk berjaga-jaga.

Teman wartawan Indonesia yang berangkat bersama bahkan mengenakan pakaian rangkap empatDari kaos, sweater, jaket biasa, lalu paling luar dibungkus jaket busaDia berpakaian seperti itu karena khawatir bakal sakit, mengingat tugas di Afrika Selatan (Afsel) masih sampai pertengahan bulan depan.

Dengan pakaian rangkap-rangkap, tidak heran apabila saya dan teman saya kerap menjadi objek pemandangan penumpang lainnya sejak dari OR Tambo hingga di dalam pesawat South African Airways yang menjadi satu-satunya maskapai penerbangan di negeri Nelson Mandela itu.

Jika diperhatikan dengan seksama, penumpang kecuali kami memang mengenakan pakaian yang terbilang "normal"Dengan kata lain, mereka tidak mengenakan pakaian atau jaket tebalSepasang suami-istri berkewarganegaraan Australia yang duduk di sebelah saya juga sedikit senyum-senyum dengan pakaian yang dikenakan oleh saya dan teman saya.

Ketika saya menanyakan tujuan mereka ke Durban, mereka menjawab ingin berjemur dan bersepeda di dekat pantai"Hah..berjemur di Durban? Dalam cuaca dingin begini? Apa tidak salah dia?" begitu yang terlintas di pikiran saya ketika mengobrol dengannyaSelama di pesawat saja, saya masih merasakan hawa dingin menusuk tulangKetika pramugari menawarkan minuman dengan es pun, saya tidak tertarik.

Tapi, ketika pesawat akan mendarat di King Shaka atau setelah satu jam perjalanan, saya terkejut ketika melihat pemandangan dari jendela pesawatCuaca sangat terang dan tidak ada tanda-tanda mendung bahkan turun hujanSaya baru sadar ketika seorang petugas toilet di King Shaka menyindir, "Anda masih kedinginan, Pak? Oh, Anda harus segera keluar!"

Benar sajaKetika keluar dari pintu bandara, saya terkejut karena kulit saya serasa tersengat oleh panasnya sinar matahariSaya juga merasakan keringat mulai muncul di telapak tanganKondisi yang sebelumnya tidak saya temukan di JohannesburgSaat itu, jam menunjukkan pukul 13.15 waktu setempat.

Tulisan "Selamat Datang di Durban, Kota Paling Hangat di Afrika Selatan" yang ada di pintu keluar bandara ternyata memang benarSeorang petugas parkir King Shaka seakan mengingatkan, dengan menyebut bahwa ramalan cuaca hanya kreasi manusiaYah..namanya saja ramalanBisa benar, tapi tak jarang meleset(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bantuan Vuvuzela, Penentuan Nasib Afsel


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler