Tersangkut Narkoba sampai Santet, 19 TKI Jatim Kena Hukuman Mati

Selasa, 02 Desember 2014 – 19:03 WIB

jpnn.com - SURABAYA - Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jawa Timur (TKI) yang bermasalah di luar negeri terus meningkat. Tahun ini tercatat ada 19 pahlawan devisa yang terancam hukuman mati. 

Sedangkan pekerja asal Indonesa yang dideportasi 6.232 orang. Jumlah itu meningkat 277 orang jika dibandingkan dengan 2013 yang tercatat 5.955 orang.

BACA JUGA: Kejagung Tahan Pejabat PT Pos Indonesia

Seluruh kasus TKI itu dipaparkan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf di hadapan anggota Komite III Bidang Pendidikan dan Kesejahteraan Rakyat DPD di Gedung Kertanegara Pemprov Jatim kemarin (1/12). Pria yang akrab disapa Gus Ipul itu didampingi kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim beserta instansi lain. 

Gus Ipul mengatakan, 19 TKI asal Jatim yang terancam hukuman mati itu tersandung masalah hukum, seperti narkoba, pemerkosaan, dan pembunuhan. Sebagian besar adalah TKI di Arab Saudi. "Ada juga yang di sana ternyata melakukan santet. Mereka masih mengikuti prosedur hukum di sana,'' ujar Gus Ipul.

BACA JUGA: BPK Anggap Pengangkatan Komisaris BUMN Bermasalah

Sayangnya, Gus Ipul enggan menyebutkan asal TKI tersebut. Namun, dia mengaku saat ini pemerintah provinsi (pemprov) terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). "Kami terus mengikuti perkembangannya,'' imbuhnya.

Menurut Gus Ipul, banyaknya TKI yang bermasalah dengan hukum di luar negeri tersebut disebabkan ketidaksiapan mereka menjadi TKI. Karena itu, pemprov kini berupaya untuk menyinergikan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan Balai Keterampilan Kerja (BLK). 

BACA JUGA: DPR Sahkan Rancangan Revisi UU MD3

Selain itu, kata Gus Ipul, proses rekrutmen, pembekalan calon TKI, dan penempatan bisa diselenggarakan beberapa lembaga. Sebab, selama ini seluruh proses tersebut hanya dilakukan PJTKI. Padahal, PJTKI memiliki standar yang berbeda-beda. "Kami ingin BLK-nya langsung diambil alih pemerintah saja dengan standar internasional. Sedangkan PJTKI fokus penempatannya,'' sarannya.

Gus Ipul menambahkan, sebaiknya rekrutmen diserahkan ke kabupaten/kota. Sebab, pemerintah daerah yang paling tahu dan bisa memastikan calon TKI yang akan diberangkatkan. Misalnya, dalam persyaratan umum dan kemampuan fisik, kemudian dilanjutkan ke BLK. "Provinsi yang bertanggung jawab. Setelah itu, diserahkan ke PJTKI untuk penempatan,'' tuturnya.

Kepala Disnakertransduk Jatim Edi Purniwarto mengatakan, setiap bulan setidaknya pemprov memulangkan 200-300 orang ke daerah asal. TKI bermasalah tersebut berangkat dengan cara nonprosedural. Modusnya, mereka berangkat tanpa dokumen, menggunakan paspor kunjungan, dan tidak memiliki visa kerja. "Sehingga mereka dideportasi dan dipulangkan,'' ujarnya.

Pemprov, kata dia, setidaknya mengeluarkan ongkos pengembalian TKI bermasalah itu Rp 75 ribu per orang. Biaya tersebut di luar biaya penerbangan dari negara asal ke Jatim. "Kalau biaya penerbangan, itu tanggung jawab Dubes luar negeri di negara tersebut," ungkapnya.

Berdasar data dari UPT Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPT P3TKI) Jawa Timur, total jumlah TKI bermasalah yang dideportasi dari Malaysia 6.232 orang. Bahkan, di antara mereka ada yang masih di bawah umur. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, usul pemprov untuk menyinergikan fungsi PJTKI dengan pemerintah daerah tepat. Selain itu, hal tersebut memperjelas pembagian tugas antara Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI. (ayu/c6/ilo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK: 27 Juta Penduduk Tidak Mendapat e-KTP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler