jpnn.com - SURABAYA - Triono Agus Widianto alias Aan pelaku sodomi puluhan siswa SMP akhirnya mendapat hukuman maksimal.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonisnya 15 tahun penjara.
BACA JUGA: Beraksi Tengah Hari Bolong, Sukses Gondol Rp 300 Juta dari BRI
Itu adalah hukuman tertinggi pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pasal yang terbukti dilanggar Aan. Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Tutut Topo Sri Purwati menyatakan bahwa korban Aan mengaku diperlakukan tidak senonoh.
Tindakan tersebut terjadi sejak 2015. Perbuatan biadab terhadap anak-anak usia 14 sampai 15 tahun itu hingga sekarang masih menimbulkan trauma.
Bahkan, tindakan pria 34 tahun itu mengakibatkan luka. Salah seorang korban sampai menderita patah tulang iga.
BACA JUGA: Tangan Diikat, Siswi SMP Digilir Dua Pria Super Bejat
Tak jarang, Aan menyiksa korban jika tidak mau menuruti keinginannya. Misalnya, dipukuli.
"Korban sampai pergi ke keluarganya di Gresik dan tidak mau sekolah," kata Tutut.
Tidak hanya itu, tindakan abnormal Aan juga mengakibatkan anak-anak tidak berani pergi ke sekolah.
BACA JUGA: Dulu Dipenjara karena Mencuri Truk, Kini Dihajar Akibat Curanmor
Tindakan cabul sopir angkot tersebut membuat korban tidak nyaman.
Ada empat korban yang mengaku kesakitan saat buang air besar. Hal itu terjadi lantaran mereka disodomi Aan.
"Perbuatan tersebut dilakukan dengan paksaan dan pukulan sehingga korban tidak berdaya," lanjut mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo itu.
Berkali-kali Tutut menyebutkan korban Aan berjumlah 23 anak.
Perbuatan cabul dilakukan berulang sejak 2015 hingga Februari 2016.
Dalam persidangan, tindakan menyimpang Aan tersebut dinyatakan terbukti melanggar undang-undang.
Sebaliknya, pembelaan dari penasihat hukum Aan yang minta hukuman ringan dikesampingkan.
Bahkan, keberatan Aan secara tertulis yang menyatakan dirinya tidak pernah melakukan sodomi terhadap korban ditolak.
"Tidak ditemukan alasan pembenar dan pemaaf," tegas Tutut.
Hakim menyebut banyak hal yang memberatkan Aan. Di antaranya, perbuatan cabul dilakukan terhadap anak-anak di bawah umur. Korbannya banyak. Yakni, 23 anak.
"Hal yang meringankan, terdakwa sopan dalam persidangan," ucap Tutut. Ya, hanya ada satu alasan meringankan untuk Aan.
Sebelumnya, jaksa menyebut dalam tuntutan bahwa tidak ada alasan meringankan untuk Aan. Mereka justru menambah tuntutan maksimal untuk Aan.
Alasannya, ada unsur pemberatan atas perbuatan Aan. Pemberatan itu diatur dalam pasal 65 ayat 1 KUHP.
Perbuatan pidana yang korbannya lebih dari satu bisa diancam hukuman tambahan sepertiga dari ancaman maksimal. Karena itu, jaksa menuntut Aan hukuman 20 tahun penjara.
Meski dihukum lebih ringan dari tuntutan, Aan tidak langsung menerimanya.
Melalui kuasa hukumnya, M. Zainal Arifin, dia menyatakan pikir-pikir. Hal serupa diambil oleh jaksa.
JPU Irene Ulfa yang sebelumnya menuntut hukuman tinggi juga belum bersikap.
"Kami masih pikir-pikir," katanya.
Setelah vonis dibacakan, tidak ada ekspresi berlebihan yang ditunjukkan Aan.
Dia hanya terdiam tanpa senyuman. Satu per satu hakim disalami. Termasuk jaksa dan kuasa hukumnya.
Dia pun menurut saat dua tangannya diborgol ketika hendak dibawa ke ruang tahanan sementara.
Selama persidangan, Aan mendengarkan putusan dengan saksama. Kepalanya tertunduk.
"Jangan diulangi lagi ya. Sekarang usiamu 34 tahun. Ditambah 15 tahun jadi 49 tahun saat keluar penjara," kata hakim.
Mendengar hal itu, Aan hanya terdiam. Dia lantas berjalan ke meja jaksa seraya menyodorkan tangannya untuk diborgol. (may/c6/dos/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parah! Kanit Reskrim Palak Tersangka Kasus Penganiayaan Rp 1 M
Redaktur : Tim Redaksi