Tinggalkan Pelanggan AS, Pengrajin Jam Kayu Ini Malah Semakin Maju

Senin, 24 Oktober 2016 – 10:44 WIB
Pengrajin jam kayu di Gilangsari, Desa Pereng, Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Foto: Radar Solo/JPG

jpnn.com - KLATEN - Hampir sebagian besar wirausahawan punya mimpi bisa menjual atau mengekspor produk mereka ke negara besar, seperti Amerika Serikat. Suwanto, 43, warga Dusun Gilangsari RT 9 RW 4 Desa Pereng, Kecamatan Prambanan yang menggeluti kerajinan jam tangan kayu pernah mewujudkan mimpi itu.

Namun kemudian, ia justru memutuskan kontrak dengan pelanggan di Amerika. Apa yang terjadi?

BACA JUGA: DPRD Ingin Terlibat Bahas Anggaran dari Bank Dunia

Di sebuah rumah sederhana di perbukitan Gilangsari sejumlah remaja sibuk dengan aktivitas produksi jam tangan dari kayu. Pekan lalu,  Radar Klaten (Jawa Pos Group) menyambangi bangunan nonpermanen itu.

Di dalamnya ada beberapa pengrajin menggarap bagian masing-masing. Ada yang memotong kayu, membuat pola lingkaran, mengebor, hingga  tahap akhir, seperti memasang stiker dan mesin jam.

BACA JUGA: Laki Bini Bersaing di Pilkades

Ya, Suwanto setelah memutus kontrak dengan pelanggannya di Amerika tiga tahun lalu justru semakin mantap menjalani usaha kerajinan jam tangan kayu. Pilihan ini bisa dibilang anti-mainstream. Sebab, dengan hanya menggarap pasar lokal, omset yang dia terima justru lebih kecil dibandingkan saat bekerja sama dengan pelanggan di Amerika.

“Pilihan ini saya ambil demi mewujudkan kemandirian usaha dan memberdayakan masyarakat,” tutur Suwanto.

BACA JUGA: Mata Hatinya Buta kalau Sebut Jokowi ke Papua Itu Sia-sia

Suwanto memulai usaha kerajinan dari limbah kayu sejak 2006. Pada 2011 produk kerajinan kayu Suwanto mulai dikenal pasar mancanegera. Itu setelah dia mendapat pesanan jam tangan kayu dari Amerika.

Pelanggan Amerika secara khusus memesan bracelet (lebih dikenal dengan sebutan casing atau gelang jam tangan, Red)  berbahan kayu.  “Dalam tiga tahun itu rata-rata tiap bulan saya mengirim 2.500 jam tangan ke Amerika. Hanya casing, sedangkan pemasangan mesin dilakukan di sana. Dari pengiriman itu omset kotor setiap bulan bisa sampai Rp 80 juta,” papar Suwanto.

Bahkan, untuk memenuhi pemesanan dari Amerika, ia mempekerjakan hingga 45 orang yang semuanya merupakan warga sekitar. Seiring berjalannya waktu, Suwanto mulai merasakan ketatnya aturan kontrak dari Amerika.

Misalnya, dia tidak boleh melayani pemesanan jam kayu dari pelanggan lainnya. Termasuk dilarang menjual produk ke pasar lokal. Dia bakal memperoleh sanksi apabila pekerjanya membuatkan jam tangan kayu untuk merek lain.

Akhirnya, Suwanto memutuskan untuk mengundurkan diri dan tidak memperpanjang kontrak. Ketatnya aturan membuat dirinya tidak bisa bekerja fleksibel. Ia menilai, peraturan itu justru membuat pemberdayaan untuk masyarakat sekitar tidak bisa berjalan.

Setelah putus kontrak, dia hanya memproduksi jam tangan kayu pesanan pasar lokal, terutama Bandung. Jam tangan produksinya diberi merek Kowal dengan harga Rp 600 ribu – Rp 900 ribu.

Casing dibuat dari kayu mahoni, sonokeling, dan sawo. Untuk casing dari kayu khusus seperti jati dan cendana jauh lebih mahal.

“Peralihan dari pasar Internasional ke lokal ini jelas mempengaruhi produksi. Kini saya hanya memproduksi 100 jam tangan kayu dibantu delapan pekerja,” ucapnya.
Meski hanya mempekerjakan delapan orang, tetapi Suwanto tidak lantas membuang begitu saja pekerja-pekerja terdahulunya. Mereka justru dibekali keterampilan membuat kerajinan dari kayu, seperti miniatur mobil dan kapal. Semua bahan baku didapatkan dari limbah kayu sisa industri mebel.

“Meski beralih ke pasar lokal dan omset turun drastis, saya tidak menyesali. Saya justru bisa mengembangkan diri, bebas berekspresi sambil mengajari pemuda-pemuda yang masih menganggur untuk membuat kerajinan dari kayu. Modalnya bisa saya rintis dengan meminjamkan alat-alat produksi guna mendukung mereka agar mandiri membuka usaha sendiri,” pungkas Suwanto.(ren/ria/jpg/ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... NGERI! Guru TK Tewas Terseret Mobil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler