Terpenting Bagi Investor Fasilitas dan Insentif, Bukan Statusnya

Minggu, 21 Mei 2017 – 03:45 WIB
Suasana di kawasan industri galangan kapal yang berlokasi di Tanjunguncang, Batuaji, Batam, Sabtu (18/2). F. Dokumentasi Batam Pos/jpg

jpnn.com, BATAM - Rencana pemerintah pusat mengubah status Batam dari Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tahun ini, bagi investor bukan hal yang paling mendasar.

Bagi investor, apapun statusnya, fasilitas lebih dan insentif banyak yang mereka butuhkan.

BACA JUGA: Caterpillar dan Schneider Perluas Usaha di Batam

"Status itu urusan pemerintah. Kami pengelola kawasan industri dan investor siap saja mengikuti konsepnya. Tapi itu tadi, yang terpenting bagi investor ya fasilitas dan insentif yang pro investasi yang harus disempurnakan lagi," tegas Tjaw Hioeng, wakil Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, seperti dikutip Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.

Menurut Tjaw Hioeng, salah satu yang kerap membuat investor Batam terganggu adanya kebijakan pelarangan dan pembatasan (lartas) bahan baku industri ke Batam. Akibatnya, alur produksi di industri menjadi terganggu.

BACA JUGA: Soal Regulasi Gambut, Pemerintah Harus Beri Kepastian Hukum Investasi

Apalagi untuk mendapatkan rekomendasi harus ke Jakarta terlebih dahulu, sehingga prosesnya butuh waktu yang lama dan biaya yang besar.

Padahal, barang yang diproduksi industri di Batam, ada kontrak waktunya dengan pemberi order. Proses yang panjang itu bisa merugikan industri karena menjadi terlambat produksi. Ujung-ujungnya ekspor menjadi terlambat.

BACA JUGA: Urus Izin Investasi di Indonesia 2 Bulan, Vietnam 2 Pekan

"Seharusnya ada kekhususan, bahan baku industri bebas saja masuk Batam. Jangan ada larangan dan pembatasan," pintanya.

Kalaupun tidak bisa dibebaskan dari larangan dan pembatasan, Tjaw berharap paling tidak ada perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, sehingga investor maupun pengusaha tak perlu buang-buang waktu, tenaga, dan biaya ke Jakarta untuk mengurus dokumen bahan baku barang yang akan dimasukkan ke Batam.

"Terserah nanti instansi mana yang ditunjuk. Intinya tidak perlu lagi ke Jakarta. Kalau ini terjadi kan lebih mudah," ujarnya.

Dia mengatakan, harapan pihaknya ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, negara-negara tetangga yang notabene kompetitor Batam berlomba-lomba memberikan kemudahan bagi investor.

Jika tidak lekas bergegas berubah, ada ketakutan investor akan bepaling dari Batam, hijrah ke negara yang menawarkan insentif dan fasilitas yang lebih baik dari Batam.

"Negara lain seperti Vietnam, Myanmar, dan Malaysia lagi gencar siapkan kemudahan bagi PMA yang masuk ke negara mereka," katanya.

Tjaw juga menggarisbawahi overlap aturan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kondisi ini membuat investor mengeluh karena menyulitkan mereka. Salah satunya soal tenaga kerja asing yang dibatasi pada kualifikasi tertentu saja.

"Kita ini banyak pengangguran, di lain pihak saat perusahaan mau rekrut, tak tersedia tenaga terampil. Makanya kadang yang lamar banyak, tapi yang diambil sedikit karena tak sesuai kualifikasi," ucap dia.

Dia berharap ada kelonggaran dalam perekrutan tenaga kerja, sehingga progres produksi industri bisa berjalan dengan baik. Kalaupun tetap dibatasi, paling tidak ada upaya pusat dan daerah menyediakan tenaga-tenaga terampil sesuai kebutuhan industri di Batam.

Pria yang sehari-hari menjabat sebagai Manager Admin and General Affair PT Batamindo Investment Cakrawala (pengelola Kawasan Industri Batamindo) mengatakan sudah menyampaikan beberapa hambatan dan keluhan investor tersebut ke Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo bersama rombongan tim teknis Dewan Kawasan saat berkunjung ke Batamindo, Kamis (18/5).

Dalam pertemuan tersebut, Tjaw mengatakan tidak ada pembicaraan terkait status KEK. Pihak kawasan hanya ditanya terkait hambatan investasi dan apa yang diperlukan dalam hal investasi.

Tjaw pun menguraikan satu per satu. Selain hal di atas, Tjaw juga menyampaikan keluhan investor soal biaya logistik yang terlau tinggi. Dari Batam ke Singapura sekitar 650 dolar Singapura. Sementara Batam ke Nagoya Jepang hanya sekitar 1.150 dolar Singapura.

Walau Batam ke Jepang lebih tinggi, namun jika merujuk ke jarak, tarif Batam Singapura terlalu mahal. Sebab, jarak Batam sangat dekat, sementara jarak ke Jepang berkali-kali lipat Batam-Singapura.

"Industri dalam kawasan kami mengeluhkan ini. Mereka sampaikan ini tak masuk akal. Ini juga yang membuat Batam tidak kompetitif," ungkap dia.

Hal lain yang dikeluhkan dalam kesempatan tersebut adalah, terkait hasil produksi untuk pasar domestik yang dibebankan bea masuk. Seperti barang Batam jika dipasarkan ke Jakarta dibebankan bea masuk.

Berbeda dengan barang-barang dari negara ASEAN lain kalau masuk Indonesia atau ke Jakarta beanya ditiadakan.

"Ini yang kita minta penerapannya sama, sama-sama dibebaskan bea masuknya, di-nol-kan saja," pintanya.(leo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Favorit Investor, Dana Asing Masuk Rp 105 Triliun


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler