Tetap Ngejot, tapi Sudah Masukkan Unsur Islam

Rabu, 06 Juli 2016 – 21:12 WIB

jpnn.com - MATARAM - Ngejot atau tradisi berbagi makanan, tidak hanya menjadi tradisi masyarakat Lenek, tetapi juga menjadi tradisi masyarakat Sasak, suku mayoritas di Pulau Lombok.

Di sejumlah tempat, istilah ngejot ini dikenal dengan istilah ngater. Namun saat ini, tradisi ngejot atau ngater ini tidak lagi menjadi kebiasaan massal masyarakat. Salah satu desa yang tetap mempertahankan tradisi ini secara massal adalah Lenek.

BACA JUGA: Seribu Perempuan Beriring Mengantar Dulang

Tidak diketahui kapan budaya ngejot ini dilakukan segari sebelum Idul Fitri. Diyakini, tradisi ini sudah ada sebelum Islam masuk ke Lombok.

Tradisi ngejot ini juga dikenal dalam masyarakat Hindu Bali yang biasanya dilaksanakan saat hari-hari besar. Istilah yang digunakan juga sama, yakni ngejot.

BACA JUGA: Setelah Seribu Warga Berkumpul dengan Dulang

“Ngejot ini bentuk kecerdikan masyarakat Lenek dalam menafsirkan agama dan alam,’’ kata budayawan Lombok, Dr Salman Alfarisi seperti dilansir Lombok Post (JPNN Group).

Menurutnya, tradisi ngejot ini sudah dijalankan masyarakat Lenek jauh sebelum mengenal Islam. Tradisi ngejot itu mengambil ajaran animisme.

BACA JUGA: Drainase Tersumbat, Pemerintah Salahkan Masyarakat

Ketika Islam datang, mayarakat Lenek tetap ngejot dengan cara yang sama, tapi sudah memasukkan unsur Islam.

“Mereka tidak membuat pertentangan aqidah Islam dengan keyakinan nenek moyang mereka, melainkan mereka membentuk kebudayaan baru,’’ kata Salman.

Dalam era globalisasi, ketika banyak budaya bertemu, kemampuan masyarakat Lenek beradaptasi dengan perubahan budaya itu patut menjadi contoh. Mereka tidak melupakan total budaya lama dan mengganti dengan budaya baru.

Mereka mampu mengawinkan hingga menghasilkan bentuk budaya baru yang mampu mengakomodir tradisi lama dan baru.

Tidak menutup kemungkinan, kelak, ketika ada budaya baru yang masuk di Lenek, masyarakat bisa saja mengawinkan budaya baru itu dengan tradisi lama mereka.

“Pada ornamen ornamen detail, masyarakat Lenek ini tidak absolut karena mereka menyadari bahwa kekal abadi itu adalah perubahan,’’ kata doktor kajian budaya ini.

Tradisi ngejot ini, bisa dibedakan tergantung dari tujuan ngejot. Pertama, ngejot seorang anak kepada orang tuanya sebagai wujud permintaan maaf dan merupakan wujud rasa hormat dan bakti kepada kepada orang tua atas asuhan sejak lahir hingga ke jenjang pernikahan.

Ada juga ngejot kepada saudara tertua dari adik-adiknya sebagai bentuk rasa hormat. Ada juga ngejot seorang kerabat dan keluarga lainnya untuk tetap menjalin kekeluargaan dan silaturrahmi.

Dan terakhir, ngejot warga kepada pemimpinnya, sebagai bentuk saling memaafkan antara masyarakat dengan pemimpinnya dan sebagai ucapan syukur terima kasih kepada pemimpin yang dianggap bisa memberikan tauladan.

“Tak perlu dipertentangkan antara agama dan budaya, jangan dicari cari pertentangannya,’’ kata Tahir menekankan di awal kegiatan ngejot.

Tahir menekankan itu lantaran dalam empat tahun terakhir ada gejala “pembersihan agama dari unsur tradisi”.

Beberapa kali muncul isu di masyarakat bahwa tradisi-tradisi yang masih berlangsung di Lenek, salah satunya ngejot, sebagai bentuk bid’ah.

Di Pulau Lombok,  Kecamatan Aikmel memang dikenal sebagai salah satu basis kelompok kelompok yang menentang tradisi masyarakat dalam kaitannya dengan Islam.

“Tujuan ngejot ini baik, memupuk silaturahmi,’" kata Tahir.(JPG/fat/r5/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Oalah! Aktivitas Tambang Batu Ini Sudah Hancurkan Lingkungan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler