Tiga Dekade Berkuasa, Ogah Turun Takhta

Minggu, 12 November 2017 – 08:05 WIB
PM Kamboja Hun Sen. Foto: Reuters

jpnn.com, PNOM PENH - Berkuasa lebih dari tiga dekade, sepertinya, belum cukup bagi Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen. Dia berencana tambah dan berusaha memastikan tak akan ada yang mengganggu rencananya tersebut.

Karena itu, Jumat kemarin (10/11) Hun Sen menegaskan, hasil Pemilu 2018 yang hampir pasti memenangkan dirinya akan berlaku meski tidak mendapat pengakuan dunia internasional.

BACA JUGA: Dituding Rencanakan Makar di Kamboja, Begini Tanggapan AS

”Komite Pemilu Nasional (NEC)-lah yang akan mengumumkan hasil akhirnya. Tidak dibutuhkan pengakuan dari siapa pun, kita tidak membutuhkannya,” ujar pria yang menjadi PM sejak 1985 itu saat memberikan pidato pada sebuah acara di Phnom Penh. Pemilu bakal diselenggarakan 29 Juli 2018.

Peluang hasil pemilu tak diakui lembaga internasional memang sangat besar. Sebab, Hun Sen diyakini akan melakukan segala cara untuk menang. Saat ini saja, sepak terjang Hun Sen untuk menghancurkan lawan politiknya tampak nyata.

BACA JUGA: Memata-Matai Pemerintah, Pemimpin Oposisi Dibui

Dia memburu semua orang yang mengkritik pemerintah. Tidak terkecuali anggota Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) yang menjadi oposisi.

September lalu pemimpin oposisi Kem Sokha didakwa berkhianat dan berencana menggulingkan pemerintahan. Kelompok pembela HAM menyebut Kem Sokha dipenjara atas tuduhan palsu.

BACA JUGA: Kamboja Bergolak: Pemimpin Oposisi Dibui, Media Dibungkam

Separo anggota parlemen dari partai oposisi akhirnya melarikan diri dari Kamboja karena takut bernasib sama dengan Kem Sokha. Pemerintah juga mengajukan pembubaran CNRP. Keputusan pengadilan atas permintaan itu diumumkan 16 November.

Gara-gara hal tersebut, Hun Sen dituding sengaja ingin membuat Kamboja sebagai negara yang hanya memiliki satu partai. Beberapa lembaga HAM mendesak Uni Eropa (UE) dan Jepang untuk menghentikan pendanaan pemilu Kamboja jika CNRP benar-benar dibubarkan.

Namun, Hun Sen, tampaknya, tak khawatir. ”Pemilu akan tetap digelar dengan atau tanpa bantuan dana dari luar negeri,” tegasnya.

Sementara itu, registrasi pemilih untuk pemilu ditutup Kamis (9/11). Hanya 536.230 orang yang mendaftar. Padahal, NEC menargetkan ada 1,6 juta pemilih yang melakukan registrasi ulang.

Di Kamboja ada 9,8 juta pemilih dan 7,8 juta di antaranya sudah melakukan registrasi pada periode sebelumnya. Jika ditotal, 8,3 juta penduduk telah divalidasi dan ada 1,5 juta potensi suara yang hilang karena tak mendaftar ulang.

”Di antara 1,6 juta pemilih itu, banyak yang menjadi pekerja migran di luar negeri,” ujar Wakil Sekjen NEC Som Sorida.

Kecil kemungkinan mereka akan pulang untuk registrasi ulang pemilu. Kelompok pembela hak-hak pekerja migran sudah meminta registrasi dilakukan di perbatasan Thailand atau negara tempat mereka berkerja, tapi NEC menolak.

Direktur Komite Pemilu Bebas dan Adil di Kamboja Koul Panha mengungkapkan bahwa rendahnya angka partisipasi penduduk juga disebabkan intimidasi dan ketegangan politik. Orang-orang ketakutan.

Hun Sen bahkan pernah mengancam bakal terjadi perang jika Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang dipimpinnya kalah di pemilu mendatang. (Reuters/sha/c10/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dituduh Makar, Pemimpin Oposisi Dijemput 200 Polisi


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler