jpnn.com - POLITISI di Kebon Sirih belum bisa memastikan nasib Taman Hiburan Rakyat (THR) Lokasari yang selama ini tidak memberikan kontribusi maksimal terhadap penerimaan asli daerah (PAD). Kendati di lokasi yang terdapat asset milik Pemprov DKI Jakarta itu memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan bagi masyarakat, namun perlu dilakukan kaji ulang terhadap sejumlah perjanjian kontrak dengan pihak swasta. Sehingga tidak berpotensi diselewengkan oleh pengelola yang berlatarbelakang perusahaan milik daerah.
Ketua Komisi B (bidang perekonomian) DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin menegaskan, keberadaan THR Lokasari yang tidak bisa memberikan kontribusi besar kepada daerah, merupakan kesalahan masa lalu. “Itu melibatkan keluarga cendana. THR Lokasari akhirnya cuma mengelola manajemen di situ. Aset-aset nya kan tidak dimiliki mereka,” kata Selamat seperti yang dilansir INDOPOS (JPNN Group), Sabtu (31/8).
BACA JUGA: Marak Pungli di Kelurahan, Jokowi Diminta Jangan Diam
Menurut Nurdin, lantaran Badan Pengelola THR Lokasari tidak memiliki modal besar untuk membangun hotel, maka hanya bisa membuat usaha hunian berupa kos-kosan. Kendatipun hal itu terlepas dari penyalahgunaan kos-kosan. Seperti diketahui dengan bermodalkan keputusan gubernur sebelumnya, THR Lokasari diberikan kewenangan untuk menjalankan bisnis hunian kos. Disinyalir keberadaannya banyak disalahgunakan untuk kegiatan transaksi narkoba dan bisnis seks komersial.
“Dia (BP THR Lokasari) gak punya alat, Bikin hotel enggak sanggup. Bikinnya apa? Kos-kosan,” tutur politisi asal Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) itu.
BACA JUGA: Jalur Puncak Makin Menakutkan
Akan tetapi, sambung Nurdin, keberadaan THR Lokasari masih berpotensi dalam pengembangan usaha. Sehingga mampu meraih PAD yang maksimal. Dirinya berpendapat bahwa status badan usaha THR Lokasari bisa saja digabung dengan sejumlah BUMD yang memiliki usaha sejenis.
“Merger dengan perusahaan-perusahaan sejenis. DKI kan punya Tourisindo, ya digabung. Jadi menurut saya, Pemprov DKI kalau melihat sesuatu yang enggak baik, atau kinerja yang enggak memadai, jangan langsung kebakaran jenggot,” tandasnya.
BACA JUGA: Bebas Gangguan Banjir dan Demo jadi Nilai Lebih Monorel
Beberapa tahun belakangan, keberadaan THR Lokasari tidak lagi disubsidi. Menurut Nurdin, kebijakan menyubsidi Lokasari merupakan tindakan sisa-sia. Ia sepakat bila keberadaan BP THR Lokasari dihapus. “Percuma, alat produksinya enggak ada. Assetnya stadion, lahan parkir, cuma itu doang. Harusnya kan THR Lokasari sudah tidak ada. Jadi enggak boleh lagi ada lembaga BP (badan pengelola), harus menjadi PT. Jadi menurut saya digabung saja sama perusahaan BUMD,” tambah dia.
Untuk mengambilalih THR Lokasari secara utuh, kata Nurdin, maka perlu dilakukan renegosiasi. Sebab surat perjanjian yang berlaku sebelumnya sangat merugikan Pemprov DKI Jakarta. Bahkan keberadaan lahan kosong yang ada di lokasi tersebut bisa dibeli oleh pemprov. Soal pemanfaatannya, disesuaikan dengan fungsi taman hiburan. “Kalau ada negosiasi (ulang), THR Lokasari bisa dikembangkan. Aset bisa dialihkan kembali ke pemprov. Kalau enggak dilakukan, ya begini terus,” imbuhnya.
Sebelumnya, sebagian besar kalangan anggota DPRD DKI Jakarta menganggap bahwa pengelolaan THR Lokasari tidak dilaksanakan secara profesional. Bahkan ditemukan kejanggalan perihal potensi penghasilan usaha di lokasi tersebut yang tidak sebanding dengan kontribusi ke PAD, yakni tak lebih dari Rp 500 juta. Padahal sejumlah penyewa kios mengaku telah diberlakukan kenaikan harga sewa mulai pasca lebaran tahun ini.
Berdasarkan data Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) DKI Jakarta, THR Lokasari hanya menyumbang ke PAD sebesar Rp 448 juta pada 2012. Kondisi itu hanya mengalami poeningkatan sedikit dibandingkan tahun 2011, yakni Rp 381 juta. Sedangkan di 2010 yang hanya Rp 340 juta, dan 2009 yang hanya Rp 287 juta. Angka penerimaan tersebut terbilang paling kecil jika dibandingkan BUMD lainnya yang bisa mencapai miliaran rupiah. (rul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahli Waris Adam Malik Somasi PT Pulomas Jaya
Redaktur : Tim Redaksi