jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung resmi menahan eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan atas kasus dugaan korupsi investasi.
Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu Jakarta Timur.
BACA JUGA: Eks Petinggi Pertamina Bakal Dipanggil Paksa Jika Mangkir
Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, Karen ditahan mulai hari ini hingga 13 Oktober 2018 seraya pemberkasan berjalan.
Menurut dia, penyidik sengaja menahan Karen untuk memudahkan penyidikan pada perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.
BACA JUGA: Honggo Wendratno Sudah Jadi Urusan Kejaksaan
Selain itu, penyidik khawatir Karen Agustiawan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti selama penyidikan berjalan.
“Iya benar, intinya (alasan penahanan) untuk memudahkan kerja penyidik,” kata dia, Senin (24/9).
BACA JUGA: Saksi Ungkap Peran Betty Halim di Kasus Dapen Pertamina
Diketahui bahwa Karen ditahan usai menjalani pemeriksaan selama kurang lebih lima jam di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Karen Agustiawan juga ditahan pada pemeriksaan perdananya sebagai tersangka, karena sudah dua kali Karen Agustiawan dipanggil tim penyidik tapi tidak hadir dengan sejumlah alasan.
Pada perkara tersebut, Kejaksaan Agung juga telah melakukan penahanan terhadap dua tersangka lain yaitu mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto dan Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan.
Seperti diketahui, Kasus tersebut terjadi pada 2009, di mana Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai USD 31 juta
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD 26 juta
Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan ada dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG.
Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir.
Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara sebesar Rp568 miliar. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BK DPD RI Mendatangi Kejaksaan Agung Terkait Kode Etik
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan